Fantasi Sedarah Cermin Sistem yang Salah

Oleh : Epi Lisnawati MPd
Lensa Media News- Geger, akhir-akhir ini, istilah “Fantasi Sedarah” viral dan hangat diperdebatkan di berbagai platform media sosial. Konten-konten yang memuat frasa tersebut banyak beredar, khususnya di Facebook (FB). Anggota yang tergabung dalam grup Fantasi Sedarah mencapai 32 ribu member sejak dibuat pada 24 Agustus 2024 oleh pria berinisial MR. Dia membuat grup tersebut untuk kepuasan seksual pribadinya. (detikSulsel, Kamis 22 Mei 2025)
Grup Fantasi Sedarah berisi tentang inses atau seks sedarah. Anggota grup ini mengunggah konten-konten fantasi seksualnya terhadap keluarga yang masih sedarah. Beberapa unggahan bahkan berisi fantasi seksual yang objeknya anak-anak. Konten tersebut termasuk dalam kejahatan pornografi anak atau child sexual exploitation material (CESM). Grup ini pun memuat konten fantasi dewasa anggota komunitas terhadap keluarga kandung, khususnya kepada anak di bawah umur. (detikNews, Sabtu 17 Mei 2025).
Keberadaan grup Facebook Fantasi Sedarah merupakan realitas yang mengerikan. Realita itu menggambarkan hilangnya fungsi keluarga hingga jatuh sampai pada taraf terendah. Kehidupan di dalam keluarga yang seharusnya dilingkupi dengan cinta dan kasih sayang sebagai manifestasi naluri berkasih sayang (nau) berubah menjadi tempat pelampiasan nafsu birahi.
Realitas yang menjijikan ini muncul sebagai akibat cara pandang kehidupan saat ini yang memisahkan agama dengan kehidupan atau sekuler. Sekularisme melahirkan sistem kehidupan kapitalisme. Sistem kehidupan yang hanya mengedepankan kepuasan materi semata, termasuk kepuasan jasadiah atau fisik.
Dalam Nizhamul Ijtima’i, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan bahwa pandangan orang-orang Barat penganut ideologi kapitalisme dan orang-orang Timur penganut ideologi komunisme terhadap hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, bukan pandangan dalam rangka melestarikan jenis manusia. Karena itu mereka dengan sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindera dan pikiran-pikiran yang mengandung hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan naluri seksual semata-mata untuk mencari kepuasan.
Mereka menganggap ketiadaan pemuas naluri ini akan mengakibatkan bahaya pada manusia, baik bahaya fisik, psikis, maupun akalnya. Karena itu dalam masyarakat kapitalisme banyak bermunculan konten-konten pembangkit syahwat baik dalam bentuk tulisan maupun video.
Aktivitas pemicu syahwat seperti ikhtilat atau campur baur pria wanita tanpa ada hajat seperti di rumah-rumah, tempat-tempat rekreasi, di jalan-jalan, di kolam-kolam renang, dan di tempat-tempat lainnya menjadi lifestyle. Padahal semua aktivitas ini menjadi penyebab terbentuknya pemikiran dan fantasi kotor serta merusak gharizah nau.
Kondisi inilah yang menciptakan realita-realita yang sangat hina dan menjijikan seperti grup fantasi sedarah di Facebook. Keluarga yang seharusnya memberikan kasih sayang murni menjadi tempat pelampiasan hawa nafsu yang hina. Allah Swt sebagai pencipta manusia memang telah memberikan gharizah nau kepada manusia agar mereka memiliki rasa cinta kasih.
Tujuan penciptaan gharizah nau ini agar manusia bisa melestarikan keturunannya. Allah Swt berfirman di QS Ar-Rum ayat 21 yang artinya : “Di antara tanda-tanda kebesarannya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenis dirimu sendiri agar kamu merasa tentram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang” (QS Ar-Rum : 21).
Rasa ini dibutuhkan dalam sebuah hubungan, baik itu hubungan orang tua anak, suami istri, saudara, maupun kepada sesama agar berjalan secara makruf. Hal tersebut telah dijelaskan oleh Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Ijtima’i. Dengan konsep yang benar, maka hubungan rasa kasih sayang kepada keluarga akan dibangun secara tepat sesuai perintah Allah. Ayah dan ibu sayang kepada anaknya. Karena sang anak adalah amanah yang Allah titipkan kepada mereka untuk dididik menjadi orang yang saleh salihah.
Sementara anak akan mencintai dan menyayangi orang tua dan saudara kandung karena keimanan. Allah Swt berfirman di QS An-Nisa ayat 36 “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua karib kerabat” (QS An Nisa : 36).
Kehidupan keluarga dan masyarakat yang menjadikan Al-Qur’an sebagai standar beramal akan menghasilkan hubungan yang baik dan berkah. Tidak mungkin akan ada peristiwa inses karena itu termasuk dosa besar. Pihak keluarga dan masyarakat akan sama-sama memandang perbuatan itu sebagai perbuatan hina, tercela, dan menjijikkan. Namun pandangan ini hanya akan bersifat personal jika tidak diterapkan dan dijaga oleh negara. Karena itu, Islam memerintahkan negara sebagai institusi pelaksana dan penjaga hukum syara.
Dalam sistem Islam, aturan pergaulan atau nidzham ijtima’i berjalan sesuai syariat dari level masyarakat hingga individu. Negara juga memastikan tidak akan ada konten-konten maupun aktivitas yang memicu pelampiasan syahwat dengan cara yang salah. Dengan begitu inses tidak akan terjadi, dan masyarakat hidup dalam kehidupan yang suci penuh cinta kasih yang diridai Allah Swt. Wallahu’alam Bissawab.
[LM/nr]