Job Hugging, Teratasi Dengan Sistem Islam

Oleh : Aprilya Umi Rizkyi
Komunitas Setajam Pena
LenSaMediaNews.Com–Job Hugging adalah keadaan dimana seseorang bertahan di satu pekerjaan meski pada dirinya tak lagi merasa aman, nyaman dan bahagia dengan posisi seperti itu. Sekilas memang tampak baik di depan mata. Namun, bertahan sesungguhnya tak menjadi pilihan yang baik jika tanpa diiringi rasa bahagia, aman dan nyaman.
Fenomena ini tampak bahwa banyak orang bertahan dalam pekerjaannya untuk semata-mata ‘mengamankan diri’, bukan karena dirinya merasa telah berkembang di tempat kerja, bahagia, dan nyaman.
Job hugging menciptakan ilusi dari loyalitas pekerja itu sendiri. Jangankan bisa loyal terhadap pekerjaan yang dimiliki, istilah itu lebih mengarah kepada upaya untuk bertahan, lebih cocok adalah bentuk lain stagnansi jelas CEO dan salah satu pendiri Summit Group Solutions Jennifer Scielke (cnnindonesia.com, 19-9-2025).
Kasus ini juga didorong oleh ketakutan akan kemajuan AI yang mengambil alih pekerjaan. Ditambah dengan ekonomi yang carut-marut, keadaan pun makin parah. Menurut Schielke , job hugging sebenarnya bisa jadi tanda bahaya. Fenomena ini seharusnya menjadi perhatian para pemimpin perusahaan. Karena, begitu kondisi ekonomi membaik, bukan tak mungkin mereka yang sebelumnya memilih bertahan kemudian bakal berbondong-bondong mengundurkan diri mencari peluang baru.
Dari fenomena ini dapat kita rumuskan bahwa Job Hugging ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, seseorang cenderung bertahan karena tidak ada pilihan. Kedua, cari aman agar finansial stabil. Ketiga, ketersediaan lapangan kerja yang terbatas. Keempat, situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, seperti inflasi dan resesi, membuat pekerja lebih memilih bertahan di pekerjaan yang ada daripada mencari yang baru.
Selain itu, kegagalan penanganan lowongan pekerjaan dan munculnya Job Hugging ini adalah bukti rusaknya Sistem Kapitalisme yang diemban oleh negeri ini, karena mengutamakan keuntungan semata. Melakukan efisiensi dana semaksimal mungkin serta menggantikan tenaga kerja dengan kemajuan teknologi, sehingga jumlah pekerja lebih sedikit.
Oleh sebab itu, maka kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan oleh negara bagaikan pungguk merindukan bulan, padahal negara adalah pelayan dan pengurus rakyat. Sebagaimana disyariatkan dalam Islam. Rasulullah saw bersabda,“Imam itu adalah pemimpin dan dia diminta pertanggungjawaban atas orang yang ia pimpin.” (HR Bukhari dan Muslim).
Maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya agar bisa memenuhi kebutuhan mereka. Syariat menjamin semua kebutuhan dasar rakyat berdasarkan dalil-dalil tersebut.
Negara memastikan kewajiban suami dan ahli waris memberi nafkah kepada wanita terlaksana secara makruf dan orang yang tidak mampu bekerja secara syar’i akan diserahkan kepada walinya. Kemudian, jika para wali tidak ada, atau ada tetapi tidak mampu, kewajiban itu beralih kepada Baitulmal, yakni negara.
Dalam Sistem Islam yaitu Khilafah, fenomena job hugging dapat diantisipasi dengan cara, pertama, negara mengelola sumber daya alam yang terkategori milik umum (tambang, hutan, laut, dan lain-lain) secara mandiri. Islam melarang menyerahkan pengelolaan harta milik umum kepada individu atau swasta. Dengan demikian maka akan terciptalah lapangan pekerjaan yang cukup untuk rakyatnya.
Kedua, meghidupkan tanah mati yang berarti mengelola tanah tersebut dengan sesuatu yang menunjukkan bahwa tanah tersebut dikelola sehingga akan menyerap pekerja (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, An–Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hlm. 273).
Negara dapat memberikan status tanah mati, yaitu tanah yang tidak diurus dan ditelantarkan oleh pemiliknya kepada siapa saja yang dapat mengelola dan menanaminya sehingga produktivitas masyarakat akan tumbuh dan berkembang.
Rasulullah saw.bersabda, “Barang siapa menghidupkan tanah mati (membuka lahan baru), tanah itu menjadi miliknya.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, dan Abu Dawud). Hadis ini menunjukkan bahwa usaha untuk mengubah tanah yang tidak produktif menjadi produktif akan membawa keberkahan dan tanah tersebut menjadi milik siapa yang melakukannya.
Ketiga, memberi tanah produktif bagi rakyat yang membutuhkan untuk bertani/berkebun. Kebijakan ini dapat mengatasi angka pengangguran yang tinggi dan membuat rakyat lebih produktif bekerja.
Keempat, mendorong individu untuk bekerja. Negara bisa memberikan modal berupa pemberian atau pinjaman tanpa riba agar rakyat dapat memulai usahanya. Negara akan memberikan fasilitas berupa pelatihan dan keterampilan agar mereka dapat bekerja pada beragam jenis industri dan pekerjaa yang tersedia sehingga akan menciptakan para pekerja yang ahli di bidangnya.
Semua langkah ini hanya dapat dilakukan dengan diterapkannya sistem Islam kafah di bawah naungan negara yang menerapkan sistem Islam yaitu Khilafah. Wallahualam bissawab. [LM/ry].