Komunikasi Bisa Putus, Kebenaran Tak Mungkin Pupus

Oleh: Wafi Mu’tashimah
LenSaMediaNews.Com–Kondisi di Jalur Gaza kian hari kian memburuk. Pada Kamis, 18 September 2025, rezim Zionis secara brutal memutus total jaringan internet dan telekomunikasi.
Tindakan ini adalah bagian dari strategi keji mereka dalam melanjutkan agresi militer yang tak berperikemanusiaan. Tragisnya, pemadaman ini dilakukan bertepatan dengan masuknya pasukan tank ke jantung Kota Gaza, sebuah isyarat jelas bahwa mereka tengah bersiap melancarkan pembantaian besar-besaran tanpa saksi.
Ini bukan sekadar strategi militer, tetapi juga upaya sistematis membungkam suara kebenaran yang selama ini menjadi senjata paling tajam melawan kezaliman. Mereka takut pada satu hal: ‘kebenaran yang disuarakan oleh umat yang terjaga nuraninya’ (Tribunnews.com, 19-9-2025).
Kini, simpati terhadap Palestina mulai datang dari berbagai penjuru, termasuk dari negeri-negeri Barat yang selama ini dikenal memusuhi Islam dan kaum muslimin. Belgia, Spanyol, Norwegia, bahkan Uni Eropa, tiba-tiba mengeluarkan kebijakan yang merugikan Israel. Seolah-olah mereka sebelumnya bersikap netral, dan sekarang memilih berpihak kepada Palestina.
Tapi apakah benar mereka dulu netral? Ataukah ini hanyalah kepura-puraan politik? Padahal sejatinya mereka diam-diam berhubungan dengan Israel?
Jika memang mereka peduli pada penderitaan Palestina, mengapa harus menunggu jutaan rakyat turun ke jalan, memviralkan video di media sosial, hingga mendesak pemerintah mereka agar menghentikan hubungan dengan Israel? Di manakah nurani mereka selama 75 tahun penjajahan dan pembantaian ini berlangsung?
Sesungguhnya, sikap para penguasa ini tak lebih dari “lip service” , omong kosong belaka. Janji-janji manis tanpa tindakan, ibarat buaian palsu untuk meninabobokan umat Islam yang tengah menangis pilu menyaksikan saudara-saudaranya disembelih tanpa ampun.
Jika mereka benar-benar ingin membantu Palestina, maka bukan dengan sekadar kecaman internasional, boikot setengah hati atau embargo ekonomi semu. Yang dibutuhkan adalah kesatuan barisan kaum muslimin, yang bersedia mengerahkan kekuatan militer untuk menghancurkan penjajahan Zionis dari akar-akarnya, sebagaimana mereka kini berupaya mengosongkan Gaza dari penghuninya.
Di tengah semua itu, Israel tetap tak bergeming. Dunia boleh saja ribut, berdiplomasi, berdiskusi, mengirim bantuan kemanusiaan, bahkan menggalang aksi global seperti Sumud Flotilla. Tapi Zionis tetap melanjutkan misinya: membumihanguskan Gaza, membantai anak-anak, dan menghancurkan setiap sendi kehidupan. Sebab, tujuan akhir mereka belum tercapai: mendirikan Negara Israel Raya, dengan Palestina sebagai ibukotanya.
Zionis begitu percaya diri karena mereka tahu ada Amerika di belakang mereka. Negara adidaya itu terus-menerus menyuplai senjata dan dukungan politik kepada Israel, demi menjaga dominasi mereka di Timur Tengah. Israel hanyalah pion dalam permainan besar imperialisme global.
Yang lebih memilukan, negeri-negeri muslim pun ikut tenggelam dalam kepengecutan yang sama. Para pemimpin negeri Islam hanya mengutuk lewat mimbar-mimbar PBB, namun tak berani mengambil langkah tegas. Mereka takut kehilangan restu Amerika, takut kehilangan kursi kekuasaan, takut kehilangan kemewahan duniawi. Padahal, apa arti kekuasaan jika umat diinjak-injak? Apa arti kemewahan jika darah anak-anak muslim menggenang di bumi para nabi?
Sungguh, kita butuh pemimpin seperti Umar bin Khattab, bukan penguasa yang hanya pandai beretorika. Kita butuh pemersatu umat, bukan pecundang politik. Jika para pemimpin muslim bersatu di bawah satu komando, menggerakkan tentara-tentara Islam dengan izin Allah, niscaya penjajahan ini akan berakhir dalam sekejap.
Wahai kaum Muslimin! komunikasi bisa dipadamkan. Suara bisa dibungkam. Tapi kebenaran akan tetap hidup selama ada iman dalam dada-dada yang teguh. Selama ada yang berani mengatakan, Hasbunallahu wa ni‘mal wakil. Selama ada umat yang percaya bahwa janji Allah itu benar, “Dan pasti Allah akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” (TQS. Al-Hajj: 40) .
Kini saatnya umat Islam bangkit dari tidur panjangnya. Saatnya kembali kepada Islam sebagai ideologi, bukan sekadar identitas. Karena hanya dengan kembali kepada Islam kafah, kekuatan umat akan bersatu dan bangkit, Khilafah tegak, tentara-tentara akan dikirimkan, dan Zionis akan lenyap sebagaimana lenyapnya kaum zalim terdahulu. Wallahu a’lam bishiwab. [LM/ry].