Maaf, Ucapan Seremonial Pejabat

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSaMediaNews.Com–Bekas demonstrasi yang berakhir ricuh, disertai tindakan anarkis dan penjarahan masih nyata. Seolah Menteri agama kita tak melihatnya sebagai pelajaran, sebab rakyat muak dan marah melihat lisan para pejabat dan mereka yang mewakili di dewan selalu menyakiti hati rakyat. Nota bene pihak yang seharusnya mereka layani dan sayangi sepenuh hati.
Memang maaf terucap dari lisan Menteri Agama (Menag) Prof Nasaruddin Umar sekaligus klarifikasi terkait potongan video pernyataannya yang sempat menimbulkan tafsir berbeda mengenai profesi guru.
Nasaruddin menyadari pernyataannya telah melukai hati rakyat. Ia tak ada niat merendahkan profesi guru, sebaliknya ia ingin menegaskan bahwa guru adalah profesi yang sangat mulia, karena dengan ketulusan hati merekalah generasi bangsa ditempa. Ia sendiri berangkat dari profesi seorang guru (republika.co.id, 3-9-2025).
Video yang terlanjur viral di media sosial itu menayangkan potongan pidatonya yang berpesan agar para guru di Indonesia, khususnya guru agama agar bangga dengan profesinya, jangan seperti pedagang yang niatnya hanya mencari uang atau keuntungan, sedang guru memintarkan anak.
Namun inilah fakta, pejabat dalam Sistem Kapitalisme yang minim adab. Bahkan tingkat intelektualitasnya diragukan. Banyak dari mereka hanya berbekal profesi sebelumnya semisal artis, politikus, enterpreuner dan bahkan sekadar dekat dekat circle pejabat hingga menjadi tim sukses pemenangan rezim.
Mereka tak paham bahwa jabatan adalah amanah, bahkan haram dijadikan sebagai alat pengumpul kekayaan pribadi maupun partai. Disinilah Sistem Kapitalisme di bidang ekonomi dan Sistem Demokrasi di bidang politik bekerja sama sangat apik yang hanya bisa melahirkan sosok pragmatis, hedonis dan korup.
Sudah bukan rahasia lagi pemilihan mereka menjadi penguasa berbiaya mahal. Melibatkan banyak pihak terutama pengusaha bermodal besar yang secara terang-terangan ikut campur dalam urusan internal negara termasuk membuat peraturan agar mereka lebih leluasa eksploitasi kekayaan negara di berbagai aspek.
Lebih parahnya, jabatan yang mereka pegang hari ini hanya bagian dari bagi-bagi kue kekuasaan. Tak ada sedikit pun porsi untuk rakyat, maka bisa kita lihat, pelayanan dalam aspek kebutuhan pokok semisal pendidikan snagatlah minim.
Anggaran di APBN tahun 2025 ini memang naik dibanding tahun anggaran sebelumnya yaitu Rp724,3 triliun. Namun itu masih harus berbagi dengan program MBG dan kelembagaan lain yang masih berkaitan dengan pendidikan.
Sangat tidak layak, apalagi seringnya pembiayaan hanya berfokus pada sekolah yang ada di pusat-pusat perkotaan, sementara daerah pinggiran malah tak tersentuh, gedung sekolah yang ambruk, jembatan menuju sekolah tak ada sehingga ada murid yang terpaksa berenang atau menyeberang dengan jembatan darurat. Jangan tanya bagaimana nasib gurunya.
Banyak yang masih menerima gaji di bawah standar UMR, bahkan mereka yang masih honorer meski sudah puluhan tahun mengabdi gajinya sangat tak layak. Padahal tugas mereka sama dengan guru yang sudah ASN. Gaji guru lebih tepat dikatakan hanya cukup untuk hidup minimalis, karena masih ada potongan pajak, asuransi kesehatan listrik, air dan lainnya.
Islam Muliakan Guru
Islam memandang, sebuah peradaban cemerlang diawali dari pendidikan seseorang. Di sinilah tugas guru sangat krusial, ia tak hanya mengajarkan ilmu tapi juga adab kesantunan dan sekaligus penguatan akidah, bahwa mereka adalah hamba Allah yang wajib terikat dengan hukum syara. Standar mereka halal haram.
Maka, dengan pembiayaan dari Baitulmal, negara bisa menjamin sistem pendidikan terbaik bagi rakyatnya. Sejarah mencatat bagaimana Umar bin Khatab fokus pada pendidikan, selain membangun sekolah-sekolah baru, juga menggaji para guru ( apapun, bukan hanya guru agama) 15 Dinar. Dengan perbandingan emas syariat yaitu 1 Dinar setara dengan 4,25 gram dikalikan harga emas hari ini, jelas jumlah yang sangat fantastis.
Dan para guru ketika itu hanya fokus pada bagaimana mengajar para murid karena untuk kebutuhan pokok lainnya, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan sudah dijamin negara.
Jika belum mampu menyejahterakan rakyat terkhusus guru janganlah lisannya menyakiti. Alangkah lebih baik lagi sebagai menteri agama mengajak masyarakat untuk mengadakan perubahan sistem. Sebab maaf saja tak cukup untuk mengubah keadaan dan membuktikan bahwa ia benar-benar peduli.
Jelas sebagaimana Rasûlullâh Saw. mengganti tebusan tawanan Perang Badar dengan meminta mereka mengajari anak-anak Madinah belajar membaca dan menulis, sebagai kepala negara beliau telah menunjukkan kewajiban yang harus ditunaikan. Berlanjut pada Khalifah setelahnya, yang senantiasa memuliakan ilmu dan guru, sekaligus bukti bahwa penguasa adalah periayah (pelayan) umat.
Rasul Saw. Bersabda, “Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari). Wallahualam bissawab. [LM/ry].