Krisis Moral Pelajar Butuh Solusi Fundamental

KrisisMoral-LenSaMediaNews

Oleh : Eni Imami, S.Si, S.Pd

Pendidik dan Pegiat Literasi

 

LenSaMediaNews.Com–Sungguh miris,  moral pelajar saat ini makin mengkhawatirkan. Sudahlah melanggar aturan, tidak minta maaf dan bertaubat justru melaporkan gurunya ke Polisi. Ironisnya, ratusan murid turut membelanya dengan aksi mogok sekolah dan menuntut guru tersebut dinonaktifkan dari jabatannya sebagai kepala sekolah.

 

Dilansir dari cnnindonesia.com (16-10-2025), seorang pelajar kedapatan merokok di kantin sekolah saat aksi Jumat bersih. Guru selaku kepala sekolahnya menegur dan sempat menginterogasi murid tersebut. Namun, sang guru diduga kesal lalu menampar pipi murid yang ketahuan merokok tersebut. Buntut masalah tersebut, orang tua murid tidak terima dan melaporkan ke Polisi. Sedangkan teman-temannya melakukan mogok sekolah.

 

Di sisi lain, viral beredar foto seorang pelajar SMA dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya saat jam pelajaran. Gurunya mengaku tidak menyadari kondisi itu karena fokus mengajari murid yang lainnya. Namun, ada pengakuan keraguan untuk menegur secara tegas, memilih kehati-hatian yang kesannya membiarkan (Suara.com, 18-10-2025)

 

Menjadi pendidik dalam sistem saat ini sangat dilematis. Menegakkan kedisiplinan dengan menindak murid yang melakukan pelanggaran, berisiko dipidanakan. Kondisi ini membuat banyak guru merasa tidak berdaya dan enggan bertindak tegas. Padahal pembentukan karakter membutuhkan ketegasan dan keteladanan.

 

Krisis Moral Buah Sekularisme Pendidikan

 

Krisis moral pelajar tidak lepas dari sistem yang membentuk mereka, yakni sistem pendidikan sekularisme. Sistem yang berakar pada paham liberal memberi ruang kebebasan dan menihilkan nilai moral serta spiritual. Akibatnya, para pelajar tidak memahami makna hidupnya. Sekolah hanya dijadikan formalitas melewati fase untuk mendapat ijazah bekal mencari kerja, bukan membentuk kepribadian mulia.

 

Akibat sekularisme kurikulum pendidikan, nilai agama tidak dijadikan landasan, namun dipelajari sebatas teori dengan jumlah jam pelajaran yang sedikit. Outputnya, pelajar tidak memiliki kontrol spiritual dan merasa bebas berbuat apa saja, bahkan di luar batas etika.

 

Akibat sekularisme pendidikan, upaya guru melakukan amar makruf nahi mungkar dengan menegur pelajar yang melakukan kesalahan disalah artikan. Dianggap ikut campur urusan orang, bahkan dianggap melakukan kekerasan. Padahal itu merupakan proses pendidikan. Sejatinya pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter agar anak didiknya memiliki akhlak yang mulia.

 

Krisis moral pelajar tidak bisa diselesaikan hanya dengan bimbingan konseling, pelatihan para guru, dan revisi kurikulum. Masalah ini membutuhkan solusi fundamental, karena sistem sekulerisme pendidikan yang rusak sejak akar,  terbukti gagal membentuk manusia bertakwa. Sistem ini harus diganti dengan sistem yang sempurna yang berasal dari Sang Pencipta, Allah SWT.

 

Islam Solusi Fundamental

 

Dalam Islam, tujuan pendidikan yakni membentuk generasi berkepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap berdasarkan akidah Islam) dan menguasai ilmu yang diterapkan dalam kehidupan. Kepribadian Islam merupakan tujuan utama, maka harus beradab dulu sebelum berilmu. Hal ini sangat ditekankan oleh para ulama. “Pelajarilah oleh kalian adab (akhlak) sebelum kalian mempelajari ilmu.” (Ibn ‘Abd al-Barr, Jami ‘Bayan al-Ilm wa Fadlih, 1/164).

 

Untuk membentuk generasi yang beradab dibutuhkan sinergi tiga pilar, yakni peran keluarga, lingkungan atau sekolah, dan negara. Keluarga merupakan pembentuk karakter anak yang paling utama dan pertama. Orang tua yang salih dan salihah akan mendidik anak sejak dini dengan akidah Islam, sehingga anak paham tujuan hidup, visi hidup dan pedoman hidupnya sesuai syariat Islam.

 

Lingkungan yang penuh suasana ketakwaan dibangun dengan berbagai kajian keIslaman di tengah masyarakat. Aktivitas amar makruf nahi mungkar pun hidup menjadi kontrol sosial. Hal ini menjadikan orang merasa sungkan untuk melakukan kemaksiatan. Pun di lingkungan sekolah, dengan akidah Islam sebagai asas pendidikan, kurikulum yang diterapkan tidak hanya menjadikan anak pintar tetapi memiliki akhlak mulia. Suasana belajar, interaksi antar murid dan murid dengan guru terikat dengan syariat Islam.

 

Semua itu dapat berjalan dengan negara menerapkan sistem Islam (Khilafah). Islam menegaskan kedudukan Khalifah kaum muslimin sebagai râ’in (pengembala) yang bertanggung jawab atas ra’iyyah (gembala)-nya. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga secara gratis dan berkualitas. Pendidikan yang berkualitas akan mencetak para ulama, fukaha, mujtahid, pemimpin, dan hakim.

 

Selain itu, negara juga menerapkan kebijakan media. Fungsi media dalam sistem Islam untuk mencerdaskan masyarakat. Segala bentuk informasi yang dapat merusak karakter generasi dilarang oleh negara. Negara juga menerapkan sanksi hukum yang tegas sehingga memberikan efek jera. Dengan demikian tidak akan merajalela tindakan kemaksiatan yang dapat merusak moral. WalLahu a’lam bi ash-shawab. [LM/ry].