Refleksi Hari Kartini: Arah Perjuangan Muslimah Masa Kini

Coklat Oranye Ilustrasi Elegan Ucapan Hari Kartini Kiriman Instagram _20250422_194927_0000

Oleh: Nettyhera

Lensa Media News – Setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini, mengenang sosok perempuan pejuang emansipasi di masa penjajahan. Kartini menjadi simbol perjuangan perempuan untuk meraih hak pendidikan, pengakuan, dan peran aktif dalam masyarakat. Namun, di tengah gegap gempita perayaan ini, sudahkah kita merenung lebih dalam: ke mana sebenarnya arah perjuangan perempuan muslim hari ini?

Kartini hidup di masa ketika akses perempuan terhadap pendidikan begitu terbatas. Ia menyadari bahwa ketertinggalan perempuan bukanlah kodrat, melainkan akibat sistem sosial yang mengekang. Ia pun berusaha mengubah realitas itu melalui pendidikan dan pena. Surat-suratnya, yang kelak dihimpun dalam Habis Gelap Terbitlah Terang, menjadi saksi semangat perubahan yang ia kobarkan.

Namun perlu dipahami, semangat perjuangan Kartini bukan semata-mata lahir dari pengaruh pemikiran Barat sebagaimana sering digambarkan. Kartini dalam surat-suratnya menunjukkan ketertarikan yang mendalam terhadap ajaran Islam. Ia menyatakan kekagumannya terhadap Al-Qur’an dan nilai-nilai Islam yang memuliakan perempuan. Ia menulis, “Saya mulai memahami agama Islam dalam bentuk yang jauh lebih mulia, lebih suci, lebih luhur dari yang pernah saya bayangkan.”

Artinya, semangat perubahan yang dibawa Kartini justru bersumber dari kecintaannya kepada ajaran Islam yang sebenarnya, yang membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan dan kezaliman. Kartini menginginkan perempuan mendapatkan pendidikan, bukan untuk bersaing secara liar dengan laki-laki, melainkan untuk menjalankan peran penting dalam keluarga, masyarakat, dan peradaban dengan penuh kemuliaan.

Semangat Kartini ini sesungguhnya sejalan dengan jejak perempuan-perempuan mulia dalam sejarah Islam. Khadijah ra., Aisyah ra., Asma’ ra., dan banyak lainnya, telah menunjukkan bagaimana perempuan dapat berilmu, berkontribusi, dan menjadi pilar peradaban, tanpa harus keluar dari syariat Islam.

Namun, hari ini arus sekularisme dan feminisme global menggeser arah perjuangan perempuan. Emansipasi dipersempit hanya pada tuntutan kesetaraan mutlak dengan laki-laki, mengejar kebebasan tanpa batas, bahkan sering kali mengabaikan tuntunan agama.

Momen Hari Kartini seharusnya menjadi saat refleksi bagi muslimah: mengembalikan arah perjuangan kepada spirit Islam yang juga dihidupkan Kartini. Bukan sekadar menuntut “kesetaraan” dalam definisi barat, melainkan memperjuangkan tegaknya sistem kehidupan yang adil dan memuliakan perempuan, sebagaimana digariskan oleh syariat Islam.

Ada beberapa hal penting yang harus menjadi arah perjuangan muslimah masa kini:

Pertama, membangun kesadaran bahwa kemuliaan perempuan hanya dapat diraih melalui penerapan Islam kaffah. Pendidikan tinggi, keterlibatan sosial, dan kiprah politik perempuan semua diakomodasi dalam Islam, dengan aturan yang menjaga kehormatan dan fitrah perempuan.

Kedua, bergerak dalam barisan dakwah untuk perubahan sistemik, bukan sekadar perbaikan individual. Masalah perempuan—kekerasan, kemiskinan, keterbelakangan—adalah buah dari sistem sekuler kapitalistik. Solusinya bukan pemberdayaan simbolik, tapi perubahan total menuju penerapan syariat Islam.

Ketiga, membina diri dan komunitas untuk menjadi muslimah berilmu, kritis, peduli umat, dan siap mengambil peran membangun peradaban Islam. Sebab perubahan besar selalu dimulai dari individu-individu yang terdidik dan sadar arah perjuangan.

Keempat, menghidupkan kembali semangat intelektual Kartini, namun berlandaskan pandangan hidup Islam. Muslimah harus menjadi pelopor dalam pendidikan, sosial, bahkan politik Islam, sambil menjaga peran strategisnya dalam membangun generasi bertakwa.

Kartini berjuang di tengah belenggu kolonialisme fisik, kita berjuang di tengah kolonialisme pemikiran. Kartini mengobarkan harapan akan perubahan melalui pemahaman Islam, maka kita pun harus melanjutkan perjuangan ini: menerangi dunia dengan cahaya Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

Dengan demikian, Hari Kartini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum untuk memperbarui komitmen kita sebagai muslimah: menjadi bagian dari perjuangan hakiki, menuju kebangkitan peradaban Islam yang mulia dan berkeadilan.