Jalan yang Allah Siapkan untuk Mengatasi Pengangguran

 

Oleh Nadisah Khairiyah

 

 

LensaMediaNews.com, Tsaqofah Aqliyah_

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Kewajiban ayah untuk menanggung nafkah dan pakaian mereka secara layak… (TQS al-Baqarah [2]: 233)

 

Ayat ini menunjukkan kewajiban para ayah, atau wali dalam Islam. Kewajiban dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup orang-orang yang menjadi tanggungannya. Namun Islam tidak membiarkan para ayah dan wali memikul tanggung jawab itu sendirian. Negara wajib hadir sebagai mitra dalam menunaikan perintah Allah. Mereka diberi dukungan sistemik oleh negara untuk melaksanakan kewajiban itu dengan layak. Pihak yang membantu mereka adalah para pemimpin. Hal ini karena pemimpin sadar bahwa mereka wajib menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya:
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Muslim)

 

Karena itu negara dalam sistem Islam wajib menyediakan lapangan kerja dan memberikan jaminan hidup bagi rakyatnya. Mengabaikan kewajiban berarti mengabaikan perintah Allah SWT yang terkategori perbuatan dosa.

 

Khalifah (pemimpin) wajib menerapkan hukum Islam secara adil dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam hukum pidana, ekonomi, sosial dan pemerintahan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:

وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ

Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepada kamu… (TQS al-Maidah [5]: 49).

Allah telah sediakan bagaimana caranya pemimpin negara bisa membantu warga negaranya menjalankan kewajiban mencari nafkah.

Pertama, negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki yang mampu bekerja. Jika tidak tersedia, negara mencarikan atau menciptakan. Salah satunya Khalifah akan mendorong para pengusaha untuk membuka usaha yang mampu memberikan pekerjaan kepada rakyat. Jika belum juga ditemukan pekerjaan, negara wajib menanggung kebutuhan hidupnya sampai ia mampu bekerja kembali.

Kedua, Islam membuka peluang pekerjaan melalui pengelolaan tanah mati (ihyâ’ al-mawât). Negara dorong rakyat menghidupkan tanah tak bertuan untuk pertanian, peternakan, atau industri kecil. Tanah luas tak boleh dibiarkan menganggur, apalagi dimonopoli oleh segelintir keluarga kaya. Hal ini didasarkan pada larangan Allah SWT dalam firman-Nya:

كَيۡ لَا يَكُونَ دُولَةَۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡۚ
Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian… (TQS al-Hasyr [59]: 7)

Ketiga, Islam mengelola kepemilikan umum seperti tambang, hutan, minyak, bukan untuk swasta, tapi untuk rakyat. Dengan ini, dana negara stabil, lapangan kerja terbuka, dan kebutuhan dasar rakyat gratis. Sumberdaya alam strategis itu adalah milik umum, haram diprivatisasi. Ini sejalan dengan kebijakan Rasulullah yang pernah melarang sahabat Abyadh bin Hammal ra. untuk menguasai tambang garam yang depositnya melimpah yang ada di daerah Ma’rib (HR Ibnu Majah)

Keempat, Islam melarang sistem riba, monopoli, dan pajak yang mencekik. Ini membuat usaha kecil tidak terbebani, dan industri lokal bisa tumbuh. Pekerjaan pun tersebar luas.

Kelima, Islam menjadikan Khalifah sebagai pemimpin yang bertanggung jawab di dunia dan akhirat. Ia bukan sekadar presiden atau manajer ekonomi, ia juga pelayan rakyat, yang akan ditanya oleh Allah jika ada satu saja rakyatnya kelaparan.

Keenam, Khalifah wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan tercukupi.

 

Inilah sistem yang diturunkan Allah, bukan hanya untuk salat dan puasa, tapi juga untuk mengatur rezeki dan hidup.
Jika mereka beriman dan bertakwa, niscaya Kami bukakan keberkahan dari langit dan bumi…”
(QS Al-A’raf: 96)

 

Sudah berapa lama kita bertahan dalam sistem gagal buatan manusia? Dan sampai kapan kita biarkan rakyat yang setia pada negeri, justru dihukum oleh sistem yang tak peduli? Islam adalah jawaban. Bukan sekadar harapan. Tapi sistem nyata yang siap mengganti ketidakadilan menjadi kebaikan.
Maukah kita menjadi bagian dari perubahan ini? Atau akan terus membiarkan rakyat dibebani oleh sistem yang tak berpihak pada mereka?

و الله اعلم بالصواب