Hancurnya Mentalitas Generasi, Kok Bisa Sih?

biru muda moderen inspirasi hari kesehatan jiwa sedunia instagram post_20250227_214223_0000

Oleh: Zhiya Kelana, S.Kom.

Lensamedianews.com, Opini — Kecanggihan teknologi pada saat ini menjadi bumerang, banyaknya konten di sosial media membuat orang punya standar hidup yang tak lagi masuk akal. Sehingga tak jarang menjadikan mental generasi semakin rapuh. Bahkan pada kehancuran hidupnya, mereka yang tak lagi punya arti, ada banyak ketakutan dalam hidup dan pandangan manusia yang serba salah. Bahkan bullying pun bisa melalui sosmed dan membuat mereka semakin jauh dari keluarga, lingkungan yang abai dan agama.

Jutaan remaja Indonesia kini menghadapi masalah kesehatan mental yang semakin serius. Berdasarkan Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2024, tercatat bahwa 34,9 persen atau sekitar 15,5 juta remaja mengalami gangguan kesehatan mental. Semakin banyak orang muda yang merasa takut untuk menikah atau memilih untuk tidak memiliki anak. Data terbaru dari BPS (Susenas 2022) menunjukkan bahwa sekitar 72 ribu atau 8,2 persen perempuan memilih untuk tidak memiliki anak. (disway.id, 16-02-2025).

Ketakutan mereka adalah hal yang wajar karena memang mereka sangat rapuh tanpa penguatan agama. Banyaknya remaja yang terkena penyakit mental menunjukkan gagalnya negara membina generasi. Generasi emas 2045 nyaris mustahil terwujud jika kondisi ini terus dibiarkan. Apa yang bisa diharapkan dari generasi yang sudah rapuh ini? Dan negara sepertinya tak menganggap ini sebagai hal yang serius dan harus segera ditangani.

Negara secara sadar menerapkan sistem kapitalisme sekuler dan berdampak mewarnai kehidupan dalam berbagai aspek. Pendidikan sekuler misalnya, membentuk remaja berperilaku liberal yang gagal memahami jati dirinya. Remaja pun gagal memahami penyelesaian shahih atas segala persoalan kehidupannya. Penyakit mental yang terhindarkan.

Berbeda dengan Islam, kepemimpinan Islam memiliki tanggung jawab untuk melahirkan generasi cemerlang yang berkualitas, melalui penerapan berbagai sistem kehidupan sesuai dengan syariat Islam. Dalam kitab karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan bahwa: “Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut institusi negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara harus dibangun berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam menjadi asas undang-undang dasar dan perundang-undangan syar’i. Segala sesuatu yang berkaitan dengan undang-undang dasar dan perundang-undangan, harus terpancar dari akidah Islam.” (Nizhomul Islam Bab Rancangan Undang-Undang Dasar, Hukum Umum Pasal 1 Hal. 139).

Oleh karena itu, Islam mewajibkan negara membangun sistem pendidikan yang berasas akidah Islam. Negara juga wajib menyiapkan orang tua dan masyarakat untuk mendukung proses pembentukan generasi pembangun peradaban Islam yang mulia, yang bermental kuat. Generasi itulah yang diharapkan akan membawa perubahan untuk kemajuan Islam.

Untuk penerapan dari sistem ini maka butuh Khilafah, seperti dalil dibawah ini:

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai saat orang akan berperang di belakangny, dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya, ia akan mendapatkan pahala. Namun, jika ia memerintahkan yang lain, maka ia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Negara akan menetapkan kebijakan untuk menjauhkan remaja dari segala pemikiran yang bertentangan dengan Islam, yang menyebabkan remaja blunder dengan persoalan hidupnya. Mereka akan didik untuk bisa menyelesaikan semua permasalahan hidupnya dengan cara Islam. Menjadikan cerminan hidup layaknya para sahabat yang kuat dalam menjalani kehidupan ini dengan berbagai pemasalahannya. Wallahu a’lam. [LM/Ah]