Fenomena Fatherless, Peran Ayah Terkikis Akibat Kapitalis

Ayah1-LenSaMediaNews

Oleh : Punky Purboyowati, S. S

 

LenSaMediaNews.Com–Fatherless, sebuah fenomena yang tak tabu namun cukup populer. Fatherless bukanlah drama bukan pula cerita namun sebuah kehidupan nyata yang menggambarkan kondisi seorang anak tumbuh tanpa figur seorang ayah baik fisik maupun psikologis. Sebuah fenomena yang sungguh mengerikan. Sehari tanpa ayah di sisi anak, dampaknya sangat fatal bagi tumbuh kembang dan masa depannya.

 

Data  menunjukkan sekitar seperlima anak Indonesia atau 20,1 persen (15,9 juta anak), tumbuh tanpa pengasuhan ayah (fatherless). Angka ini bukan sekadar statistik. Namun cermin persoalan mendalam dalam struktur keluarga dan budaya kerja di Indonesia, yang sering menempatkan ayah sebagai sosok pencari nafkah semata, bukan pendidik emosional dan teladan utama anak. Tiadanya figur ayah tidak selalu berarti bahwa fisik ayahnya tidak ada. Justru sebagian besar kasus ini muncul karena fisik ayah ada namun absen secara emosional dalam peran pengasuhan (tagar.co, 8-10-2025).

 

Peran Ayah Terkikis

 

Fatherless muncul bukan semata lahir dari ruang hampa namun dilatarbelakangi oleh kesibukan mencari nafkah dan tiadanya sosok ayah sebagai pendidik. Fatherless buah dari Sistem Kapitalis sekuler, sistem yang mengutamakan materi serta mengingkari peran agama dalam mengatur kehidupan. Tuntutan hidup semakin tinggi, membuat ayah lupa perannya, disibukkan mencari nafkah dan tak banyak waktu untuk keluarga.

 

Fenomena ini menunjukkan krisis pengasuhan terjadi secara sistemis. Data survey sosial ekonomi nasional (susenas) Maret 2024, ada 15,9 juta anak atau setara dengan 20, 1 persen dari total 79, 4 juta anak yang berusia kurang dari 18 tahun yang berpotensi Fatherless. Sebanyak 4,4 juta tidak tinggal bersama ayah. 11,5 juta ayah sibuk bekerja, separuhnya  banyak bekerja di luar kota.

 

Sistem Kapitalis menyebabkan peran ayah terkikis. Tugas pengasuhan yang harusnya dilakukan ayah namun digantikan oleh ibu. Tugas ibu menjadi berlipat-lipat. Di tengah sulitnya ekonomi dan krisis sosial. Jika pun ibu  mampu namun hal itu hanya terjadi secara darurat misal ditinggal kerja jauh oleh suaminya dan hasilnya tidak akan optimal.

 

Fatherless membuat anak sulit diatur. Terjadi kenakalan remaja, pergaulan bebas, narkoba, anak durhaka, minim akhlak dan lain-lain, hasil didikan ala Kapitalis yang mengedepankan nilai materi dari agama. Jiwa anak kosong dari nilai agama dan tak tahu arah tujuan hidup. Ditambah sistem pendidikan hari ini yang hanya mengejar nilai di sekolah, masih ditambah dengan porsi jam pelajaran agama yang sedikit. Wajar jika anak berperilaku menyimpang dari ajaran agama.

 

Hal ini berpengaruh pada kehidupan sosial dan prestasi akademiknya. Anak yang  kehilangan figur ayah cenderung memiliki stres lebih tinggi serta kesulitan berkomunikasi. Wajar anak mencari figur lain seperti teman sebaya, media sosial, bahkan tokoh yang belum tentu jadi teladan baik. Dari itu membutuhkan solusi yang bijak.

 

Mengembalikan Peran Ayah

 

Anak merupakan amanah yang wajib dijaga. Kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Maka orangtua yang memiliki anak berarti memiliki kewajiban untuk menjaga dan mendidiknya. Islam memberikan aturan bagi ayah dan ibu dengan fungsi yang berbeda.

 

Ayah pemberi nafkah dan teladan dalam mendidik anak. Sedangkan Ibu memiliki peran dalam mengasuh, menyusui, mendidik dan mengatur rumah tangga. Keadilan syariat juga mencakup kedudukan anak dalam hal  perwalian sehingga tak ada anak yang tak jelas walinya.

 

Terkait fatherless wajar terjadi di negeri Kapitalis hari ini. Orangtua tak memahami cara mendidik anak, sebab Islam dijauhkan dari sistem pengaturan negara.  Al-Qur’ an telah secara lengkap memberikan pengajaran kepada manusia bagaimana menjadi seorang ayah, peran ibu dan hukum pengasuhan, sebagaimana firman Allah dalam Surat Luqman ayat 13,14, 17, 18, dan 19. Serta dalam kisah Nabi Ibrahim dan Ismail.

 

Islam mampu mengembalikan peran ayah melalui mekanisme yang tepat. Di antaranya, negara menyediakan lapangan kerja, upah yang layak, jaminan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan. Ketika semua terpenuhi. Ayah yang dimudahkan negara, akan mampu memenuhi kebutuhan emosional anak.  Tangki cintanya terpenuhi, maka anak akan optimal tumbuh kembangnya, demikian pula pendidikan Islam yang berdasar akidah, membuat anak mampu menyikapi persoalan hidupnya sesuai syariat.

 

Dalam Islam, perna utama ayah juga  menanamkan nilai tauhid,  teladan dan  akhlak. Melakukan komunikasi lemah lembut tidak otoriter, sabar dan tidak emosional. Kehadiran negara  dalam  menyelesaikan persoalan Fatherless akan  jauh lebih cepat, akar persoalan teratasi, maka tak sulit mewujudkan keluarga bahagia, sejahtera dunia akhirat. Wallahualam bissawab. [LM/ry].