Nasib Gaza dalam Wadah Destruktif

20250321_222020

Oleh:Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSaMediaNews.Com, Opini–Tidak kurang dari 710 orang dilaporkan tewas sejak Israel langgar gencatan senjata di Gaza. Kementrian Kesehatan Gaza mencatat sebanyak 710 orang meninggal dunia sebagai korban serangan ugal-ugalan Israel pada 18 Maret 2025 lalu (CNNIndonesia.com, 21-3-2025).

 

Juru bicara Kementrian Kesehatan di Gaza, Khalil al Daqran menyebutkan 900 orang di Palestina terluka akibat serangan Israel. Sekitar 70 persen diantaranya didominasi anak-anak dan perempuan. Sebagian besar korban luka-luka, kini masih dalam keadaan kritis.

 

Dilansir dari beberapa media, serangan terakhir kemarin (18-3-2025) merupakan serangan terparah sejak Hamas dan Israel menyatakan gencatan senjata, yang dimulai pertengahan Januari lalu. Tidak hanya korban luka, Gaza kini terancam kelaparan akut sebagai dampak blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan.

 

Ismael Thawabteh, selaku kepala kantor media Gaza menyebutkan tidak kurang dari dua juta penduduk Gaza kehilangan ketahanan pangannya. Kelaparan akut akan terjadi jika solusi tidak sesegera mungkin dicapai dan direalisasikan.

 

Masalah Tidak Kunjung Usai

 

Rentetan peperangan Gaza belum juga menemui titik temu. Serangan demi serangan terus diterima tanpa ada usaha dunia memberi solusi peperangan antara Hamas dan Zionis. Gencatan senjata yang digadang-gadang mampu menjadi jalan keluar ternyata tidak bisa diharapkan. Pengkhianatan terus dilakukan Zionis.

 

Keadaan di Palestina semakin memburuk akibat serangan Zionis. Namun sayang, dunia kembali gagal mengambil langkah konkret untuk menghentikan pertumpahan darah di wilayah konflik tersebut.

 

Lemahnya para pemimpin dunia dan lembaga internasional menunjukkan kegagalan sistem yang kini diadopsi. Sistem Kapitalisme Demokrasi terbukti tidak mampu menciptakan perdamaian. Dalam ranah sistem Kapitalisme, perdamaian hanya sekadar ilusi yang mustahil diwujudkan.

 

Negara-negara Barat yang terus menyebarluaskan ideologi Demokrasi sebagai alat penjajahan dengan mudahnya mengendalikan negara-negara lain. Lembaga perdamaian dunia pun tidak mampu menghindar dari pengaruh negara adidaya.

 

Kondisi ini menciptakan kebijakan-kebijakan yang diambil lebih mengutamakan kepentingan materi negeri adidaya ketimbang nyawa setiap individu. Wajar saja, negara-negara muslim hanya mampu mengecam tanpa tindakan nyata yang mampu melawan penjajahan.

 

Tidak hanya Demokrasi, konsep nasionalisme yang kini mendasari kekuatan berpikir setiap negara menjadikan negara dibatasi garis imajiner yang membatasi ruang perjuangan sesama muslim. Para pemimpin terperdaya oleh kekuatan negara adidaya. Pembelaan terhadap kaum muslim tertindas hanya sebatas retorika tanpa langkah nyata dalam bentuk kekuatan militer yang kokoh.

 

Solusinya, umat harus berusaha mencampakkan Demokrasi Kapitalistik dan memiliki kesadaran pentingnya kekuatan politik serta militer untuk mewujudkan pembelaan nyata.

 

Penjagaan Islam

 

Negara-negara yang terjajah, seperti Gaza, Lebanon, dan Iran, membutuhkan pembelaan, tidak hanya sekedar kecaman. Kekuatan militer mutlak dibutuhkan. Kekuatan ini hanya bisa terwujud melalui sistem yang kuat dan tangguh, yakni sistem Islam.

 

Sistem Islam memiliki mekanisme dan konsep yang jelas dalam melindungi umat melalui kemampuan pasukan militer yang mumpuni. Strategi tersebut hanya mampu diwujudkan dalam wadah institusi Khilafah, satu-satunya institusi yang memiliki peran utama dalam menjaga darah dan harta kaum Muslim.

 

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.:”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.”(HR. Muttafaqun ‘alayh)

 

Islam menjadikan akidah sebagai landasan ukhuwah Islamiyyah, tanpa memandang batas negara. Dengan kekuatan ini, Khilafah dapat menetapkan kebijakan militer yang tangguh untuk membela umat Islam dari kezaliman.

 

Khilafah juga memiliki strategi dalam membina kesadaran politik Islam di tengah umat. Melalui pemahaman politik Islam yang kuat, umat akan menyadari peran dan potensinya untuk berdakwah dan membela saudara semuslim melalui jihad fii sabilillah. Kesadaran ini hanya dapat dibangun melalui pembinaan intensif yang memperkuat keimanan serta menyatukan pemikiran dan perasaan seluruh muslim.

 

Khilafah-lah kekuatan sejati yang mampu membela kaum tertindas, menciptakan kedamaian dunia, dan menghapus segala bentuk penjajahan. Dengan ukhuwah Islamiyyah yang tangguh, kekuatan umat pun akan terjaga utuh. Wallahu a’lam bisshowwab. [LM/ry].