Lonely in The Crowd: Jebakan Media Sosial

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
LenSaMediaNews.Com–Media sosial menjadi satu wadah interaksi yang wajar dan familiar. Terlebih saat menjadi salah satu jalan untuk mengungkapkan perasaan. Namun, faktanya terlalu banyak masyarakat terlebih generasi hari ini memanfaatkan media digital secara berlebihan sehingga merenggut potensinya sebagai “agent of change”.
Ternyata individu yang terhubung terlalu sering dengan media sosial identik dengan perasaan loneliness alias kesepian di dunia nyata. Banyak yang menganggap bahwa media sosial menjadi obat hilangnya rasa sepi di dalam diri. Akan tetapi, obat ini bukanlah obat yang sesuai dengan fitrah manusia.
Dampak Sistem Rusak
Fenomena “Loneliness in the Crowd” menarik perhatian sejumlah mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyyah Yogyakarta (UMY) untuk mengadakan riset terkait media sosial, terlebih keterikatan antara Gen Z dengan penggunaan aplikasi TikTok secara berlebihan yang menimbulkan dampak serius dalam lingkungan sosial (detikedu.com, 18-9-2025).
Representasi digital seringkali dianggap sebagai sesuatu yang nyata dibandingkan fakta itu sendiri. Sehingga emosi dan perilaku yang dibentuk dalam dunia maya sering tidak sejalan dengan dunia nyata. Tidak hanya itu, fenomena ini pun mempengaruhi hubungan sosial seseorang.
Rasa kesepian banyak dialami oleh masyarakat terlebih gen Z di tengah ramainya kehidupan bermedia sosial. Gen Z disebut sebagai kelompok yang merasa paling kesepian, insecure, bahkan masuk kelompok yang banyak bermasalah dengan kejiwaannya. Bentuk fenomena ini tidak hanya disebabkan kurangnya literasi digital dan pengaturan penggunaan gawai. Namun juga karena rusaknya tatanan yang serba permisif dengan budaya barat.
Nilai-nilai agama ditinggalkan demi gaya hidup yang diklaim sebagai bentuk modernitas. Fakta ini pun diperparah dengan maraknya industrialisasi dalam media sosial. Berbagai aplikasi berlomba merebut hati masyarakat melalui berbagai konten yang banyak diminati.
Alhasil, masyarakat terlenakan oleh konten-konten rusak. Hingga akhirnya tidak mampu mengatur waktu penggunaan gawai. Para provider dan pelaku industri digital melakukan semua itu demi orientasi keuntungan materi tanpa mengindahkan dampak yang diterima masyarakat.
Industri kapitalis yang terus menjamur telah berdampak negatif bagi tatanan hidup masyarakat. Salah satunya sikap asosial, yakni sikap yang sulit bergaul di kehidupan nyata. Bahkan diantara anggota keluarga yang sering bertemu pun, hubungan terasa hambar dan jauh. Semua ini karena media sosial yang terlampau jauh mencampuri hubungan sosial masyarakat.
Sikap asosial dan perasaan kesepian ini harus dijauhkan karena berdampak buruk bagi masa depan masyarakat, terlebih generasi yang memiliki potensi luar biasa dalam membangkitkan kekuatan dan pemikiran umat.
Dengan industri kapitalis, generasi dipaksa untuk lemah dan malas menghadapi masa depan. Generasi pun menjadi lupa akan tugasnya sebagai “agent of change”. Parahnya lagi, generasi menjadi obyek kapitalis yang terjebak dalam rasa kesepiannya sehingga sulit mengindera masalah yang dialami masyarakat.
Pandangan Islam
Edukasi terkait penggunaan gawai, saat ini menjadi masalah yang urgent. Masyarakat wajib menyadari bahwa media sosial bukanlah kehidupan riil yang dihadapi. Namun sebaliknya, media sosial adalah kehidupan maya yang jauh dari fakta karena banyak skenario yang dibuat.
Sehingga berpotensi besar “menghipnotis” masyarakat terutama gen Z. Penggunaan media sosial mesti dikelola dengan bijak. Sehingga tidak menimbulkan dampak negatif seperti loneliness in the crowded.
Dalam hal ini, negara memiliki peran utama dalam mendisiplinkan masyarakat melalui berbagai kebijakan yang bisa dibuat, di antaranya menghapus konten-konten rusak yang melalaikan, menutup jaringan-jaringan yang menyajikan tayangan sampah, serta memberikan edukasi terkait penggunaan gawai dengan cerdas.
Segala kebijakan senantiasa disandarkan pada akidah Islam baik dalam konsep layanan dan penjagaan umat. Karena tugas negara yang utama sebagai perisai umat dari segala jenis keburukan.
Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya imam (pemimpin) itu adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Konsep ini hanya mampu diaplikasikan dalam wadah Khilafah. Satu-satunya institusi yang mampu optimal menjaga umat dari segala bentuk ancaman. Termasuk ancaman kebodohan dan kelalaian.
Khilafah akan menetapkan strategi dan mekanisme untuk mengefektifkan media sosial sebagai sarana meningkatkan produktifitas masyarakat melalui konten-konten edukatif. Khilafah pun akan menempatkan masyarakat sebagai bagian penting kontrol sosial untuk senantiasa saling mengingatkan melalui amar ma’ruf nahi mungkar.
Dengan kekuatan akidah Islam, generasi terjaga dari segala bentuk kerusakan. Hidup penuh rahmat dalam tatanan sistem yang amanah. Wallahu’alam bisshowwab. [LM/ry].