Bahasa Asing dan Daya Saing

Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi meminta untuk memasukkan kemampuan Bahasa Mandarin di samping Bahasa Arab dan Inggris, sebagai kemampuan lebih bagi siswa Madrasah Aliyah (MA). Alasannya, untuk meningkatkan daya saing lulusan. Sebab, Bahasa Mandarin dipandang termasuk bahasa asing yang banyak digunakan dalam dunia kerja.
Kalau memang tujuannya adalah peningkatan daya saing, nampaknya Bahasa Mandarin belum termasuk sesuatu yang urgen bagi siswa MA. Mengingat, latar belakang pendidikan mereka adalah sekolah agama. Sehingga, urgensi bahasanya lebih tepat ke Bahasa Arab. Pun, dunia kerja skala internasional masih masif menggunakan Bahasa Inggris untuk kelancaran komunikasi.
Di samping itu, geliat investasi Cina di Indonesia kian merebak. Bukan tidak mungkin muncul kekhawatiran masyarakat jika ekonomi Indonesia akan kental dengan nuansa otoritas Cina tatkala bahasa Mandarin menjadi syarat resmi kelulusan sekolah.
Adapun daya saing lulusan, seyogianya lebih fokus ke peningkatan kapasitas afektif (moral dan agama), tanpa menafikan sisi kognitif dan psikomotor. Pembangunan manusia melalui pendidikan hari ini berorientasi pada lulusan pekerja, bukan pemikir. Maka tak heran jika banyak kasus korupsi dan asusila yang didalangi oleh orang-orang intelek. Pun, untuk posisi kerja, lulusan kita cenderung menempati status sebagai buruh, bukan sebagai ahli.
Oleh karena itu, tidak kah sebaiknya rencana usulan Bahasa Mandarin tersebut dikaji ulang? [RA/LM]
Ilmi Mumtahanah
Konawe, Sulawesi Tenggara