Ganti Menteri, Ganti Pula Kurikulum

20241115_204544

Oleh : Ida Fitri

Tenaga Kependidikan

 

LenSa Media News.com, Perbincangan mengenai kemungkinan perubahan dari Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Deep Learning semakin gencar terdengar, menyusul pernyataan terbaru dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti.

 

Rencana ini menandai niat pemerintah untuk mengevaluasi Kurikulum Merdeka dan mengarahkan pendidikan menuju pendekatan baru yang lebih dalam dan berpusat pada keterlibatan siswa secara aktif.

 

Kurikulum Deep Learning sendiri dimaksudkan untuk memperdalam pemahaman siswa dengan metode yang mengajak mereka tidak hanya memahami materi, tetapi juga menghayatinya melalui pendekatan Mindful Learning, Meaningfull Learning, dan Joyful Learning (MELINTAS.ID, 09-11-2024).

 

Isu perubahan kurikulum mengemuka setelah Mendikdasmen menyatakan bahwa akan menerapkan deep learning. Meski dinyatakan bahwa deep learning bukanlah kurikulum, namun metode dan perubahan kurikulum dimungkinkan pada tahun ajaran baru, namun rakyat sudah memiliki persepsi bahwa “ganti menteri ganti kebijakan”, entah ganti kurikulum atau kebijakan yang lain.

 

Para guru mengeluh pusing, yang kemarin belum menguasai dan selesai sudah ada kurikulum yang baru lagi. Jika gurunya saja pusing, lantas bagaimana dengan siswanya?

 

Belum lagi manajemen sekolah yang harus beradaptasi lagi dengan segala sesuatunya, anggaran misalnya, baru saja beli buku kurikulum yang kemarin dan jelas memakan anggaran besar ternyata harus ganti lagi.

 

Berbagai perubahan dalam sistem pendidika nasional selama ini, nyatanya belum mampu mewujudkan manusia seutuhnya, generasi beriman dan bertakwa dan terampil sebagaimana tujuan pendidikan bahkan semakin tidak karuan, siswa sekarang nir-adab, susah diajak ibadah, tidak lagi hormat kepada guru, tawuran menjadi makanan sehari – hari.

 

Banyak pelaku kriminal yang mereka masih berstatus pelajar. Dulu siswa tidak ada yang berani ke gurunya, jangankan tidak mengerjakan tugas, mendongak di hadapan guru saja tidak berani, mereka tunduk patuh kepada guru. Jika sekarang mereka dengan pongahnya menentang gurunya dan menantang duel, juga dengan tega dan mudahnya melaporkan gurunya sendiri ke polisi.

 

Nyatanya pelajaran dianggap beban tapi bermimpi sukses nantinya. Jauh sekali dibandingkan dengan kurikulum dulu apalagi kurikulum Islam.

 

Perubahan ini bisa terjadi akibat ketidakjelasan visi dan misi pendidikan yang diterapkan negara, ataupun demi menyesuaikan dengan tuntutan global atau dunia industri sehingga yang menjadi korban adalah generasi. Indonesia memiliki bonus demografi yang luar biasa, tetapi potensi mereka terbajak, susah berprestasi, senangnya mager. Kalaupun ada yang berprestasi mereka menjadi pribadi yang minim sosialisasi, mereka hanya mengejar  ijazah lalu bekerja.

 

Di sisi lain, adanya perubahan kurikulum, namun tetap dengan asas sekuler kapitalis tidak akan pernah menghasilkan generasi unggul. Potret generasi yang dihasilkan adalah berpikiran bebas (liberal) dan bergaya hidup mewah (hedon), makin berpotensi berbuat kerusakan dan masalah di tengah-tengah masyarakat.

 

Idealnya mereka menjadi agen of change malah jadi trouble maker bahkan sampah masyarakat dengan perbuatan-perbuatan tidak terpujinya. Semua ini tidak lepas dari sistem pendidikan yang diterapkan saat ini.

 

Berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam, memberikan arah yang jelas pada visi dan misi pendidikan. Kurikulumnya akan membentuk generasi emas berkepribadian Islam dan ilmunya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Masa muda generasi dalam Islam disibukkan dengan belajar dan belajar sesuai bakat minat mereka tanpa membebani orang tua dengan biaya yang tinggi.

 

Sejarah panjang peradaban Islam telah memberikan bukti nyata akan keunggulan sistem pendidikan Islam yang diterapkan dalam negara yang menerapkan Islam kafah.

 

Sampai tercetaklah generasi unggul seperti Muhammad Al Fatih, penakluk Konstatinopel di usia belianya yang tidak hanya piawai strategi perang tapi juga menguasai berbagai bidang mata pelajaran, seperti matematika, fisika, kimia, geografi dan sebagainya juga kuat keimannnya. Sosok unggul inilah yang kita harapkan saat ini, di tengah daruratnya kondisi negeri ini. Maka mari kembali kepada solusi hakiki yaitu sistem pendidikan yang Islami. Wallahu a’lam bishshawab. [ LM/ry].