Gaza Merana, Kelaparan sebagai Senjata Genosida

Oleh: Bunda Erma E.
(Aktivis Pembela Palestina)
Lensamedianews.com_ Pengecut dan biadab adalah watak Zionis Genosida yang mereka lakukan terhadap warga Gaza terus berlangsung dan makin mengerikan. Kematian, luka menganga, dan korban yang terbaring sekarat telah menjadi pemandangan sehari-hari. Namun kenestapaan itu kini semakin bertambah, bukan karena ledakan boma atau tembakan, melainkan keluhan sunyi dari perut-perut kosong yang lapar. Kelaparan di Gaza bukan sekedar tidak ada makanan, tapi lebih menjelma menjadi senjata mematikan yang membunuh pelan tanpa suara.
Sejak 2 Maret 2025 dimulainya blokade bantuan, otoritas kesehatan Gaza melaporkan bahwa 57 anak meninggal akibat dampak dari kekurangan gizi. Apabila situasi ini terus berlanjut, diperkirakan hampir 71.000 anak di bawah usia lima tahun akan mengalami kekurangan gizi akut dalam 11 bulan ke depan. (liputan6.com, 17-5-2025)
Hanya entitas Zionis yang menggunakan kelaparan sebagai senjata dalam perang. Mereka dengan sengaja memblokade masuknya bantuan makanan dan membiarkan kaum muslim di Gaza dalam keadaan kelaparan yang parah. Sungguh cara perang yang sangat keji dan tidak ksatria ini adalah bentuk kelemahan dan kepengecutan terbesar Zionis. Pasalnya, serangan fisik Zionis yang bertubi-tubi ke Gaza, tidak membuat warga Gaza gentar sedikit pun. Tank, senjata, bom, rudal milik Zionis memang membuat warga Gaza berlumran darah, kehilangan ruang hidup, ditinggalkan oleh orang yang disayangi. Namun warga Gaza tetap kokoh keimananya dan sabar menjaga tanah suci Palestina. Mereka bersabar dalam penderitaan. Mereka Ikhlas terhadap qadha yang menimpa. Mereka terus berjihad hingga titik darah terakhir melawan Zionis.
Mirisnya, dalam kondisi demikian, penguasa negeri muslim belum juga melakukan pembelaan secara nyata dengan mengirimkan pasukan untuk mengusir penjajah yang keji ini. Seruan jihad yang bergema di seluruh penjuru dunia tak mampu membuka hati para pemimpin muslim. Para penguasa negeri muslim hari ini malah berposisi sebagai pengkhianat umat. Mereka justru bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS), memperbaiki hubungan dengan AS, tunduk di bawah arahan AS, bahkan menormalisasi hubungan dengan Zionis. Para pengkhianat itu lebih takut kehilangan kekuasaannya dibanding harus memenuhi kewajiban menolong saudara sesama muslim.
Tidak ada harapan lagi menyelamatkan Gaza dari kelaparan akibat penjajahan kecuali dengan jihad fii sabilillah. Kekuatan militer harus dikerahkan untuk membebaskan umat Islam di Gaza dan mengusir Zionis dari Palestina. Sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah SAW yang mengusir Yahudi Bani Qainuqa di Madinah karena mereka melanggar perjanjian dan membunuh seorang muslim.
Disinilah kebutuhan satu komando dari seorang Khilafah. Kebutuhan ini jelas menuntut persatuan umat Islam di seluruh dunia dalam sebuah institusi politik Daulah Khilafah. Kondisi mengenaskan di Gaza tak mungkin terjadi jika umat Islam memiliki pelindung berupa negara Khilafah. Karena Khilafah akan menjalankan perannya sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) untuk melindungi umat Islam dari penjajahan dalam bentuk apapun. sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Mu’tasim Billah, Sayangnya hari ini Khilafah belum ada, sehingga Palestina tidak ada yang membela
Oleh karena itu harus ada perjuangan untuk menegakkannya kembali Khilafah. Perjuangan ini sudah diawali oleh partai Islam ideologis. Umat harus terus dibangun kesadarannya agar siap berjuang bersama partai ini. karena hanya partai inilah yang konsisten memperjuangkan tegaknya aturan Allah secara kaffah dalam wadah Khilafah Islamiyah.