Korupsi Tak Terbendung, Bukti Kegagalan Kapitalisme-Demokrasi

Oleh: Ida Paidah, S.Pd

Lensamedianews.com– Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi yang merugikan negara. Prabowo mengatakan, tindak korupsi yang marak terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.
“Tingkat korupsi di negara saya sangat mengkhawatirkan. Dan itulah, mengapa saya bertekad untuk menggunakan seluruh tenaga, seluruh wewenang yang diberikan kepada saya oleh konstitusi untuk mencoba mengatasi penyakit ini,” kata Prabowo secara daring dalam forum internasional World Governments Summit 2025, Kamis (13/2). (Orinews.id)

 

Searah dengan pernyataan presiden, Prof. Widodo selaku Rektor Universitas Brawijaya memberikan rekomendasi saat menghadiri pembukaan peringatan hari Antikorupsi Sedunia 2024. Beliau menyatakan strategis pemberantasan korupsi, meliputi penguatan independen KPK dan kolaborasi lintas lembaga dalam pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi, digitalisasi manajemen pemberantasan korupsi untuk memitigasi risiko korupsi digital, pelembagaan nilai budaya dan etika dalam tata kelola penyelenggaraan negara.

 

Hanya saja, berbagai upaya yang telah dilaksanakan dan sanksi yang telah diberlakukan tidak mengurangi apalagi menghentikan dari aktivitas korupsi bahkan jumlah orang yang melakukan tindakan korupsi semakin meningkat tajam dari berbagai bidang. Ini membuktikan bahwa peraturan dan sanksi yang telah dibuat tidak menjadi efek jera bagi pelaku.

 

Korupsi di Indonesia diakui sangat mengkhawatirkan. Mirisnya pernyataan untuk menghapus korupsi tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Penerapan sistem kapitalisme–sekularisme telah membuka peluang terjadinya korupsi secara sistemik, pada berbagai bidang dan level jabatan serta para pemilik modal yang mendapat proyek dari negara.

 

Sistem demokrasi membuka peluang para oligarki memodali pemilihan wakil rakyat dan pejabat, sehingga siapa pun yang jadi pemimpin pasti akan tunduk pada pemilik modal. Pemimpin, pejabat dan wakil rakyat membuat aturan yang akan makin menguntungkan pemilik modal. Akhirnya negara lemah di hadapan oligarki. Rakyat jadi korban.

 

Berimbas, rakyat menjadi apatis pada pemerintahan yang ada. Menumbuhkan sikap masa bodoh, mati rasa pada rezim dan hanya peduli dengan pemenuhan kebutuhan masing-masing. Mereka beranggapan pemberantasan korupsi hanya sebuah ilusi.

 

Pandangan Islam

Islam menjadikan akidah dan ketakwaan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, dan bernegara. Dengan landasan itu, akan melahirkan manusia manusia yang bermartabat dalam mengemban amanah.

 

Mereka akan menyadari, kedudukan sebagai pemimpin merupakan pemelihara urusan rakyat, menumbuhkan rasa takut pada Allah bentuk keimanan, sehingga tidak berani menyentuh harta milik umum dan menzalimi rakyat.

 

Ditambah lagi, cara kepemimpinan dalam Islam tidak memerlukan biaya besar serta tidak berperiodik, akan dipilih dan diaudit oleh kepala negara (khalifah) kaum muslim.

 

Begitu juga, ketakwaan pada masyarakat mendorong mereka melakukan kontrol pada penguasa, terutama saat lalai terhadap penerapan hukum syara maupun saat menjalankan amanah kepemimpinan. Terjadi hubungan timbal balik yang baik dan selaras dalam masyarakat.

 

Penerapan sistem Islam menutup rapat-rapat celah korupsi, bahkan kemungkinan korupsi menjadi nol. Hal ini dapat terwujud karena penerapan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Negara juga memiliki sistem pendidikan yang membentuk generasi bersyaksiyah Islamiyah, yang jauh dari kemaksiatan. Dengan adanya kontrol masyarakat dan penerapan Islam secara kaffah oleh negara, korupsi dapat diberantas dengan tuntas