Aksi Tipu-Tipu, Potret Kemiskinan Akut  

20250509_173700

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

LenSaMediaNews.Com, Opini–Satreskrim Polres Pasuruan berhasil mengungkap kasus penipuan kredit murah lewat pinjaman online (pinjol) terhadap 195 warga Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Pasuruan. Pelaku penipuan seorang ibu rumah tangga bernama Anggraeni Kuswardani (26), warga Desa Yosowilangun Kidul, Kecamatan Yosowilangun, Lumajang. Diduga ia menipu ratusan korban hingga Rp 2,6 miliar (detik.com, 9-5-2025).

 

Kapolres Pasuruan AKBP Jazuli Dani Iriawan mengatakan modus operandi tersangka dengan menawarkan kredit barang elektronik dengan angsuran yang sangat murah, jauh di bawah harga pasaran. Korban tergiur dan menyerahkan data pribadi seperti KTP dan scan wajah untuk keperluan pengajuan pinjaman online melalui aplikasi seperti Akulaku, Kredivo, Home Credit, dan PayLater.

 

Nyatanya, tersangka menyalahgunakan data itu untuk mencairkan pinjaman tanpa sepengetahuan korban, untuk kepentingan pribadi. Tersangka dikenakan Pasal 378 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP tentang perbuatan berkelanjutan, dengan ancaman hukuman penjara hingga 4 tahun.

 

Jazuli mengingatkan masyarakat untuk mawas diri, saat ini rawan penipuan, jangan mudah tergiur terhadap tawaran apapun yang menggiurkan. Sebaiknya hindari pola hidup konsumtif, mari hidup secara wajar dan fokus pada kebutuhan bukan keinginan.

 

Kapitalisme Ciptakan Kesenjangan Sosial

 

Saat ini banyak sekali kasus penipuan, pelakunya beragam, demikian pula modus operandinya. Bak jamur di musim penghujan, diberantas satu tumbuh seribu yang lain. Tak dipungkiri, tindakan nekad dengan tipu-tipu bukan hanya bukti rendahnya moral apalagi pelakunya seorang ibu rumah tangga, juga menunjukkan ada kesenjangan sosial akibat tidak meratanya kesejahteraan, hingga perbuatan melanggar hukum jadi pilihan menyambung hidup.

 

Apalagi jika dikaitkan dengan fakta, dimana Indonesia penduduknya mayoritas beragama Islam. Jelas Islam mengharamkan menipu atau perbuatan curang lainnya. Jawabannya, karena Islam tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Islam hanya digunakan sebagai tatacara ibadah individu, tapi tidak tatacara bermasyarakat dan bernegara. Inilah mengapa sangat mudah seseorang terbelokkan pada perbuatan maksiat.

 

Sehingga berlakulah hukum manusia. Di sisi ekonomi dengan Kapitalisme, di sisi politik dengan demokrasi, di sisi sosial dengan Liberalisme. Semuanya berasas sekular, atau pemisahan agama dari kehidupan.

 

Wajar jika terdapat kesenjangan sosial. Kapitalisasi di segala bidang tak terhindarkan, karena akhirnya negara hanya sebagai regulator kebijakan yang memudahkan para kapital atau investor bergerak. Bahkan menghalalkan muamalah berbasis riba. Kekayaan alam hanya habis dieksploitasi para korporasi. Rakyat justru tersingkirkan.

 

Semua pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan yang seharusnya gratis menjadi berbayar dan mahal, karena prinsip swasta adalah untung atau profit, negara pun memungut pajak sebagai pembiayaan operasionalnya. Jelas bagi rakyat semua ini adalah beban, tidak semua rakyat kaya dan berpendidikan tinggi. Sehingga tidak setiap orang mampu mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menafkahi keluarganya.

 

Kapitalisme juga menjadikan hukum menjadi transaksional. Banyak tindak kriminal yang tak bisa terselesaikan dengan adil sebab tergantung siapa yang bayar. Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Penjara samasekali tidak menjerakan. Sebaliknya, sanksi hukum dalam Islam memiliki dua fungsi yaitu Jawabir, fungsi hukuman sebagai penebus dosa atau pembalasan atas kesalahan dan Zawajir fungsi hukuman sebagai pencegah atau efek jera untuk mencegah tindak pidana serupa terjadi.

 

Islam Memberantas Kecurangan dan Tipu-Tipu

 

Dalam Islam, peran negara sangat penting, Rasulullah Saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Pemimpinlah yang memiliki kewajiban memberikan jaminan sejahtera individu per individu.

 

Negara akan melakukan dua hal yaitu langsung dan tak langsung. Langsung dengan cara membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin bagi rakyat. Bagi yang lemah, membutuhkan modal negara akan membantu semaksimal mungkin, termasuk jika diperlukan pemberian modal, tanah mati, pelatihan atau bansos dan lainnya. Hingga individu rakyat tersebut benar-benar mandiri atau memang ada uzur, maka negaralah yang menanggung nafkahnya.

 

Sementara kebutuhan publik seperti pendidikan ,kesehatan dan keamanan akan dijamin oleh negara, dengan pendanaan dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum ( tambang, energi, minyak bumi dan lainnya) dan harta milik negara ( fa’i, jizyah, kharaj dan lainnya) yang disimpan di Baitulmal.

 

Jika ada tindakan kriminal, maka negara akan mencari tahu apa penyebabnya, apakah karena kelalaian penjabat di wilayah tersebut sehingga rakyat lapar dan nekad, ataukah karena keimanan yang melemah sehingga negara bisa menjatuhkan sanksi dengan adil dan tidak menzalimi. Wallahualam bissawab. [LM/ry].