Pujian Sang Durjana, Benarkah untuk Perdamaian?

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSaMediaNews.Com–Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto telah tiba di Tanah Air setelah menuntaskan kunjungannya untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Gaza di Sharm el-Sheikh, Mesir. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan, kunjungan kerja ini merupakan wujud dari komitmen kuat Indonesia dalam upaya menciptakan perdamaian dunia, khususnya di jalur Gaza, Palestina (Antaranews.com, 14-10-2025).
Presiden Prabowo bersama 20 pemimpin dunia lainnya, turut menyaksikan penandatanganan perjanjian perdamaian dan penghentian perang Gaza yang dilakukan oleh Presiden AS Donald Trump, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani.
Ada satu momen dimana Prabowo mendapat pujian khusus dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas pencapaian kesepakatan perdamaian di Gaza. Trump menyebut Prabowo sebagai “sosok yang luar biasa” dan Indonesia sebagai negara yang hebat dan kuat.
Posisi Kuat atau Nyata Tidak Berdaulat?
Perjanjian tersebut mencakup proposal komprehensif yang berisi 20 poin dan deklarasi yang menguraikan visi masa depan perdamaian, stabilitas, dan rekonstruksi di seluruh kawasan. Di antaranya mengatur penghentian segera permusuhan antara Israel dan Hamas di Gaza, pertukaran sandera dan tahanan kedua belah pihak, serta peta jalan untuk rekonstruksi administratif dan ekonomi Gaza. Uniknya, perwakilan dari Israel dan Hamas, yang merupakan pihak utama dalam perang Gaza, tidak hadir (fromkabarika.id, 13-10-2025).
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu beralasan hari raya Yahudi Simchat Torah. Sebaliknya, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, hadir dan mendapat sambutan hangat dari Trump. Kemudian Trump menunjuk Dewan Perdamaian (Board of Peace) untuk mengawasi Gaza pasca perang, dengan dirinya sebagai ketua dan mantan PM Inggris Tony Blair sebagai anggota utama.
Pujian Trump untuk Prabowo tak mengubah kenyataan bahwa Palestina belum merdeka. Berbagai perjanjian damai, komitmen para pemimpin dunia termasuk di dalamnya pemimpin negeri muslim tak akan ada yang bisa menjamin perjanjian damai ini akan benar-benar terwujud.
Sebagai negara pengemban Kapitalisme, AS tak mungkin semudah itu melunak kecuali ia telah menyiapkan sejuta kemungkinan untuk mangkir dan melindungi kepentingannya di wilayah negeri muslim terkhusus Palestina. Negeri kaya raya sumber daya alam yang menjadi incaran banyak bangsa eropa termasuk Inggris yang pasca perang dunia kedua berhasil disingkirkan oleh Amerika.
Perjanjian ini bisa sewaktu-waktu berubah menjadi tipu daya. Pembacaan politik semestinya ada pada para pemimpin negeri muslim termasuk presiden Prabowo. Bukankah Allah swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu sebagai teman kepercayaan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut-mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi...” (TQS Ali ‘Imrân :118-119).
Apa yang disepakati Prabowo jelas mengkhianati konstitusi yang menyebutkan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Bukan dengan perjanjian damai, meski ia hanya sebagai saksi. Dalam waktu yang bersamaan ia telah menjebloskan saudara seiman dalam penderitaan yang berkepanjangan. Palestina tak akan merdeka dengan jalan perjanjian perdamaian.
Watak AS dan Israel sama-sama tak mengenal kata damai. Intervensi mereka dalam urusan Palestina, bahkan menempatkan Inggris sebagai pengawas adalah bagian dari penjajahan yang tak akan dilepas dengan alasan apapun meski versi berbeda.
Demikin pula dengan solusi dua negara yang terus didorong untuk disepakati dan diterapkan. Padahal sesungguhnya solusi ini adalah legalisasi penjajahan oleh Israel atas wilayah Palestina. Sebabnya jelas, seluruh wilayah Palestina, termasuk yang diklaim oleh Zionis Yahudi, adalah milik kaum muslim. Seluruh wilayah Palestina adalah tanah kharaj karena masuk ke dalam kekuasaan Islam lewat penaklukan di era Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab ra.
Jihad dan Khilafah Bisa Bebaskan Palestina
Allah swt. berfirman yang artinya, ” Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian“. (TQS al-Baqarah : 190). Betapa jelaa Allah menunjukkan kepada hambaNya, kasih-sayang terhadap derita penduduk Gaza seharusnya diwujudkan dalam bentuk jihad fî sabilillah mengusir Israel, bukan mengakui eksistensi Negara Zionis.
Maka dari itu, tak ada jalan lain selain mewujudkan kepemimpinan global yang benar-benar melindungi kaum muslim, dimana pun berada. Itulah Khilafah Islam yang telah diwajibkan oleh syariah.
Hanya dengan Khilafah kehormatan, harta dan jiwa umat Islam sedunia terpelihara, sekaligus mampu menyatukan seluruh negeri muslim, memimpin mereka, lalu mengibarkan jihad fî sabilillah untuk mengusir para penjajah dari negeri-negeri kaum Muslim, khususnya Palestina. Wallahualam bissawab. [LM/ry].