Job Hugging dan Krisis Kapitalisme

Oleh Novi Kristiawati
LensaMediaNews.com, Opini_ Fenomena Job Hugging: Gejala Krisis Dunia Kerja
Fenomena job hugging semakin marak menghantui dunia kerja, baik di Indonesia maupun negara-negara lain. Istilah ini merujuk pada kecenderungan karyawan untuk bertahan di sebuah pekerjaan meskipun sudah tidak memiliki minat, gairah, atau motivasi, hanya demi keamanan finansial. Mereka memilih tetap bekerja dalam kondisi yang menyesakkan, dibanding mengambil risiko menjadi pengangguran. DetikFinance mencatat fenomena ini sebagai refleksi kelesuan ekonomi global. PHK massal, ketidakpastian pasar kerja, serta rendahnya kepercayaan diri lulusan baru membuat banyak orang lebih memilih bertahan. CNBC Indonesia menambahkan bahwa fenomena ini terjadi karena pasar kerja tidak memberi ruang aman bagi pekerja untuk berkembang. Job hugging bukan sekadar soal pilihan individu, tetapi menyingkap kelemahan mendasar dalam sistem ekonomi kapitalisme global yang gagal menyediakan jaminan pekerjaan bagi rakyatnya.
Job Hugging: Generasi yang Dipaksa Lelah
Fenomena job hugging sesungguhnya menunjukkan generasi muda yang terpaksa menjalani pilihan pahit. Mereka ingin bekerja sesuai passion, tapi realitas kapitalisme menjerat mereka untuk sekadar mencari aman meskipun dalam tekanan. Kompas menulis bahwa banyak generasi muda akhirnya memilih stagnasi daripada kehilangan pekerjaan. Akibatnya, inovasi, kreativitas, dan produktivitas bangsa ikut mandek. Kondisi ini berbahaya, karena generasi muda adalah aset umat. Jika mereka terjebak dalam kelelahan struktural, maka potensi besar umat Islam akan terus terkubur.
Kapitalisme dan Akar Masalah Dunia Kerja
Kapitalisme menempatkan pasar sebagai penentu utama distribusi kerja. Negara cenderung hanya berperan sebagai regulator yang memberi ruang sebesar-besarnya kepada swasta dan korporasi untuk menguasai sektor pekerjaan. Akibatnya, lapangan kerja bukan ditentukan oleh kebutuhan rakyat, melainkan oleh kalkulasi untung-rugi para kapitalis. Sistem ini melahirkan generasi lelah, yang kehilangan motivasi produktif hanya karena negara absen mengurus mereka. Dalam kapitalisme, tenaga kerja diperlakukan sebagai komoditas. Lulusan perguruan tinggi diarahkan agar “adaptif” terhadap dunia kerja, tetapi dunia kerja itu sendiri tidak disediakan negara—melainkan dibentuk oleh mekanisme pasar bebas. Itulah sebabnya, bahkan lulusan terbaik sekalipun bisa terjebak dalam pengangguran intelektual atau job hugging.
Islam: Negara Penanggung Jawab Utama
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang negara adalah pihak utama yang wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar setiap warga, termasuk pekerjaan. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Muqaddimah ad-Dustur (1952, pasal 153) menegaskan:
“Negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat, baik laki-laki maupun perempuan, sesuai dengan kemampuan masing-masing, agar mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.” Hal ini ditegaskan pula dalam buku beliau Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (1953), bahwa negara tidak boleh menyerahkan urusan vital seperti pekerjaan hanya kepada mekanisme pasar. Negara harus membuka peluang kerja melalui pengelolaan sumber daya alam, pembangunan industri, serta ihya’ al-mawat (menghidupkan tanah mati) agar rakyat bisa memperoleh penghidupan.
Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam dalam Kitab al-Amwal (abad ke-3 H) menulis bahwa Rasulullah ﷺ dan para khalifah sesudahnya memberikan tanah, modal, atau sarana kepada rakyat yang tidak memiliki pekerjaan, agar mereka bisa bekerja dan tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain. Dengan demikian, Islam tidak sekadar memberi kebebasan bekerja, tapi juga menyediakan jaminan nyata melalui sistem ekonomi yang meniadakan monopoli, ribawi, dan eksploitasi kapitalis.
Pendidikan dan Pekerjaan: Dibingkai Ibadah
Job hugging juga lahir karena pekerjaan kehilangan makna. Dalam sistem sekuler, pekerjaan dianggap sekadar sarana mencari uang, bukan ibadah. Akibatnya, ketika uang sudah tidak cukup atau ketika motivasi hilang, pekerja mudah merasa hampa. Islam mengajarkan bahwa mencari nafkah adalah bagian dari ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Sebaik-baik pekerjaan adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Ahmad)
Dengan bingkai ini, setiap pekerjaan dilakukan bukan sekadar untuk bertahan hidup, melainkan untuk mengabdi kepada Allah. Sehingga motivasi tetap hidup, meski dalam pekerjaan sederhana sekalipun.
Solusi Islam: Negara, Sistem, dan Generasi yang Produktif
Islam menawarkan solusi komprehensif:
1. Negara hadir sebagai penanggung jawab pekerjaan. Tidak boleh ada warga yang dibiarkan tanpa lapangan kerja. Maka setiap kebijakannya mengenai ketenagakerjaan akan selalu memihak kebutuhan rakyat bukan investor.
2. Sumber daya alam dikelola negara, bukan swasta atau asing, sehingga keuntungan besar digunakan untuk membuka industri dan menyerap tenaga kerja. Dan tidak akan membiarkan adanya swastanisasi SDA yang akan berdampak pada kesejahteraan rakyat.
3. Ihya’ al-mawat: Tanah mati diberikan kepada rakyat yang mampu mengelolanya, sehingga membuka lapangan kerja baru di sektor agraria. Dan meratakan kepemilikan tanah kepada siapapun rakyat yang mau bekerja, mengelola tanah agar menjadi produktif.
4. Pendidikan dibingkai dengan ruh Islam, agar generasi tumbuh dengan motivasi ibadah, bukan sekadar mencari uang. Di dalam QS Al-Jumu’ah: 10 Allah telah berfirman:
> فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُوا۟ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Ayat ini menegaskan bahwa bekerja adalah bagian dari ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah.
Penutup: Mengakhiri Job Hugging dengan Islam Kaffah
Fenomena job hugging adalah alarm keras bahwa sistem kapitalisme global telah gagal menyediakan kehidupan layak bagi rakyat. Generasi muda dipaksa menanggung beban pilihan pahit: bertahan dalam pekerjaan yang menyesakkan, atau menganggur tanpa jaminan. Dan fenomena ini tentunya menjadi salah satu tanda kehancuran sebuah bangsa.
Islam memberikan jalan ke luar yang jelas. Negara dalam sistem Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah akan hadir sebagai penanggung jawab utama. Ia akan membuka lapangan kerja, mengelola sumber daya, dan menjadikan pekerjaan sebagai bagian dari ibadah yang terwujud sebagai buah aqidah yang kokoh. Yang terpatri dalam benak generasi muda. Dan tentunya dijaga oleh negara.
Inilah yang membedakan Islam dengan kapitalisme: Islam menyehatkan, sementara kapitalisme melumpuhkan. Job hugging hanya akan berakhir jika umat kembali kepada Islam kaffah. Wallahu a’lam.