Maraknya Kriminalisasi Guru, di Mana Perlindungan Negara?
Oleh : Zhiya Kelana, S.Kom
(Aktivis Muslimah Aceh)
Lensamedianews.com__ Begitu lelahnya para guru saat ini yang disibukkan dengan segala urusan kurikulum, administrasi dan beban mengajar. Hal ini yang tidak dipahami oleh banyak orang, karena menjadi guru bukan lagi profesi mulia seperti dulu sehingga disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Sekarang menjadi guru seperti sebuah dilema antara mengajar atau mengasuh anak. Kenapa bisa seperti itu?
Lihat saja ada berapa banyak kasus yang menjerat para guru, seolah menjadi guru tidak lagi ada harganya saat ini. Seperti kasus baru-baru ini yang menimpa seorang guru yang dituduh melakukan kesalahan saat mengajar seperti memukul anak. Padahal bisa jadi hanya ditegur biasa, namun tidak digubris sehingga wajar saja marah.
Namun hal sepele itu bisa diselesaikan dengan pihak sekolah saja. Jika kemudian kasusnya hingga naik sidang kemudian minta ganti rugi 50 juta agar dipenjara dan dipecat sehingga tidak diterima lagi menjadi seorang guru, maka hal ini sangat keterlaluan sekali. Bahkan yang mirisnya sampai ada guru yang kemudian buta. (Viva.com, 01-11-2024)
Instrumen hukum perlindungan guru berupa Tugas pokok dan fungsi guru telah diatur dalam PP No. 19 tahun 2017 tentang perubahan atas PP No. 74 Tahun 2008 tentang guru. Pemerintah juga telah merespons fenomena kriminalisasi terhadap guru melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Permendikbud ini dimaksudkan untuk melindungi pendidik dan tenaga pendidikan guna menghadapi permasalahan terkait pelaksanaan tugas. Adapun dalam pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa perlindungan itu meliputi aspek hukum, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja dan/atau hak atas kekayaan intelektual.
Khusus aspek perlindungan hukum meliputi perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi dan/atau perlakuan tidak adil dari murid, orangtua murid, masyarakat, birokrasi maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya. (Kompas.com, 30-10-2024)
Guru dalam sistem hari ini menghadapi dilema dalam mendidik siswa. Pasalnya beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena ada UU perlindungan anak, sehingga guru rentan dikriminalisasi. Apapun yang dilakukan oleh guru seolah tetap salah di mata orangtua murid, seolah kita mengasuh anak.
Di sisi lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru dan masyarakat serta negara karena masing-masing memiliki persepsi terhadap pendidikan anak. Akibatnya muncul gesekan antara berbagai pihak termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Guru pun akhirnya ragu dalam menjalankan peran guru khususnya dalam menasehati siswa.
Islam memuliakan guru, dan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru. Selain itu, negara juga menjamin guru dengan sistem penggajian yang terbaik, sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan baik.
“Mereka semua berada dalam kebaikan. Kelompok pertama membaca Al-Qur’an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Dia akan memberi (apa yang diminta) mereka. Sementara kelompok yang kedua belajar mengajar, dan sesungguhnya aku diutus untuk menjadi guru” (HR Ibnu Majah).
Negara memahamkan semua pihak akan sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang jelas, dan meniscayakan adanya sinergi semua pihak, sehingga menguatkan tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam. Kondisi ini menjadikan guru dapat optimal menjalankan perannya dengan tenang, karena akan terlindungi dalam mendidik siswanya. Wallahu’alam.