Kecewa Tapping Box Tak Maksimal, Bukti Terjadi Pemalakan Pajak

Lulita Rima Fatimah, A.Md.Kom
LensaMediaNews.com, Opini_ Belum lama ini Komisi C DPRD Kebumen melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa hotel dan restoran. Sidak ini dilakukan terhadap penerapan tapping box yang merupakan alat pencatat transaksi restoran/hotel untuk pajak daerah. Komisi C DPRD Kebumen tampak kecewa karena tapping box ternyata tidak berfungsi realtime dan pencatatan pajak bergantung pada input manual dari wajib pajak.
Bambang Suparjo selaku Ketua Komisi C DPRD Kebumen menyatakan bahwa pemasangan tapping box dianggap cukup efektif untuk memantau data transaksi pajak daerah secara berkala dan tapping box juga diklaim bekerja berdasar prinsip transparansi yang akan menekan potensi kebocoran pendapatan daerah. (Radar Jogja, 20-8-2025)
Pajak : Alat untuk Memalak Rakyat
Sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negara telah nyata menjadikan pajak sebagai bagian dari kebijakan fiskal. Pengadaan pajak dianggap sebagai kebijakan yang dapat membantu negara sampai ke level daerah dalam mencapai kestabilan ekonomi. Pajak digunakan sebagai langkah praktis untuk mendapatkan dana segar guna menutupi defisit anggaran dan beban utang yang kian membengkak sehingga pajak dianggap sebagai solusi untuk menyelamatkan keuangan negara termasuk kebutuhan kas daerah pada studi kasus penerapan tapping box.
Kapitalisme meniscayakan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan tetap bagi negara. Sehingga wajar ketika dari pusat hingga daerah mendorong rakyat untuk tertib dalam membayar pajak.
Kekecewaan pada sidak penerapan tapping box yang tidak realtime yang dilakukan oleh Komisi C DPRD ini menunjukkan bahwa pemerintah berusaha untuk menekan dan memalak rakyat dengan pajak. Padahal disisi lain penggunaan teknologi yang ada juga berpotensi kebocoran hal ini semakin menunjukkan sistem keamanan yang tidak ideal dan memicu munculnya masalah baru akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang profit-oriented.
Negeri yang kaya raya akan SDA tampaknya tidak cukup untuk mensejahterakan rakyat ketika pengelolaannya diserahkan oleh kapitalisme. Alih-alih menyejahterakan rakyat, kekayaan alam yang seharusnya terkategori sebagai kepemilikan umum justru pengelolaannya diserahkan pada asing yang pada akhirnya hanya menguntungkan para kapital.
Pengaturan Pajak dalam Islam
Berbeda dengan kapitalisme yang menuntut rakyat untuk membayar pajak dengan berbagai jenis pajak mulai dari pajak kendaraan, pajak tanah dan bangunan, termasuk pajak makanan.
Dalam Islam pajak disebut dengan istilah dharibah yang akan tetapi penerapan dan pengaturan berbeda dengan konsep pajak di sistem kapitalis.
Di dalam kitab Al-Amwal fi Daulati al-Khilafah, hlm.129 Syekh Abdul Qadim Zallum mendefinisikan bahwa dharibah merupakan harta yang diwajibkan oleh Allah kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka pada kondisi tertentu yakni ketika kas baitulmal mengalami kekosongan.
Hal ini menunjukkan sekaligus menegaskan bahwa dharibah dalam Islam bersifat insidental saja itupun dibebankan kepada orang-orang kaya saja.
Selain itu pos pemasukan negara dalam Islam diambil dari kepemilikan umum seperti pengelolaan SDA dan kepemilikan negara seperti fa’i, ghanimah, jizyaj, kharaj. Negara dalam Islam yakni Khilafah bertanggung jawab dan berkewajiban dalam menjamin kebutuhan pokok warga negara daulah mulai dari sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, semua dilakukan atas dorongan ketaaqwaan dan mewujudkan kesejahteraan umat tapi bukan dengan pajak.
Kondisi pemungutan pajak dalam sistem kapitalisme jelas sebuah kedzaliman penguasa terhadap rakyat yang semakin menyusahkan rakyat.
Rasulullah Saw bersabda :
“Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia; siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berlaku lembut kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada ia.” (HR. Muslim dan Ahmad)