Kejahatan Seksual Mewabah, Buah Tatanan Hidup Tak Sesuai Fitrah

IMG-20200201-WA0026

Oleh: Umi Diwanti

 

 

LensaMediaNews— Setelah heboh kasus Reinhard yang disusul tertangkapnya ketua Ikatan Gay Tulungagung, Mami Hasan yang telah mencabuli belasan anak di bawah umur. Ternyata masih banyak lagi predator seksual lainnya. Radarcianjur.com merilis bahwa sejak bulan Mei 2019, Satreskrim Cianjur telah berhasil menangkap sembilan tersangka pelaku pencabulan.

 

Yang paling menonjol adalah kasus dengan korban usia 11 tahun yang dibawa kabur oleh pelaku selama empat tahun. Saat ditemukan, korban sedang hamil 9 bulan. Berawal dari keahlian memijit. Pelaku memesan jasa pijit korban dengan menelpon orangtua korban. Setelah mendatangi pelaku, korban tak kunjung pulang. Setelah empat tahun baru ditemukan.

 

Mirisnya rudapaksa anak di bawah umur ini seringkali dilakukan oleh orang terdekat. Misalnya bapak kandungdan bapak tiri. Di antaranya karena istri menjadi TKI dan sering menonto film dewasa. (radarcianjur.com, 29/1/2020)

 

Untuk mencari solusi hakiki masalah kejahatan seksual ini kita harus lebih dulu memahami keberadaan naluri seksual itu sendiri. Dalam pandangan Islam, naluri seksual adalah salah satu potensi dasar manusia yang Allah berikan. Untuk melestarikan keberadaan manusia.

 

Adapun sifatnya, naluri adalah sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya dari dalam diri. Melainkan dari luar. Karenanya Islam sangat menjaga manusia dari segala sesuatu yang bisa merangsang naluri seksual kecuali dalam hubungan suami isteri.

 

Islam mengharamkan pornografi dan pornoaksi dalam bentuk apapun. Memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan dan mewajibkan keduanya menutup aurat. Islam juga mengharamkan laki-laki dan perempuan bukan mahrom berdua-duaan dan ikhtilat (campur baur). Namun Islam memudahkan pernikahan. Bahkan dibantu jika ada yang terkendala.

 

Kemudian dalam pernikahan itu Allah mewajibkan kedua belah pihak untuk memenuhi hak pasangannya masing-masing. Di antaranya kewajiban isteri memenuhi panggilan ‘ranjang’ suami meski sedang berada di atas unta.

 

Sebuah istilah yang menggambarkan betapa suami itu harus dipenuhi hasrat seksualnya. Jika tidak, bisa bahaya. Buktinya banyak yang melakukan rudapaksa tersebab masalah ketidakpuasan. Entah itu isteri bekerja atau sebab lainnya.

 

Meski demikian bukan berarti perempuan sekedar pelayan, Islam memberikan hak yang setimpal yang diwajibkan pada suami. Diantaranya jaminan nafkah dan dipergauli dengan ma’ruf. Dengannya kewajiban melayani suami tidaklah menjadi beban bagi para isteri.

 

Adapun zaman sekarang, seperti yang kita saksikan. Betapa masyarakat dibanjiri pornografi dan pronoaksi di dunia nyata apalagi maya. Aurat bertebaran di mana-mana bahkan kampanye dehijabisasi pun dilegalisasi. Dibiarkan tanpa ada tindakan tegas. Kehidupan campur baur pun sudah menjadi gaya hidup.

 

Pacaran dan ikatan haram lainnya dibiarkan selagi tak ada yang menuntut karena merasa dirugikan. Di sisi lain pernikahan justru semakin dipersulit. Tak hanya oleh adat masyarakat yang terlanjur melekat semisal seserahan yang banyak serta pesta yang meriah. Tapi juga oleh aturan negara. Baik masalah batasan minimal usia nikah maupun sertifikasi nikah.

 

Wajar jika akhirnya ada istilah, “Kalau bisa beli daging kiloan ngapain harus pelihara sapi.” Menikah dianggap beban sebagaimana memelihara sapi. Sementara perzinahan dianggap menjadi solusi karena lebih praktis dan murah meriah. Naudzubillah.

 

Jikapun sebagian besar masih memilih menikah. Akibat kehidupan sekuler kapitalis di mana negara abai terhadap jaminan pemenuhan kebutuhan. Membuat kebanyakan para isteri terpaksa ikut banting tulang. Hingga akhirnya kelelahan dan pelayanan pada suaminya terabaikan.

 

Maka tak heran banyak pelaku kejahatan seksual hari ini adalah mereka yang sudah berkeluarga namun tak terpuaskan nalurinya seksualnya. Sedangkan tayangan yang merangsang ada di mana-mana. Ditambah minimnya pemahaman tentang batasan aurat antar sesama keluarga, turut memperkeruh suasana. Hingga banyak kasus seorang bapak memangsa anak dan keluarganya sendiri.

 

Dari sini jelaslah sudah bahwa kejahatan seksual merajalela disebabkan manusia hidup di atas aturan yang mengesampingkan fitrah penciptaan manusia. Enggan mengambil syariah Allah sebagai pijakan. Maka tidak ada cara mujarab menghentikan kejahatan seksual kecuali dengan mengembalikan tatanan hidup manusia sesuai fitrahnya.

 

Dan tidak ada aturan yang sesuai fitrah kecuali syariat Islam. Sebagai bukti kita peduli generasi. Mari akhiri kejahatan seksual ini dengan bersama-sama berjuang mengembalikan kehidupan Islam. Luangkan waktu untuk mengkaji dan mendakwahkannya. Inilah cara terbaik yang bisa kita persembahkan. [LN/LM]