Lonjakan Kasus HIV/AIDS: Cermin Retaknya Moral Masyarakat

Oleh: Pudji Arijanti
Pegiat Literasi untuk Peradaban
LenSaMediaNews.Com–Kabupaten Sidoarjo kini tengah menghadapi tantangan serius dalam penanggulangan HIV. Data terbaru mencatat, hingga pertengahan Oktober 2025, sedikitnya 270 warga Sidoarjo terinfeksi HIV. Hal ini menjadikan Sidoarjo sebagai salah satu daerah dengan kasus HIV/ tertinggi di Jawa Timur.
Meski angka itu terdengar mencemaskan, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo menegaskan bahwa tingginya jumlah kasus bukan cerminan kegagalan pemerintah daerah, melainkan justru buah dari kerja keras tim kesehatan dan relawan dalam melakukan skrining dan deteksi dini di berbagai lapisan masyarakat.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo, dr. Lakshmie Herawati Yuwantina, menjelaskan bahwa meningkatnya angka kasus menunjukkan sistem pendeteksian yang semakin luas dan efektif. Melalui program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinkes secara rutin menyasar populasi berisiko dan memperkuat layanan kesehatan di tingkat bawah.
Selain itu, Sidoarjo juga memiliki fasilitas layanan HIV yang relatif lengkap, mulai dari edukasi masyarakat, layanan tes HIV, terapi antiretroviral (ARV), hingga program treatment as prevention. Upaya ini menjadi bagian dari strategi daerah untuk menekan laju penularan sekaligus memastikan bahwa para penyintas HIV tetap mendapatkan hak hidup sehat dan bermartabat (SuaraIndonesia.com, 17-Oktober-2025).
Sebenarnya, persoalan meningkatnya kasus HIV tidak bisa hanya ditilik dari satu wilayah semata. Lonjakan kasus di Sidoarjo hanyalah potret kecil dari persoalan nasional yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
Klaim bahwa tingginya angka kasus di Sidoarjo disebabkan oleh aktivitas skrining yang masif. Memang hal ini bisa dipahami sebagai bentuk optimisme kerja pemerintah daerah. Namun, di sisi lain, tingginya kasus yang ditemukan juga menyingkap realitas getir bahwa penularan HIV di masyarakat masih terus berlangsung dan belum terkendali.
Akar Persoalan Munculnya HIV/AIDS
Sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan, telah menumbuhkan gaya hidup hedonistik dan permisif. Nilai-nilai kesucian, tanggung jawab, dan penjagaan kehormatan diri kian memudar. Akibatnya, penyakit sosial seperti HIV/AIDS berkembang, bukan hanya di kalangan yang berisiko tinggi, tetapi juga mulai merembet ke masyarakat umum.
Bukannya pemerintah tidak berupaya, ironisnya, banyak kampanye pencegahan yang masih berpijak pada logika sekularisme. Di satu sisi mengkampanyekan bahayanya HIV/AIDS, tetapi dalam waktu yang sama menekankan “seks aman” dengan pendekatan pakailah kondom. Jelas, ini hanya menekan gejala, bukan akar persoalan. Sementara itu, generasi muda juga terus menerus dicekoki tayangan, konten, dan gaya hidup yang menormalisasi hubungan di luar nikah.
Islam menuntaskan HIV/AIDS
Islam mampu memberikan solusi: promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif. Promotif: Islam menganjurkan seorang muslim untuk memelihara kehormatannya. Dengan menganjurkan menikah jika sudah siap, jika belum siap berpuasalah. Negara juga mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Preventif: adalah bentuk pencegahan. Dimana Islam memiliki metode yang dapat mencegah penyakit ini tidak menular ke yang lainnya. Dengan mengharamkan zina, narkoba ataupun hubungan sesama jenis penyebab munculnya penyakit ini. Sanksi tegas bagi pelakunya, termasuk menutup sarana-sarana maksiat.
Kuratif: yaitu pengobatan. Dalam hal ini HIV/AIDS merupakan virus yang berbahaya bahkan mematikan. Maka, untuk pengobatannya perlu dilakukan dengan hati-hati, dengan karantina total, pengobatan berkualitas yang ditanggung negara.
Rehabilitatif: dilakukan untuk memperbaiki kondisi psikologis dan keimanan penyitas HIV/AIDS. Jika mereka tertular dari melakukan maksiat, maka harus bertobat dan mengubah diri dengan keimanan yang lebih baik agar beroleh ampunan dari Allah Swt.
Sejatinya tidak ada keraguan pada solusi komprehensif HIV-AIDS yang diberikan Islam karena aturan yang dibuat bersumber dari Al-Haq yakni Allah Swt. Pemilik kehidupan ini.
Media informasi yang bebas dari konten pornografi, sistem ekonomi yang menjamin pemenuhan kebutuhan hidup. Juga sistem pendidikan yang membangun kepribadian Islam, jaminan kesehatan, serta penerapan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan.
Peran keluarga dalam mencegah HIV sangat penting, karena ia benteng terdepan, sekaligus madrasah pertama, di sinilah iman dan moral dibentuk sebelum anak mengenal dunia luar. Menanamkan nilai ketakwaan sejak dini, bahwa zina, seks bebas, dan homoseksual adalah dosa besar yang membawa kehancuran pribadi dan masyarakat. Dengan penerapan syariat Islam di bawah naungan sistem Khilafah, masyarakat akan terlindungi dari gaya hidup menyimpang, keluarga terjaga, dan generasi tumbuh dalam ketakwaan.
Kini, sudah saatnya umat memperjuangkan kembali aturan Ilahi. Hanya dengan kembali kepada Islam secara menyeluruh, negeri ini dapat bangkit dari kerusakan moral dan menemukan kembali kemuliaannya sebagai umat terbaik yang membawa rahmat bagi seluruh alam.Wallahualam Bissawab. [LM/ry].