Darfur: Tanah Tumpah Darah

Sudan

Oleh Lulu Nugroho

 

LensaMediaNews.com, Opini_ Dunia hampir tak melihat Sudan. Saat seluruh hati menatap Palestina, Sudan meregang nyawa sendirian. Selama pengepungan lebih dari 18 bulan, El Fasher menjadi kota terisolir. Dengan tembok tanah yang dibangun RSF, serta parit yang digali di sekitar kota, menjadikan rakyat lapar tanpa akses kepada pangan. Kamp-kamp pengungsi hancur, serta lebih dari 80% fasilitas kesehatan tidak berfungsi. Sekitar 3.4 juta anak mengalami malnutrisi dan kolera akut. (Akurat.co, 5/11/2025)

 

Dalam tiga hari terakhir, dua ribu lelaki dieksekusi. Jejak citra satelit menunjukkan banyaknya tubuh manusia tergeletak di tanah yang berwarna merah karena darah. Darfur berdarah-darah. Aksi brutal menghabisi rakyat jelata, menambah panjang daftar kebengisan manusia. Banyak pria, wanita dan anak-anak telah diperkosa, oleh tentara Janjaweed yang berada di bawah pengaruh narkoba.

 

El Fasher, benteng terakhir di Darfur telah menjadi kota hantu. Kengerian yang terus menerus terjadi di sana tanpa henti, membuatnya semakin menakutkan. PBB menyebutnya sebagai krisis kemanusiaan terbesar. Jutaan warga mengungsi. Tragedi terbesar tanpa ampun, kembali dipertontonkan.

 

Rapid Support Forces (RSF) adalah nama baru untuk milisi Janjaweed, merupakan paramiliter atau milisi berkuda yang dahulu pernah dibentuk Omar Bashir menghadapi pemberontak non-Arab (Afrika). RSF inilah yang dituduh telah menumpahkan darah warga sipil di Darfur.

 

Dua jenderal kembali bertikai berebut pengaruh dan kekuasaan. Konflik antara Jenderal Abdul Fattah al-Burhan dari militer Sudan (SAF) dan Letjen Mohamad Hamdan Daqalo (Hamidati ) dari milisi RSF inilah yang menjadi perang besar di sejumlah wilayah, dan menyebabkan korban puluhan ribu warga sipil. Padahal sebelumnya kedua petinggi ini bersekutu mengkudeta pemerintahan transisi pada tahun 2021. Pada April 2023 keduanya berseteru karena perebutan kekuasan.

 

Meski Sudan tampak terbelakang dengan kemajuan yang berjalan lambat. Namun di masa Umar Basyir, kehidupan masih dapat berjalan. Banyak pelajar dari luar Sudan menuntut ilmu. Kini keadaan terus memburuk, bahkan negara-negara adidaya ikut memperkeruh suasana. Perlu kepemimpinan hakiki kaum muslim, yang melindungi dan tulus menyelamatkan umat Muhammad.

 

Bukan Perang Saudara Biasa

Perang saudara bukanlah sumber utama terjadinya pembunuhan massal ini, sebagaimana dikabarkan beberapa media. Namun, hal ini merupakan strategi negara-negara besar untuk memudahkan mengeruk kekayaan alam Sudan yakni emas dan minyak. Termasuk mineral lainnya seperti bijih besi, tembaga, krom, perak, mangan, nikel, uranium dan gas alam. Hasil pertanian berupa getah grab, pun tak kalah hebatnya. Dan ternyata, tak hanya kekayaan alam, posisi geografis yang strategis sebagai jalur perdagangan, juga memikat negara-negara kolonial.

 

Hanya saja ketiadaan kepemimpinan umat, menjadikan kaum muslim terus menerus menjadi bulan-bulanan negara-negara kufur. Perpecahan kaum muslim tak lagi dapat terelakkan. Akibatnya, kemalangan terus terjadi di dalam tubuh umat, di berbagai negeri.

 

Di samping itu para pemimpin negeri muslim lainnya, justru berpaling wajah, tak melindungi umat, malah melayani kepentingan asing. Mereka tidak berkhidmat kepada Asy-Syari’. Hingga hancurlah satu demi satu umat ini. Tanpa kehormatan, tanpa nyawa.

 

Sementara di masa lampau, Sudan merupakan bagian dari Kekhilafahan. Dakwah ke benua Afrika pada tahun 641 M, terjadi pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Dilanjutkan Abdullah bin Sa’ad tahun 644 M ketika menjadi Wali Mesir di masa kepemimpinan Utsman bin Afan. Hingga tahun 1822 di Daulah Utsmani, seluruh Sudan Utara telah memeluk Islam. Sudan Selatan masih diidominasi oleh penganut nasrani dan animisme, hingga sekarang.

 

Tahun 1898 Inggris merebutnya dan membagi negara tersebut menjadi Sudan Utara dan Selatan dengan devide et impera (politik adu domba dan kuasai). Kini metode tersebut dimainkan AS agar Sudan tetap lemah dan mudah dikuasai. AS mengambil alih Sudan dan menggeser kekuasaan Inggris, melalui PBB agar mendesak negara-negara Eropa memerdekakan negara-negara jajahan mereka. Usai deklarasi kemerdekaan Sudan pada tahun 1956, AS mulai mengokohkan hubungan diplomatik dan pengaruh politiknya di Sudan.

 

Negara-negara adidaya, memainkan muslim Sudan bagaikan pion-pion, di bidak mereka. Sudan menjadi proyek Timur Tengah baru bagi AS. Sejatinya AS adalah pembuat perang dan ia pun akan tampil seolah pahlawan, mengakhiri perang dengan damai, setelah ribuan rakyat sipil menjadi korbannya.

 

Khilafah Solusi Hakiki

Solusi hakiki bagi seluruh permasalahan umat adalah Khilafah. Negeri-negeri terjajah, akan dibebaskan, rakyat teraniaya pun akan diselamatkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 9)

 

Khilafah adalah kepemimpinan hakiki. Seluruh muslim yang terserak di berbagai negeri, disatukan dalam kekuasaan Khilafah. Sebagaimana sabda Nabi saw.:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepada dirinya (HR Al-Bukhari dan Muslim)

 

Karenanya umat perlu mengerti bahwa di balik krisis Sudan, ada tubuh umat yang tercerai berai. Maka perlu solusi hakiki menyatukan kaum muslim. Dan persatuan ini harus dikendalikan oleh kepemimpinan Islam yakni Khilafah. Inilah proyek utama yang tak bisa ditunda.

 

Sudan telah membuktikan bahwa tanpa kepemimpinan yang benar, kekayaan alam akan dijarah, rakyat pun dihabisi. Sudan kembali berdarah, kekayaan alamnya tak selaras dengan kesejahteraan rakyatnya. Manusia di sana justru terusir, bahkan mati, tanpa satupun pemimpin negeri muslim yang peduli.

 

Tangan penjajah akan selalu menggunakan pola yang sama mengeruk kekayaan alam. Hal inilah yang harus dipelajari oleh seluruh kaum muslim. Ketiadaan Khilafah sebagaimana hari ini telah menyebabkan rangkaian penderitaan tanpa akhir.

 

Palestina bukan satu-satunya. Sudan pun tak sendiri. Ada kaum muslim lainnya yang luput dari perhatian dunia, yakni muslim Suriah, Uighur, Rohingya, Yaman dan masih banyak lagi yang membutuhkan kepemimpinan hakiki, perisai umat, agar kehormatan (izzah) Islam dan kaum muslim dapat kembali tegak.
Tsumma takuunu khilaafatan a’la minhajin nubuwwah.