Kelayakan Gaji Guru dalam Mekanisme Islam

Oleh : Emil Apriani
LenSaMediaNews.Com–Guru memiliki peran sangat vital dalam proses pendidikan. Namun, kondisi guru hari ini begitu memprihatinkan, terutama guru honorer dan PPPK. Perwakilan guru dari Ikatan Pendidik Nusantara atau IPN keras menyuarakan nasib guru yang statusnya PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
Mereka meminta pemerintah agar lebih memperhatikan dan menyejahterakan guru. Guru PPPK tidak memiliki jenjang karir. Padahal sudah banyak yang S2 atau S3, namun tidak memiliki uang pensiun dengan gaji yang minim. Hal itu berbeda jauh dengan PNS (liputan6.com, 26-9-2025).
Rumitnya regulasi membuat guru honorer maupun PPPK tidak mendapatkan hak kesejahteraan. Padahal mereka menjalankan tugas mereka sebagai pendidik. Gaji minim yang didapat per bulannya, menggambarkan getir gaji guru honorer dan PPPK di tengah ekonomi yang menekan rakyat. Bahkan ada sebagian dari mereka sampai berhutang ke bank terlibat pinjol demi menutupi kebutuhan yang kurang.
Gaji Guru Tidak Layak
Masalah ini menggambarkan kondisi negara yang tidak memiliki anggaran yang cukup untuk memberi gaji guru dengan layak. Prinsip kebebasan kepemilikan dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme, menjadikan sumber daya alam sebagai sumber pendapatan terbesar negara, justru dikelola asing atas nama investasi.
Kapitalisme juga membuat pendapatan negara bertumpu pada pajak dan utang. Alhasil, negara tidak memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk memberi gaji kepada para guru yang telah susah payah mendidik generasi.
Guru PPPK dan honorer harus mengalami diskriminasi dan terzalimi bahkan dipandang sebagai beban negara. Kemuliaan guru hanya akan bisa terwujud manakala negara hadir sebagai sebagai ra’in atau pelayan.
Islam Punya Mekanisme Adil
Rasulullah saw. bersabda, “Imam atau khalifah atau kepala negara adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Islam, negara akan mengurus kebutuhan rakyat atas dasar hukum syariat, bukan intervensi para kapital seperti negara kapitalisme. Islam memiliki mekanisme agar guru mendapatkan gaji yang layak dan dapat hidup sejahtera. Mekanisme tersebut berkaitan dengan sumber pendapatan negara, prinsip gaji, dan jaminan ketersediaan kebutuhan dasar publik.
Terkait sumber pendapatan negara, Islam mengaturnya dalam lembaga bernama Baitulmal, yang memiliki sumber pemasukan berasal dari tiga pos, yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat.
Untuk pembiayaan pendidikan khususnya dalam menggaji guru, negara mengambil dari pos kepemilikan negara. Pos kepemilikan negara bersumber dari harta anfal, ghanimah, fai, khumus, kharaj, usyur, jizyah, gulul, rikaz, dan lainnya.
Dengan sumber pemasukan pos kepemilikan negara ini, negara memiliki sumber keuangan yang lebih dari cukup untuk menggaji guru. Besaran gaji dalam Islam ditentukan berdasarkan nilai jasa yang diberikan. Sehingga tidak akan ada perbedaan guru ASN atau P3K maupun honorer. Status guru semua sama, yakni sebagai pegawai negara. Gaji guru akan diukur berdasarkan nilai jasa mereka secara objektif.
Sebagai salah satu contoh bagaimana Islam mengatur gaji guru adalah pada masa Khalifah Umar. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Sadaqah Addimasqi dari Alwadiah bin Atha bahwa Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu anhu memberikan gaji sebesar 15 dinar per bulan. 1 dinar = 4,25 gram emas jika dikonversi dengan harga emas saat ini R2.320.000 per gram. Gaji tersebut setara dengan Rp14.900.000 per bulan.
Negara juga menjamin kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang ditanggung oleh negara. Masyarakat termasuk para guru bisa mengakses kebutuhan tersebut dengan gratis dan dengan kualitas terbaik.
Seperti inilah mekanisme Islam dalam menyejahterakan guru dan memuliakannya. Ketika guru sejahtera, mereka bisa fokus mendidik anak-anak untuk menjadi generasi yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Wallahua’lam bishshowwab. [LM/ry].