Menakar Efek Domino PHK Massal 2030

20250523_214334

Oleh Bella Ameilia Putri

 

Lensamedianews.com_ Resesi ekonomi adalah kondisi di mana aktivitas ekonomi suatu negara mengalami penurunan signifikan dalam periode waktu yang cukup lama. Biasanya, resesi ditandai dengan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) riil selama dua kuartal berturut-turut, peningkatan tingkat pengangguran, serta penurunan produksi dan konsumsi barang dan jasa.

 

Salah satu dampak paling langsung dari resesi adalah meningkatnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK massal bukan sekedar masalah hubungan industrial antara pekerja dan perusahaan, melainkan sinyal adanya tekanan struktural dalam perekonomian nasional. Ketika ribuan keluarga kehilangan sumber penghasilan, daya beli masyarakat pun menurun secara siginifikan. Hilangnya pendapatan menyebabkan keluarga terdampak harus mengurangi konsumsi, bahkan untuk kebutuhan kelompok sekalipun

 

Lebih lanjut, PHK massal dapat memicu dampak sosial dan psikologis yang serius. Pekerja yang kehilangan pekerjaan seringkali mengalami stres, kecemasan, dan depresi. Dalam beberapa kasus, ketidakstabilan ekonomi dapat meningkatkan angka kemiskinan, kriminalitas, dan permasalahan sosial lainnya.

 

Dampak penerapan Sistem Kapitalisme
Ada banyak faktor yang menyebankan turunnya daya beli masyarakat, seperti inflasi, pelemahan nilai tukar rupiah, penurunan pendapatan ril masyarakat, PHK, pengangguran. Namun faktor tersebut pada dasarnya berakar pada penerapan sistem buatan manusia yaitu sistem kapitalisme

 

Pertama, sistem kapitalisme hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi tanpa memerhatikan pemerataan kesehjahteraan, akibatnya kesejahteraan hanya dirasakan segilintir orang yaitu para elite atau para pemilik modal. Pemerintah sibuk membangun infrastruktur di pusat ekonomi demi menarik investasi, tetapi abai terhadap pembangunan insfrastruktur di perdesaan.

 

Kedua, sistem ekonomi kapitalisme membebaskan kepemilikan atas apapun. Akibatnya sumber daya alam (SDA) yang seharusnya dikelola negara dan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat malah dikuasai oleh segelintir pemilik modal, baik asing maupun lokal. Contohnya, privatisasi air bersih.

 

Ketiga, sistem kapitalisme memosisikan negara hanya sebagai regulator, bukan pengurus urusan umat. Pemerintah hanya membuat aturan, sedangkan swasta yang menyelenggarakan berbagai layanan dan kebutuhan masyarakat. Rakyat pun diposisikan sebagai konsumen yang hanya bisa mengakses layanan jika memiliki uang. Hanya warga yang memiliki kekayaan yang dapat hidup layak, sedangkan rakyat miskin kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

 

Keempat, sistem moneter kapitalisme berbasis mata uang kertas (fiat money) yang tidak memiliki sandaran pada komoditas berharga seperti emas dan perak. Hal ini menjadikan sistem keuangan rapuh dan tidak stabil. Pencetakan uang yang tidak didukung cadangan emas menyebabkan penurunan nilai mata uang atau inflasi.

 

Solusi Islam atas Masalah PHK

Di tengah krisis ekonomi global dan ketimpangan kesejahteraan yang terus melebar, sistem ekonomi Islam menawarkan solusi fundamental yang berpihak pada rakyat. Dalam Islam, negara tidak sekadar menjadi regulator pasif, melainkan raā’in pengurus dan pelindung rakyat yang bertanggung jawab langsung memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar dan terciptanya kesejahteraan yang merata.

 

Kepemimpinan dalam Islam bukanlah sekadar jabatan, tetapi amanah yang besar. Rasulullah SAW bersabda: “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.(HR Bukhari). Karena itu, seorang khalifah tidak boleh berpihak pada elite, apalagi tunduk pada korporasi. Ia wajib adil dan sepenuhnya berpihak pada kepentingan rakyat.

 

Dalam sistem khilafah, negara bertanggung jawab menyediakan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis dan merata tanpa diskriminasi. Negara juga wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki dewasa serta membantu keluarga yang tidak mampu. Tak ada ruang bagi swasta untuk mengambil alih tanggung jawab negara dalam hal ini.

 

Kesejahteraan juga dijamin melalui pengaturan kepemilikan. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga: individu, umum, dan negara. Sumber daya alam yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat tergolong kepemilikan umum dan haram dikuasai oleh swasta atau asing. Negara wajib mengelolanya untuk kepentingan bersama, yang sekaligus membuka lapangan kerja dalam jumlah besar.

 

Negara khilafah juga mendorong produktivitas dengan mengembangkan sektor riil: pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Negara memberikan fasilitas berupa modal, pelatihan, informasi, dan infrastruktur agar rakyat mudah bergerak dalam ekonomi. Bahkan, stabilitas ekonomi dijaga melalui sistem mata uang berbasis emas dan perak, yang terbukti tahan terhadap inflasi dan krisis.

 

Sistem ekonomi Islam dalam bingkai khilafah bukan sekadar teori. Ia adalah solusi praktis yang telah terbukti dalam sejarah dan layak untuk diperjuangkan kembali.