Musim Kemarau Belum Tiba, Krisis Air Nyata

Oleh : Yani Suryani
Lensa Media News – Krisis air bersih/kekeringan menjadi masalah yang terus berulang. Ini membuktikan negara tidak mampu untuk mengatasinya.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bandung, Uka Suska, mengungkapkan bahwa mulai bulan Mei sampai September 2024 diperkirakan mulai memasuki musim kemarau, tapi belum sepenuhnya musim kemarau, sebab sewaktu-waktu masih akan turun hujan di beberapa wilayah di Kabupaten Bandung (Tribun Jabar, 17/5/2024).
Musim kemarau di Kabupaten Bandung diprediksi baru akan terjadi pada bulan Juni yang berpotensi ancaman kekurangan air bersih atau kekeringan hingga kebakaran. Namun, kini di Kabupaten Bandung sudah terdapat daerah yang kekurangan air bersih.
Uka pun mengungkapkan bahwa curah hujan di wilayah Kabupaten Bandung kini sudah mulai berkurang karena menuju musim kemarau, dan saat ini sudah mulai ada desa di Kecamatan Arjasari yang meminta dikirimi air bersih untuk kebutuhan masyarakatnya. “Karena air yang ada di desa tersebut bergantung pada curah hujan, terutama yang bersumber dari sumur gali atau air tanah. Ketika ada turun hujan, sumur gali mereka ada airnya,” ujarnya.
Ia pun mengimbau masyarakat untuk menghemat penggunaan air bersih yang biasa digunakan sehari-hari dalam menghadapi musim kemarau ini, agar air bersih bisa digunakan dalam waktu yang cukup lama, serta untuk tidak buang sampah sembarangan. Menurutnya, di musim kemarau tumpukan sampah rawan menyebabkan kebakaran.
Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, salah satunya adalah penebangan liar dan pembakaran yang menyebabkan hilangnya pohon-pohon yang seharusnya menyimpan air tanah. Akhirnya, ketika hujan datang, tanah tidak bisa menahan beban, banjir pun melanda. Walhasil, saat musim kemarau belum sepenuhnya tiba, daerah tersebut terdampak kekeringan air bersih.
Munculnya masalah air merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama. Dalam sistem ini, pengusahalah yang berkuasa, sehingga apa pun usahanya, asal bisa mendapatkan cuan akan dilakukan meskipun bisa merampas hak masyarakat sekitar, sebagaimana hak mereka mendapatkan air bersih, dengan cara membuka lahan untuk kepentingan pribadi.
Islam memiliki pandangan yang khas dalam memenuhi kebutuhan rakyat termasuk penyediaan air bersih melalui berbagai teknologi yang ada. Sumber-sumber mata air, sungai, danau, dan laut dikelola oleh negara. Bahkan Islam melarang sumber-sumber air diswastanisasi dan dikomersialisasi. Sebab air akan disalurkan ke seluruh rumah-rumah warga untuk kebutuhan rumah tangga, pakan ternak, bahkan untuk kawasan pertanian warga. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah, “Muslim berserikat dalam tiga hal: padang gembala, air, dan api” (HR Abu Daud). Hadits ini menunjukkan bahwa air merupakan harta milik umum, bukan perorangan. Sehingga jumlah air yang melimpah ruah bisa dirasakan oleh masyarakat.
Islam mempunyai sistem pemerintahan yang akan menjalankan aturan di atas. Sistem yang akan membuat kebijakan sesuai syariat Islam. Dengan begitu, tidak akan ada penebangan liar dan pembakaran.
Harusnya negara mampu menawarkan dan memberikan contoh yang nyata dalam meriayah (mengurusi) masyarakat. Terutama untuk memenuhi kebutuhan akan air. Selama kapitalisme masih mencengkeram dunia, selamanya krisis air akan ada. Jadi, jika ingin menyelesaikannya secara tuntas, sistem Islamlah yang harus diterapkan.
Wallahu a’lam bishawab.
[LM/nr]