PPDB Ganti Nama Akankah Menyelesaikan Masalah?

20250224_161024

Oleh : Eni Imami, S.Si, S.Pd

Pendidik dan Pegiat Literasi

 

LenSa MediaNews.Com, Opini–Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) resmi diganti menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada 2025. Mendikdasmen Abdul Mu’ti memberikan alasan pergantian istilah tersebut karena ingin memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi semua. Selain itu, Abdul Mu’ti mengakui perubahan sistem ini dilakukan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan pada sistem pendidikan sebelumnya (bbc.com, 30-01-2025).

 

Pada SPMB nantinya akan ada empat jalur yang bisa dipilih yaitu jalur Domisili, Afirmasi, Mutasi, dan Prestasi. Hal ini dilakukan sebagai solusi sistem zonasi yang sebelumnya menuai berbagai macam persoalan, salah satunya potensi kecurangan manipulasi kartu keluarga (KK) demi bisa diterima di sekolah yang diinginkan.

 

Ganti Istilah Menyelesaiakan Masalah?

 

Persoalan penerimaan siswa baru yang selalu muncul sebenarnya tidak cukup hanya diperbaiki dengan mengganti istilah. Pemerintah perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh sehingga ditemukan akar masalahnya untuk dilakukan pembenahan secara fundamental.

 

Rakhmat Hidayat, salah satu pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta menilai bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan antara sistem SPMB dengan PPDB. Sementara itu, Iman Zanat Haeri, Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), menilai ada kesan SPMB memang cuma utak-atik istilah saja. Belum bisa menjawab berbagai persoalan fundamental, seperti keterbatasan sekolah negeri, fasilitas, guru dan lain sebagainya (tirto.id, 01-02-2025).

 

Berbagai pergantian mekanisme penerimaan siswa baru ini diharapkan mampu memperbaiki kondisi pendidikan di negeri ini. Sayang, perubahan itu sebatas utak-atik istilah nama atau teknik pelaksaan. Namun, belum menyentuh akar persoalan pendidikan yaitu adanya kapitalisasi pendidikan.

 

Kapitalisasi pendidikan mengakibatkan tidak semua rakyat dapat mengakses pendidikan yang layak. Layanan pendidikan bergantung pada modal, siapa yang memiliki uang dia mendapat layanan pendidikan terbaik dan berkualitas. Sebaliknya, jika tidak memiliki cukup uang hanya bisa bersekolah di tempat ala kadarnya. Alhasil terjadilah kesenjangan distribusi karena keterbatasan akses sekolah di tengah-tengah masyarakat. Padahal pendidikan merupakan hak setiap warga negara.

 

Hal itu sangat berbeda dengan konsep pendidikan di dalam negara Islam, Khilafah. Dalam Khilafah, semua hal diatur berdasarkan syariat Islam termasuk dalam mekanisme penerimaan siswa baru. Syaikh Atha’ bin khalil dalam kitabnya Usus at-Ta’lim al-Manhaji fi Daulah al-Khilafah menjelaskan hal itu.

 

Pendidikan dalam Sistem Islam

 

Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara baik kaya maupun miskin, pintar atau tidak, masyarakat kota ataupun desa. Pendidikan termasuk layanan publik menjadi tanggung jawab negara. Negara berperan penting dalam menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas dan unggul.

 

Sistem pendidikan dalam negara Islam berbasis akidah Islam. Visi dan misi sekolah ialah membentuk generasi berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam dan ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan). Semua sekolah memiliki visi dan misi yang sama, sehingga tidak ada perbedaan antara sekolah favorit dan tidak favorit. Sekolah di tengah kota maupun di pinggir pedesaan.

 

Negara Islam memiliki sumber dana yang besar dan beragam untuk membiayai pendidikan baik mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Di dalam kitab An-Nizhamu al-Iqtishodiyi fii al-Islam karya Mujtahid mutlak, Syeh Taqiyuddin An-Nabhani,  dijelaskan bahwa ada dua sumber dana Baitulmal yang digunakan untuk membiayai pendidikan, yakni pertama, pos fai dan kharaj, ghanimah, khumus, jizyah dan dharibah. Kedua, pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

 

Negara menyediakan infrastruktur dan fasilitas yang menunjang kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Seperti pembangunan gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai penelitian, buku-buku pelajaran, perpustakaan, sarana olah raga, teknologi yang mendukung KBM, dan sebagainya.

 

Selain itu, negara juga menyediakan tenaga pendidik yang profesional ahli dibidangnya. Negara juga memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor dan lembaga pendidikan. Penerapan sistem pendidikan dalam negara Islam telah terbukti mampu mencetak generasi cemerlang dan melahirkan ilmuwan-ilmuwan cerdas yang berakhlak.

 

Sungguh, sistem pendidikan dalam Islam bukan hanya memberi solusi masalah teknis, tetapi juga menyelesaikan problematik hingga tataran paradigmatis. Dengan sistem pendidikan Islam tidak ada lagi dikotomi istilah “sekolah favorit” atau “sekolah pinggiran” karena pemerataan pendidikan baik dari aspek kurikulum, infrastruktur, pembiayaan, dan pelayanan benar-benar dioptimalkan demi mewujudkan generasi cemerlang. Wallahualam bissawab. [LM/ry].