Menghadirkan Peradaban Islam dari Akar Keimanan

Oleh Najma Nabila
LensaMediaNews.com, Surat Pembaca_ Dalam pembukaan Musabaqoh Qira’atil Kutub (MQK) Internasional di Wajo, Sulawesi Selatan, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa peradaban emas harus dimulai dari lingkungan pesantren (kemenag.go.id 2/10). Harapan itu tentu bukan sekadar angan kosong. Lingkungan pesantren yang bernafaskan pendidikan islami tentu memiliki visi dan misi untuk membangun peradaban islami sebagaimana peradaban yang telah Rasulullah saw bangun pada masa kekhilafahan Islam.
Menag juga menyampaikan bahwa kegemilangan Islam serupa masa kejayaan Baitul Hikmah di Baghdad akan dicapai jika ada integrasi antara kemampuan ilmu agama dan ilmu umum. Artinya, para cendekiawan muslim tidak hanya pandai dalam salah satu urusan agama atau urusan ilmu umum saja. Melainkan, integrasi kecerdasan keduanya akan mengantarkan Islam kembali pada puncak kejayaan. Pertanyaannya, benarkah hanya dengan hal tersebut maka Islam akan kembali pada puncak kejayaannya.
Jika kita merujuk pada masa Kekhalifahan Umayyah, saat ketika Baitul Hikmah menyebarkan cahaya kegemilangan Islam ke seluruh penjuru dunia, maka kita memang akan menemukan para cendekiawan muslim yang menguasai banyak disiplin ilmu. Tak hanya pandai dalam Matematika, tetapi juga Fiqih. Memahami ilmu bumi, dibarengi dengan pemahaman ayat Al Qur’an. Hal ini tentu memberikan dampak signifikan pada pertumbuhan umat di masa itu. Namun, perlu diketahui bahwa integrasi keilmuan di masa itu diperoleh karena landasan keimanan seluruh umat.
Iman yang melandasi masyarakat muslim menjadi bahan bakar untuk jalannya negara. Pemimpin mengatur rakyatnya dengan aturan Islam. Rakyat pun semangat mencari ilmu bukan karena alasan dunia, melainkan dengan motivasi untuk memperoleh rida Allah dan menjadi bermanfaat untuk umat. Tak hanya itu, dukungan negara bagi para pencari ilmu juga sangat besar. Islam menjamin pendidikan berkualitas dan menghargai profesi dengan upah yang baik. Terciptalah lingkungan belajar dan berkarya yang sehat dan bersih, diakses dengan murah dan berkualitas, layak secara insentif, dan tak dipenuhi intrik politik apalagi jalan pintas bagi orang berduit. Iman yang menggerakkan jiwa-jiwa umat muslim untuk terus bergerak tak kenal lelah mencari ilmu. Hasilnya, tak ada orang yang membentur-benturkan amalan dan ilmu dunia maupun akhirat.
Karena muaranya sama, semua ilmu untuk memperoleh rida Allah. Tak hanya itu, ilmu pun dipelajari untuk memberikan manfaat bagi sekitar. Motivasi pahala jariyah dan ridha Allah yang dikejar serta masyarakat yang hanif menjadikan peradaban Islam dan Baitul Hikmah yang kita kenal menjadi ‘legacy‘ dari peradaban Islam yang gemilang. Peradaban itu yang akan kita, umat muslim kejar saat ini untuk mewujudkan peradaban emas sesuai kata Menteri Agama itu tadi. Untuk mewujudkannya, cara yang sama yang digunakan Rasulullah dalam membangun peradabanlah yang seharusnya terus kita ikuti.
Wallahu a’lam bish shawwab.