Menghadirkan Syukur dalam Hati dan Amal

Oleh: Ummu Hudzaifah
LenSa Media News – Bersyukur adalah memuji kepada Allah atas segala kebaikan yang Allah kuasakan kepada sang hamba.
Bersyukur tidak hanya berlaku ketika mendapat nikmat berupa sandang, pangan, papan dan pakaian. Akan tetapi, bersyukur juga mencakup atas banyak hal. Seperti, badan yang sehat, anggota tubuh yang berfungsi dengan baik dan yang sering terlupakan adalah bersyukur atas pertolongan Allah karena kita diberi kuasa untuk beramal sholih.
Sebagaimana kisah sang kekasih Allah yakni Rasulullah Muhammad SAW. Nabi bangun malam sampai pecah-pecah kedua (telapak kaki beliau). Ditanyakan kepada beliau, “Engkau Melakukan semua ini wahai Rasulullah? Padahal Allah telah mengampuni semua dosa mu baik yang sudah maupun yang akan berlalu.” Beliau menjawab, “Tidak pantaskah aku menjadi hamba yang pandai bersyukur?“ (HR. Bukhari dan Muslim).
Ada tiga rukun yang harus dipenuhi sebagai bentuk bersyukur kepada Allah. Yaitu, pertama meyakini secara batin atas nikmat yang Allah berikan. Kedua mengungkap secara lisan. Ketiga menjadikan nikmat dari Allah tersebut sebagai sarana beribadah dan taat kepadaNya.
Sejauh ini, bentuk rasa syukur hanya terucap oleh lisan dan lalai akan hak Allah untuk menjadikan adanya nikmat tsb sebagai jalan untuk beribadah. Abu Hazim berkata, “Sesungguhnya orang yang hanya bersyukur dengan lisannya itu seperti seseorang yang memiliki pakaian tetapi ia hanya memegang ujung dari pakaian tsb, tidak memakainya. Maka ia pun tidak terlindungi dari panas, dingin, salju dan hujan.” Sebagaimana hati yang lalai terhadap nikmat Allah, maka akan merasakan tekanan dalam kehidupan, karena apa yang diimpikan tidak sesuai dengan kenyataan dan berjuang pada prasangka yang buruk kepada Allah SWT.
Oleh karena itu, bersyukur itu wajib. Dengan bersyukur, Allah akan menambah nikmat kepada sang hamba. Sebaliknya, mengingkari nikmat Allah akan mendatangkan azabNya. Dan tidak tanggung-tanggung, azab yang Allah berikan sungguh sangat berat. Dalam surah Ibrahim, Allah SWT sudah mengingatkan,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Artinya: “Dan ingatlah ketika Rabb mu memberitahukan, jika kalian bersyukur niscaya Aku akan tambah bagi kalian (Rizki). Dan jika kalian kufur (tidak bersyukur), sesungguhnya azab Ku itu amatlah berat.” (QS. Ibrahim: 7)
Sebagaimana syukur yang tidak dapat diukur. Maka, tambahan nikmat bagi orang yang bersyukur juga tidak ada batas, terus menerus tanpa putus. Sepanjang sang hamba senantiasa bersyukur kepada Allah. Dalam surah Al-Imran ayat 145 Allah berfirman,
وَسَنَجْزِى ٱلشَّٰكِرِينَ
Artinya: “Dan Kami akan membalas orang-orang yang bersyukur”.
(QS. Al-Imran: 145)
Ali bin Abi Thalib berkata, “Sesungguhnya nikmat itu berhubungan dengan syukur. Sedangkan syukur itu berkaitan dengan maziid (penambahan nikmat). Keduanya tidak bisa dipisahkan. Maka penambahan nikmat dari Allah tidak akan terputus sampai terputus syukur dari hamba.” Sang Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga berkata, “Ikatlah nikmat-nikmat Allah itu dengan bersyukur kepada-Nya.”
Ketika sang Iblis mengetahui kedudukan syukur sangat agung dan mulia, sang iblis mengikrarkan diri bahwa ia (iblis dan keturunannya) akan menggoda manusia untuk menjauhkan mereka dari bersyukur. Pernyataan Iblis tersebut di abadikan dalam Al-Qur’an surah al-‘Araf,
ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَٰكِرِينَ
Artinya: “Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari samping kanan, dan dari samping kiri. Sehingga Engkau tidak akan mendapati mereka bersyukur.” (Al-‘Araf : 17).
Allah pun menyebutkan dalam surah Saba’ yang berbunyi,
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
Artinya: “Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” (QS. Saba’: 13)
Oleh karena itu, dalam sebuah hadist, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya sebuah doa yang agung nan mulia yang berbunyi,
يَا مُعَاذُ ! وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، فَقَالَ : أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِك
Artinya: “Hai Muadz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu.’ Rasulullah bersabda kembali, ‘Aku berpesan kepadamu, wahai Muadz: Jangan sampai kamu meninggalkan setiap selesai melaksanakan shalat supaya membaca doa (artinya), ” Ya Allah, tolonglah aku agar selalu ingat kepada -Mu, mensyukuri-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.”
Abu Hazim Salamah bin Dinar adalah seorang tabi’in yang tsiqat dan beliau dikenal sebagai orang yang zuhud.
Diantara petuah beliau yang mashur adalah, “Syukurnya dua mata adalah jika melihat kebaikan, sebarkan. Jika melihat keburukan, tutupi; syukurnya dua telinga adalah jika mendengar kebaikan, peliharalah. Jika mendengar keburukan, cegahlah; syukurnya dua tangan adalah jangan mengambil barang yang bukan haknya. Penuhilah hak Allah yang ada pada keduanya; syukurnya perut adalah hendaknya makanan ada di bagian bawah, sedangkan bagian atas dipenuhi dengan ilmu; syukurnya kemaluan adalah tidak “menggunakannya” kecuali kepada istri atau budak-budak yang dimiliki.”
Sungguh banyak dan luas nikmat yang Allah berikan. Dan itu adalah bentuk kasih dan sayangNya kepada manusia. Padahal, Allah tidak membutuhkan kita. Dan sebaliknya, kita sebagai manusia justru membalas nikmat dari Allah tersebut dengan bermaksiat kepadaNya dengan bersikap kufur terhadap nikmat yang sudah Allah beri. Padahal, kita sangat membutuhkanNya.
Semoga Allah SWT. menolong dan membimbing kita untuk senantiasa menghadirkan syukur dalam hati dan amal terhadap nikmat yang Allah beri.
Allahu ‘alam bish showab