Mantan Napi Berulah, Apa yang Salah?

Oleh: Desi Yunise S.TP
(Penulis)
LensaMediaNews— Sederet kasus aksi kriminal mantan napi kembali mencuat. Meningkatnya tingkat kriminal di berbagai daerah diakui oleh Kasat Reskrim Polres Tanjungpinang AKP Rio Reza Parindra saat di konfirmasi sidaknew.com via WA nya (Sidaknews.com, 10/4/2020).
“Bukan hanya karena Pandemi virus Corona atau Covid-19 menghantam seluruh sendi kehidupan. Sektor ekonomi ikut terganggu dan banyak pekerja mulai dirumahkan. Sehingga timbullah pengangguran disana sini”, ujarnya. Ia menambahkan “Setidaknya dalam sepekan ini Satreskrim Polres Tanjungpinang telah menerima 10 laporan dari masyarakat”.
Di Sumatera Selatan, AG (24), warga Jalan Blabak, Kelurahan 2 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang baru saja menghirup udara bebas dari balik bui. Hal ini, menyusul kebijakan kemenhumkam yang membebaskan 30.432 melalui asimilasi 22.412 dan integrasi 8.020 narapidana dan anak.
Sayangnya, kesempatan untuk menghirup udara bebas tak membuat residivis ini jera. Ia kembali berulah mencuri kendaraan bermotor , hingga harus berurusan dengan pihak kepolisian (Liputan6.com, 13/4/2010).
Menanggapi hal tersebut, anggota komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan pihaknya sudah memperkirakan hal tersebut ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (13/4/2020).
Meningkatnya kasus kriminalitas makin menggelisahkan dan meresahkan masyarakat. Mereka harus super hati-hati dalam menjaga hartanya, sebab jika tidak, para pencuri siap menyergap.
Diakui atau tidak, realita merajalelanya kasus kriminalitas menunjukkan hukum saat ini telah gagal memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi masyarakat. Berulahnya kembali mantan napi menunjukkan gagalnya hukuman yang diterapkan untuk memberikan efek jera. Padahal, semestinya hukuman yang diterapkan harus membuat pelakunya jera untuk melakukan kejahatan serupa.
Dalam berbagai kesempatan, masyarakat juga menyaksikan tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelaku kriminal. Aturan pun bisa berubah dan terkesan dibuat-buat untuk meringankan. Hal ini tampak pada kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian yang dipimpin oleh Yasonna H. Laoly.
Meski ia membantah bahwa program ini guna meringankan sanksi bagi para koruptor, namun publik terlanjur tak percaya padanya. Sebab alasan yang mengemuka adalah lapas yang over- kapasitas. Padahal lapas untuk para koruptor tidak over-kapasitas.
Walhasil, masyarakat makin apatis dengan pelaksanaan hukum di negara ini. Masyarakat pun mampu menilai bahwa hukum yang ada, tak bisa memberikan rasa aman dan jaminan keadilan bagi mereka.
Sudah semestinya sistem hukum yang diberlakukan mampu memberi efek jera, sehingga pelaku kriminal tak akan mengulangi kejahatannya. Di sisi lain, masyarakat pun tercegah untuk melakukan kejahatan serupa. Hukuman ini hanya muncul dari sistem Islam yang sudah pernah diterapkan berabad-abad lamanya. Sistem ini menjamin keadilan bagi seluruh manusia, karena ia berasal dari Zat Yang Maha Adil.
Dalam sistem Islam, sanksi diberlakukan secara tegas. Hukuman ini pun terbukti mampu memberikan keamanaan, ketenangan dan keadilan kepada masyarakat seluruhnya. Wallahu a’ lam bish Showab. [ry/LM]