Seruan Darurat Kembali Menggema, Break the Pattern!

Oleh: Ade Farkah, S.Pd.
LenSa MediaNews.Com, Opini–Peringatan darurat kembali menggema. Ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas memadati kawasan Patung Kuda, Jakarta. Aksi demonstrasi yang terjadi sejak tanggal 17 hingga 21 Februari 2025 juga diikuti oleh sejumlah elemen masyarakat. Bahkan, aksi tersebut dilaksanakan di sejumlah daerah di seluruh Indonesia (cnnindonesia.com, 22-2-2025).
Sedangkan di media sosial, postingan lambang garuda yang berlatar hitam dengan tagar #PeringatanDarurat kerap muncul di berbagai platform media sosial. Postingan tersebut selalu beriringan dengan tagar #IndonesiaGelap yang kemudian menjadi viral. Pengamat politik dan peneliti BRIN Aisah Putri Budiarti mengatakan bahwa lambang garuda dengan latar hitam merupakan bentuk keprihatinan dan kekhawatiran mengenai arah kebijakan pemerintah (bbc.com, 17-2-2025).
Kondisi darurat negeri ini kemudian menarik perhatian masyarakat, terutama mahasiswa, untuk bersuara. Melalui aksinya, mahasiswa menuntut pemerintah untuk melakukan perbaikan. Ada 13 tuntutan mahasiswa dalam aksi yang bertajuk “Indonesia Gelap” tersebut. Salah satunya adalah terkait efisiensi anggaran di berbagai sektor (detik.com, 20-2-2025).
Sebelumnya, peringatan serupa juga muncul dan viral di media sosial. Peringatan darurat dengan logo Garuda biru sempat menjadi trending topic pada bulan Agustus 2024. Aksi tersebut adalah bentuk respon masyarakat terkait putusan MK yang membahas soal aturan dan persyaratan pencalonan dalam pemilihan kepala daerah pada 2024 yang lalu.
Kepedulian mahasiswa akan kondisi negeri ini patut diberikan apresiasi yang tinggi. Ini karena mahasiswa adalah tonggak perubahan yang memikul beban peradaban. Namun demikian, sejauh mana upaya tersebut akan berhasil? Mengingat pola yang dilakukan masih sama.
Masih ingatkah dengan peristiwa Reformasi 1998? Reformasi adalah peristiwa yang fenomenal dan tidak terlupakan bagi bangsa ini, khususnya mahasiswa pada saat itu. Betapa perjuangan mahasiswa untuk membebaskan negara dari cengkeraman Orde Baru yang saat itu dianggap telah melenceng dari Demokrasi. Kebebasan masyarakat cenderung dikekang. Tidak hanya itu, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme pun merajalela.
Dalam peristiwa tersebut mahasiswa berhasil menggulingkan Orde Baru. Keberhasilan perjuangan tersebut setidaknya memunculkan harapan yang baru. Misalnya, pelaksanaan Demokrasi yang lebih terbuka yang ditandai dengan adanya kebebasan pers serta desentralisasi kekuasaan kepada pemerintah daerah. Akan tetapi, apakah hal itu cukup untuk membuat rakyat sejahtera?
Pada praktiknya, meski orde baru telah dilengserkan dan kekuasaan telah berganti, praktik korupsi dan kolusi masih menjadi masalah besar. Hingga saat ini bahkan nyaris sulit untuk dihilangkan. Mengapa demikian? Tidak lain karena roda pemerintahan masih dijalankan dengan sistem yang sama yaitu Demokrasi.
Demokrasi merupakan sistem politik dengan biaya tinggi sehingga menuntut pelakunya untuk memanfaatkan jabatannya untuk dapat mengembalikan dana yang telah dikeluarkan. Selain itu, pada Demokrasi wewenang untuk membuat hukum dan undang-undang berada di tangan manusia. Hal inilah yang kemudian memunculkan peluang untuk diselewengkan.
Oleh karena itu, mahasiswa sebagai motor penggerak perubahan perlu untuk melakukan pola yang baru. Break the pattern! Ini penting agar negara ini tidak terjebak pada keadaan yang sama. Karena Demokrasi yang dijalankan di negeri ini belum terbukti berlaku adil serta mampu untuk menyejahterakan masyarakat.
Jika demikian, seharusnya tidak masalah apabila mahasiswa menawarkan konsep pemerintahan yang berbeda yang dianggap mampu berlaku adil karena kedaulatan berada di luar diri manusia itu sendiri. Membuat hukum adalah hak prerogatif Tuhan sebagai pencipta manusia dan alam semesta sehingga konsep keadilan akan lebih mudah dijalankan.
Begitu juga dengan kesejahteraan masyarakat akan lebih mudah tercapai karena ada aturan terkait dengan kehidupan manusia baik untuk dirinya sendiri maupun sesamanya. Itulah Islam, tidak hanya sebagai agama ritual, tetapi sebagai ideologi yang mampu memecahkan persoalan dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan sejarah, sistem pemerintahan Islam pernah berada di masa puncak kejayaannya pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid yang merupakan khalifah kelima dari Khilafah Abbasiyah yang berpusat di Bagdad. Pada masa itu, Islam berhasil menguasai laut tengah hingga India. Kekhalifahan Harun Ar-Rasyid mampu memajukan ilmu pengetahuan sehingga pada zamannya berhasil dibangun berbagai fasilitas umum, mulai dari masjid, sekolah, rumah sakit, bahkan lembaga riset yang diberi nama Baitul Hikmah.
Tidak hanya itu, kepemimpinan Harun Ar-Rasyid memiliki administrasi negara yang sangat rapi. Dan yang paling mengesankan adalah pada masa pemerintahannya hampir sulit untuk menemukan mustahik zakat.
Hal itu berarti bahwa masyarakat yang hidup di bawah sistem pemerintahan Islam berada dalam kondisi yang makmur. Dengan demikian, sistem pemerintahan Islam dapat menjadi pattern baru yang ditawarkan mahasiswa untuk mengatasi problematika negeri ini. [LM/ry]
