Kortas Tipikor Dibentuk, Akankah Koruptor Kapok?

20241028_073734

Oleh: Ria Nurvika Ginting, SH.,MH

Dosen FH-UMA

 

LenSa Media News–Sebelum lengser dari jabatannya pada tanggal 20 Oktober 2024 lalu, Presiden Joko Widodo resmi membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipikor) Polri.

Pembentukan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 122 Tahun 2024. Tugas dari korps ini adalah membantu Kapolri dalam membina, mencegah, menyelidiki dan menyidik pemberantasan tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang.

 

Selain itu, Korps ini juga akan melaksanakan penelusuran dan pengamanan aset dari tindak pidana korupsi. Korps ini nantinya akan dipimpin oleh seorang kepala yang berpangkat Inspektur Jendral (Irjen). (detiknews.com, 19-10-2024).

 

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Bonyamin Saiman mengatakan pembentukan Kortas Tipikor bakal sangat berpengaruh terhadap penindakan korupsi di Indonesia karena korupsi memang harus dikeroyok ramai-ramai oleh lembaga-lembaga yang kuat. (CNNIndonesia, 18-10-2024).

 

Sementara, Peneliti ISESS bidang kepolisian, Bambang,  mengatakan bahwa perlu didefinisikan ulang dan disepakati bersama mengenai peran masing-masing lembaga tersebut. Jika tidak, akan berpotensi memunculkan tarik ulur yang bakal saling melemahkan. Belum lagi jika muncul ego sektoral dan gesekan antar lembaga yang justru berebut menjadi pemain utama dalam pemberantasan korupsi (tirto.id, 21-10-2024).

 

Ini seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah ketika ingin menambah lembaga yang memiliki peran yang sama. Karena akan menjadi tumpang tindih dalam menjalankan tupoksi nya masing-masing.

 

Jika memang ingin memberantas korupsi seharusnya lembaga yang sudah ada diperkuat dan negara aktif turut serta dalam memberantas korupsi tersebut. Sebanyak apapun lembaga yang dibentuk tidak akan memberikan solusi tuntas dalam memberantas korupsi selama sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalis-sekuler yang berdiri atas dasar pemisahan agama dari kehidupan.

 

Dari sistem ini lahirlah sistem demokrasi yang memberikan wewenang kepada manusia untuk membuat aturan/hukum sehingga hukum dapat ditawar-tawar. Sistem ini meniscayakan memandang segala lini kehidupan dengan standar “bisnis”.

 

Sistem demokrasi-kapitalis merupakan sistem yang membutuhkan biaya besar untuk menjadi penguasa atau pejabat di dalamnya. Mahar yang perlu dikeluarkan tidak sedikit sehingga selama menjabat hal utama yang dilakukan mereka yang terpilih adalah mengembalikan modal dengan segala cara termasuklah dengan korupsi.

Ditambah dengan sistem sanksi yang tidak memberikan rasa jera karena tidak tegas membuat para koruptor tidak pernah kapok. Bahkan para koruptor diberikan fasilitas mewah dalam lapas mereka.

 

Lembaga Pemberantas Korupsi dalam Islam 

 

Hanya dengan menjadikan idiologi Islam yang  memancarkan darinya aturan-aturan  dari Sang Khaliq, yakni hukum syara’ yang sempurna dan paripurna,  dan khilafah, sebagai institusi penerapnya yang akan mampu memberantas bahkan mencegah terjadinya kecurangan dan korupsi, dan itu semua telah terbukti selama tegaknya khilafah sekitar 1300 tahun.

 

Islam mampu memberantas korupsi dengan menegakkan tiga pilar yaitu(1) Ketakwaan Individu yang mendorongnya untuk terikat pada hukum syara’. (2) Kontrol Masyarakat atau pun individu terhadap individu lain. (3) Negara akan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, yaitu syariat.

 

Jika tindak pidana korupsi masih tetap terjadi maka Islam akan menindaknya secara tegas melalui lembaga yang telah dirinci dalam syariat.

 

Kasus korupsi jika kita telaah melibatkan individu rakyat dan pejabat negara maka dalam sistem Islam pencegahan dan penindakannya harus dipilah. Dalam kasus ikhtilas (korupsi),  pejabat negara “mencuri dan memanipulasi” anggaran dan dalam kasus risywah, hadiah dan lain-lain yang dilakukan secara suka sama suka maka pencegahan dan penindakannya dilakukan oleh Qadhi Hisbah dibantu pihak kepolisian (surthah).

 

Sedangkan jika rakyat ‘dipaksa’ memberikan sesuatu kepada pejabat negara bukan karena suka sama suka maka rakyat dapat mengadukannya kepada Qadhi Mazalim. Dialah yang akan melakukan investigasi dan penindakan.

Sistem Islam hanya menetapkan dua lembaga ini yang akan menjadi pemberantas korupsi sehingga tidak akan ada timpang tindih tupoksi di antara lembaga-lembaga tersebut. Hanya dengan Islam korupsi dapat diberantas sampai ke akar-akarnya sehingga negeri ini mendapat berkah dari langit dan bumi.

Hal ini dapat terlaksana dengan mengganti sistem demokrasi-kapitalis dengan sistem Islam yang menerapan Syariat secara kafah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. [ LM/ry].