Menggadaikan Negara pada Para Taipan, Layakkah?


Oleh : Humairah Al-Khanza
Aktivis Muda Bogor

 

 

Lensamedianews.com_ Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia atau MUI Anwar Abbas mempertanyakan sikap Presiden Prabowo yang memanggil para taipan dan konglomerat ke Istana Kepresidenan, Jakarta. Dia mengkhawatirkan pertemuan kepala negara dengan para konglomerat tersebut.

 

Sebab, ujar dia, sebagian dari konglomerat itu tengah disorot karena tersangkut skandal, misalnya, Sugianto Kusuma alias Aguan yang ikut berperan dalam sejumlah pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah seperti Swissotel Nusantara dan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

 

Anwar menduga isu-isu semacam itu tak luput dari pembahasan dalam pertemuan dengan presiden. “Di sinilah dikhawatirkan adanya ketidakseimbangan informasi yang diterima oleh Presiden,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 Maret 2025.
Padahal, ujar dia, masyarakat kerap menjadi korban dari kebijakan atau proyek pemerintah yang melibatkan para konglomerat itu. Dia meminta agar Prabowo juga memanggil dan menerima masyarakat, terutama yang dirugikan dan sedang mencari keadilan.
“Hal ini perlu dilakukan agar jangan sampai terkesan presiden hanya mendengar keluhan dari para taipan,” ucapnya. (tempo.com, 08-03-2025).

 

Sungguh heran, Presiden Prabowo mengundang para taipan ke istana untuk memberikan pandangan kritis dan pengalaman melakukan investasi agar pengelolaan aset-aset Indonesia dapat dilakukan sebaik-baiknya dan sehati-hatinya. Tentu upaya ini diduga kuat terkait pengelolaan dana pada Badan Pengelola Investasi Danantara karena dihadiri oleh sejumlah pengawas dan pengurus Danantara.

 

Pemerintah nampaknya menutup mata atas realita bahwa para konglomerat itu justru yang selama ini menimbulkan banyak masalah, contoh kasus Rempang, PIK2, IKN, dan yang lainnya. Sangat nampak negara justru menjadikan urusan rakyat sebagai lahan bancakan bagi para pemilik modal. Miris, negara malah tergadai di tangan para taipan.

 

Rakyat pun menjadi korban kebijakan dan ketidakadilan tersebut. Semua ini adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalisme dalam kehidupan bernegara yang terjadi saat ini. Penguasa seenaknya sendiri mengatur negara, namun membuat rakyat sengsara.

 

Berbeda dengan kepemimpinan Islam, yaitu pemimpin/penguasa sebagai raa’in dan junnah, yang akan mengurus umat dengan benar dan menjaga mereka dari segala hal yang membahayakan. Negara pun memiliki wibawa dan independensi, ditopang oleh penerapan sistem aturan yang menyolusi seluruh problem masyarakat, termasuk sistem ekonomi dan keuangan yang membuat negara mampu menyejahterakan rakyatnya dengan ketersediaan anggaran yang kuat dan berkelanjutan.

 

 

Maka sangat penting untuk menyadarkan umat tentang kebusukan sistem kepemimpinan sekuler demokrasi kapitalisme saat ini yang sudah terbukti menyengsarakan rakyat juga banyak aturan dari sang pencipta yang tidak diterapkan. Sungguh sudah seharusnya kembali pada sistem Islam, karena hal itu adalah kewajiban seluruh umat untuk terlibat dalam upaya mewujudkan sistem kepemimpinan Islam secara menyeluruh.