Tren Merokok Kalangan Muda : Silent Killer Generasi

Rokok-LenSaMediaNews

Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

 

LenSaMediaNews.Com–Direktur Departemen Promosi dan Pencegahan WHO (World Health Organization), Etienne Krug, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap peningkatan tren vaping alias penggunaan rokok elektrik pada 15 juta remaja seluruh dunia. Menurutnya, tren pada remaja usia 13 -15 tahun tersebut, bakal menjadikan mereka kecanduan nikotin sejak dini dan menghancurkan masa depan generasi (inforemaja.id, 14-10-2025).

 

Kekhawatiran tersebut sangat beralasan, karena vaping terbukti menimbulkan berbagai penyakit serius, seperti halnya rokok tembakau. Gangguan kesehatan serius yang dipicu oleh vaping antara lain penyakit paru-paru EVALI (E-cigarette or Vaping Product Use-Associated Lung Injury) dan penurunan fungsi memori. Tak hanya perokok aktif vape, perokok pasif vape pun terdampak eksaserbasi. Keberadaan zat perasa dalam vape, seperti menthol, juga bersifat racun terhadap jaringan paru dan karsinogenik (kompasiana.com, 20-12-2024).

 

Setengah Hati, Meski Petaka Di Depan Mata

 

Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Indonesia, 23 persen anak di Indonesia mulai mengisap rokok tembakau di usia 10-14 tahun, malahan ada yang sudah terpapar sejak usia 9 tahun. Pengguna vape berada di rentang usia 10-18 tahun, dan jumlahnya meningkat hampir 10 kali lipat hanya dalam waktu 2 tahun (2016-2018). Pesatnya peningkatan tersebut karena sedemikian mudahnya mendapatkan rokok tembakau maupun vape (bbc.com, 10-01-2024).

 

Peringatan Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sejak tahun 2015 silam terkait silent killer generasi ini, tak ditanggapi serius oleh pemerintah. Meski UU 17/2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 telah ditetapkan, juknis pengawasan iklan, promosi, sponsor produk tembakau dan rokok elektronik tak kunjung diterbitkan.

 

Sikap setengah hati pemerintah tak lain karena industri rokok tembakau maupun vape berkontribusi besar melancarkan perekonomian negara. Cukai produk tembakau dan cairan vape mengalirkan cuan yang cukup besar. Industri rokok pun menciptakan lapangan kerja bagi jutaan warga negara Indonesia.

 

Petaka bakal terus berdatangan ketika negeri muslimin diatur dengan Sistem Demokrasi. Sistem ini batil karena bukan dari ajaran Islam. Asasnya yang sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) menghasilkan berbagai kebijakan yang lebih mementingkan keuntungan materi ketimbang keselamatan rakyat. Manakala suatu perkara masih mendatangkan pundi-pundi uang, peraturan pun sekedar formalitas di atas kertas, sementara penegakan aturan maupun pengawasannya nyaris tak terjadi.

 

Konsistensi Regulasi Demi Keselamatan Generasi

 

Islam adalah ajaran paripurna. Semua kebaikan maupun keburukan dalam ajaran Islam, hanyalah berdasarkan firman Allah Taalaa, bukan berdasarkan pemikiran manusia yang sering dipengaruhi hawa nafsu. Dengan kesempurnaannya tersebut, sepatutnyalah Indonesia sebagai negeri muslimin menjadikan Islam sebagai sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan bernegara.

 

Ada perkara yang disebutkan dalam Al- Qur’an secara jelas kehalalan dan keharamannya. Di luar kategori tersebut adalah perkara mubah (dibolehkan secara syariat). Dalam perkara yang mubah, Allah Taalaa mengajak manusia untuk berpikir dan menganalisanya. Sebagaimana firman Allah swt. yang artinya , “Yang menyuruh mereka mengerjakan yang maruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik (at-thayyib) dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (al-khabits)“. (TQS Al-Araf :157).

 

Berdasarkan firman Allah tersebut, jelaslah bahwa rokok, baik memproduksi, memperjualbelikan maupun menggunakannya adalah suatu perkara yang haram karena berbagai bahaya kesehatan yang ditimbulkannya. Dasar pemikiran seperti inilah yang pernah diambil oleh Sultan Murad IV dari Khilafah Utsmaniyah.

 

Pada masa kepemimpinan Beliau, rokok merupakan sesuatu hal yang menjamur di dunia, tak terkecuali para bangsawan Muslimin pun terjangkit virus kecanduan rokok. Sultan Murad IV menyaksikan sendiri berbagai dampak buruk yang ditimbulkan oleh rokok terhadap rakyatnya. Oleh karenanya, Sultan Murad IV pun menetapkan aturan yang melarang konsumsi rokok di seluruh wilayah Kekhalifahan Utsmaniyah.

 

Beliau pun konsisten melakukan pengawasan dengan menyamar sebagai rakyat jelata, guna melihat kepatuhan rakyat terhadap peraturan tersebut. Bagi warga yang kedapatan mengonsumsi alkohol dan tembakau (merokok), maka akan ditangkap dan diproses secara hukum. Konsistensi tindakan Sultan Murad IV, berhasil menjadikan warga Muslimin lebih berhati-hati terhadap rokok.

 

Keimanan dan ketakwaan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin negeri muslimin. Semua aktivitas yang mengundang bahaya (dharar) harus dihentikan. Seperti dalam kasus rokok ini, maka semua aktivitas yang berkaitan dengan produksi, peredaran maupun konsumsinya rokok, tidak boleh dilakukan, meski mengalirkan pundi-pundi uang bagi negara. Wallahu alam bisshowab.  [LM/ry].