Darurat TBC, Bukti Lemahnya Jaminan Kesehatan dalam Sistem Kapitalisme

Oleh : Heriyati
Lensa Media News – Indonesia menempati peringkat kedua dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis terbanyak. Kondisi ini mencerminkan banyak hal, mulai dari lemahnya upaya pencegahan, buruknya sanitasi, rentannya daya tahan tubuh hingga lemahnya sistem kesehatan di negeri ini. Belum optimalnya penanganan kasus TBC disebabkan masih banyak kasus pasien yang tidak tercatat dan tidak mendapat pengobatan secara intensif sehingga berpotensi menjadi sumber penularan baru.
Jumlah kasus tuberkolisis di Indonesia pada tahun 2021 yakni 969.000 kasus, sebelumnya pada tahun 2020 Indonesia berada di peringkat ke 3 dengan jumlah kasus 824.000 pada saat itu India menempati peringkat pertama dengan jumlah kasus 25.9 juta, dan china pada peringkat ke 2 dengan jumlah kasus 842.000. Pada tahun 2021 India masih menjadi peringkat pertama, tetapi Indonesia naik level menjadi peringkat ke 2. Diperkirakan ada 144.000 kematian di sebabkan tuberkolosis di Indonesia pertahunnya, dengan begitu ada 16 orang per jam nya di Indonesia yang meninggal karena TBC.
Epidemiolog Universitas Udayana I, Wayan Gede Artawan Eka Putra, mengutarakan salah satu hambatan pengobatan TBC adalah stigma negatif dari masyarakat, sejumlah warga menganggap TBC adalah penyakit turunan atau dosa masa lalu. Stigma inilah yang menghambat deteksi dini dan pengobatan pasien hingga tuntas.
Tingginya kasus TBC di tanah air mengungkap lemahnya jaminan kesehatan di negeri ini. Masyarakat cenderung enggan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan ketika sakit dikarenakan biaya yang mahal. Akhirnya penyakit tersebut justru menjadi parah dan sulit untuk diobati. Hal ini juga bermula dari polusi udara yang tidak teratasi dengan baik hingga aksws kehidupan layak dan bersih yang tak dirasakan semua masyarakat. Pemukiman kumuh, makaanan tidak sehat dan asap rokok serta kendaraan yang kotor menjadi pendukung tingginya angka TBC di Indonesia. Sistem kapitalisme hari ini hanya menyelesaikan masalah dipermukaan saja dengan memberikan obat bagi yang sakit namun tidak mampu menuntaskan permasalahan secara signifikan.
Berbeda dengan Islam, Islam menetapkan Negara adalah pengurus rakyat, termasuk dalam penanggulangan penyakit menular ini. Negara berkewajiban melaksanakan berbagai upaya dari langkah konperensi untuk menanggulangi akar masalah secara tuntas, Islam sebagai sistem hidup yang berasal dari sang Al-Khaliq mampu menyelesaikan berbagai persoalan manusia termasuk kesehatan yaitu melalui sistem kesehatan handal yang ditopang sistem politik dan ekonomi islam. Semua aspek harus dibenahi secara berkesinambungan agar terwujud lingkungan yang sehat, kemampuan ekonomi yang mapan untuk mengakses hunian layak dan makan sehat serta fasilitas kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.
Wallahu’akam bishowab
[LM/nr]