Kohabitasi, Kapitalisme, dan Solusi Islam Kafah

Kohabitasi

Oleh Tuti Rahay

 

LensaMediaNews.com, Opini_ Beberapa waktu lalu, publik Indonesia digemparkan oleh kasus mutilasi yang melibatkan sepasang kekasih di Mojokerto–Surabaya. Seorang pemuda bernama Alvi (24) tega menghabisi nyawa pacarnya, TAS (25), kemudian memutilasi tubuhnya menjadi ratusan potongan yang sebagian disimpan di kamar kos di Surabaya. Polisi menyebutkan motif utamanya adalah masalah sepele, mulai dari pintu kos yang tidak dibukakan hingga beban ekonomi yang dituntut korban. Tragedi ini menyingkap sisi gelap pergaulan anak muda yang semakin terbiasa dengan kohabitasi alias kumpul kebo. Ini hanya salah satu contoh fakta pergaulan bebas yang ada di Indonesia, dan masih banyak contoh-contoh lain yang membuat miris kondisi saat ini.

 

Kapitalisme, Sekularisme, dan Kebebasan yang Menyesatkan

Kapitalisme lahir dari pandangan sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Dalam kerangka ini, agama hanya dianggap urusan pribadi, sedangkan ranah sosial, politik, hingga gaya hidup diatur oleh akal dan kesepakatan manusia semata. Akibatnya, standar halal-haram nyaris hilang dari ruang publik. Fenomena kohabitasi yang makin marak di kalangan anak muda adalah contoh nyata dari dampak kapitalisme. Hubungan laki-laki dan perempuan direduksi menjadi sekadar relasi emosional dan material, tanpa ikatan suci pernikahan. Bahkan negara pun membiarkan, sebab dalam hukum positif sekuler, perzinaan tidak dipandang sebagai tindak pidana kecuali jika menimbulkan korban nyata.

 

Kapitalisme juga menumbuhkan budaya hedonis: kebahagiaan diukur dari kesenangan sesaat, kepuasan materi, dan kebebasan tanpa batas. Anak muda dibentuk untuk hidup instan, mudah bosan, dan gampang frustrasi ketika ekspektasi tak terpenuhi. Kasus mutilasi Mojokerto memperlihatkan bagaimana pacaran yang awalnya dianggap “bebas dan indah”, berakhir dengan kekerasan ekstrem hanya karena masalah emosional dan ekonomi. Bagaimana kalau kondisi seperti ini tetap dibiarkan? Akankah generasi muda punya masa depan yang baik?

 

Inilah persoalan besar yang harus kita pikirkan. Sebagai seorang muslim tentunya kita tidak bisa tinggal diam melihat kemungkaran yang ada. Kasus mutilasi akibat kohabitasi menunjukkan betapa rapuhnya ideologi kapitalisme dalam mengatur kehidupan. Kebebasan tanpa batas yang dijanjikan kapitalisme justru berujung pada kehancuran moral, kekerasan dan penderitaan. Kapitalisme gagal memuaskan akal karena tidak sesuai dengan fitrah manusia. Saatnya memikirkan apa yang harus dilakukan untuk meninggalkan pemikiran kapitalis sekuler yang sangat membahayakan. Kembalikanlah sebagaimana Islam menjadi agama yang sempurna yang bisa menyelesaikan semua persoalan hidup manusia. Tata pergaulan laki-laki dan perempuan di dalam Islam sudah jelas bisa mengatur hal ini, tinggal apakah saat ini kaum muda mau belajar Islam secara sempurna atau tidak.

 

Islam Kafah: Jalan Hidup sesuai Fitrah Manusia.

Islam kafah menawarkan konstruksi ideologi yang sangat berbeda. Dalam Islam, hubungan laki-laki dan perempuan diatur dengan garis tegas. Pacaran apalagi kohabitasi jelas dilarang, bukan karena Islam anti-kebebasan, melainkan justru karena Islam ingin menjaga fitrah manusia. Dengan pondasi iman (takwa) dan akidah yang kuat, seorang Muslim memiliki filter internal terhadap godaan dan konflik emosional. Selain itu, Islam menegaskan kontrol sosial melalui amar ma’ruf nahi munkar, yakni saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Negara pun wajib menerapkan pendidikan berbasis akidah Islam, membangun sistem sosial yang sehat, serta menegakkan sanksi syariah terhadap pelanggaran sebagai efek jera.