Hilangnya Kehadiran Ayah sebagai Buah Sistem Kapitalis

Fatherhood

Oleh Najma Nabila, Bogor

 

LensaMediaNews.com, Surat Pembaca_ Sebuah unggahan di media sosial instagram ketika seorang papa “meminjamkan” dirinya untuk teman-teman yang mengalami fatherless viral di media sosial. Melalui laman komentar, banyak yang kemudian mengisahkan kehidupan keluarganya tanpa peran ayah meski tinggal seatap. Hal ini diperkuat oleh data Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret 2024 yang menyebutkan bahwa potensi fatherless di Indonesia mencapai 20% setara hampir 16 juta anak Indonesia. Fenomena ini terbagi menjadi beragam sebab seperti jam kerja ayah yang berlebih, perceraian, bekerja di luar kota, KDRT, dan lain sebagainya (kompas.id 10/10/2025).

 

Kehidupan yang terus berjalan dari waktu ke waktu menunjukkan cengkeraman ekonomi yang makin mencekik. Biaya hidup yang mahal, kebutuhan pokok yang terus meningkat, juga minimnya dukungan pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan warganya. Mau tidak mau, hal ini membuat para ayah harus bekerja lebih keras memenuhi kebutuhan. Konsekuensinya adalah meninggalkan keluarga lebih lama dari biasanya. Di sisi lain, tuntutan kehidupan layak dalam keseharian juga membuat banyak orang tak paham bagaimana menjalankan tanggung jawab sebagai orang tua dan pasangan yang baik. Buahnya adalah keluarga disfungsi di mana salah satunya adalah fenomena tidak merasakan kehadiran ayah walaupun hidup seatap.

 

Lambat laun, hal ini menjadi bom waktu. Tumbuh anak-anak yang minim merasakan peran ayah dalam keseharian juga tak paham cara menjadi ayah yang baik ketika kelak berkeluarga. Akhirnya, peran ayah dijalankan dalam sisi peran ekonomi saja, yaitu memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Padahal, peran ayah dalam sebuah keluarga juga mencakup fungsi teladan, memberi rasa aman, dan juga pendidik bagi seluruh anggota keluarga.

 

Kehadiran ayah banyak dipengaruhi oleh tuntutan sistem. Ketika sistem kapitalis memaksa seluruh masyarakat memiliki kecukupan finansial untuk hidup layak, waktu sang ayah nyata menjadi hal yang harus dibayar untuk memenuhi itu semua. Dalam letihnya sang ayah memiliki keharusan untuk hadir di tengah keluarga. Namun, minimnya waktu dan pengetahuan tentang peran ayah membuatnya secara sistemik jauh dari keluarga.

 

Dalam Islam, tumbuh kembang seorang anak tak hanya dipegang oleh seorang ibu. Peran ayah sama penting dengan kehadiran ibu. Setiap anak butuh peran berbeda dari ayah dan ibu yang akan saling melengkapinya untuk tumbuh dan mendewasa. Karenanya, Islam memahami betul pentingnya mendukung kehadiran ayah dengan menghadirkan lapangan pekerjaan yang tersebar merata, dekat secara lokasi, berupah layak, dan hal-hal lain yang mendukung optimalnya kehadiran ayah dalam keluarga. Tak lupa, kebutuhan pokok pun diatur harganya agar mampu terbeli oleh perekonomian yang standar bagi banyak keluarga. Hal-hal ini terdengar sederhana, tetapi dapat mendukung kehadiran ayah di tengah keluarga. Semoga sistem seperti ini segera hadir di tengah-tengah kita, agar generasi demi generasi terbebas dari isu fatherless. Aamiin.