Melindungi Kepemilikan Umum Merupakan Kewajiban Negara

Promo Makanan Kiriman Instagram_20250214_142332_0000

Oleh: Umi Nissa

 

LenSa Media News _ Opini _ Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Nusron Wahid menjatuhkan sanksi kepada delapan pejabat Kantor Pertanahan Tangerang memang perlu diapresiasi, sebanyak delapan pejabat dicopot sebab terlibat dalam kasus pagar laut diperairan Tangerang Banten. Dari delapan pejabat yang disanksi berat, enam pegawai diberi sanksi pemberhentian.

 

Mencopot pejabat internal seharusnya cuma menjadi langkah awal. Pemerintah tak boleh puas hanya dengan menjatuhkan sanksi etik kepada para pejabat di level daerah. Hal ini harus dilanjutkan dengan melakukan tindakan penegakan pidana . Indikasi adanya pelanggaran hukum pembangunan pagar laut yang punya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) (Tirtoid com.31-1-2025).

 

Melihat kondisi ini wajar masyarakat mempertanyakan peran negara dalam menjaga kedaulatan wilayah dan melindungi kepentingan warganya. Mengapa pemasangan pagar laut dan pengavelingan tersebut bisa terjadi secara masif dan luas? Mengapa pula para pemilik kaveling tersebut bisa mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas laut? Padahal Mahkamah konstitusi telah mengeluarkan larangan terhadap hal tersebut.

 

Pemagaran itu juga dinilai oleh banyak pihak merugikan warga nelayan dan mengancam ekosistem. Bagi nelayan, ruang tangkap ikan menjadi terbatas dan menambah jarak tempuh pelayaran. Belum lagi resiko kapal rusak karena menabrak pagar bambu tersebut.

 

Kasus pagar laut di berbagai tempat ini sejatinya sudah jelas ada pelanggaran hukum, namun tidak segera ditindaklanjuti dan dibawa dalam aspek pidana. Bahkan nampak adanya beberapa pihak yang dijadikan kambing hitam, namun otaknya tidak tersentuh oleh hukum para pejabat pun sibuk bersilat lidah dan berlepas tangan.

 

Kasus ini juga serupa kasus penjualan area pesisir laut di berbagai pulau menunjukkan kuatnya korporasi dalam lingkaran kekuasaan, atau yang disebut dengan istilah korporatokrasi. Negara kalah dengan para korporat yang memiliki banyak uang. Bahkan aparat pegawai negara menjadi fasilitator kejahatan terhadap rakyat, bekerja sama melanggar hukum negara membawa kemudharatan buat rakyat dan mengancam kedaulatan negara. Prinsip liberalisme dalam ekonomi kapitalisme membuka peluang terjadinya korporatokrasi munculnya aturan yang berpihak pada oligarki.

 

Negara seharusnya berfungsi sebagai ra’in dan junnah bagi rakyat. Semua ini akan terwujud ketika aturan bersumber pada hukum Allah, dan bukan akal manusia. Islam memiliki sistem ekonomi Islam dengan konsep kepemilikan lengkap dengan aturan pengelolaannya. Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas bagi pelanggar hukum. Semua sama di hadapan hukum.

 

Negara pun haram merampas lahan milik umum walaupun dengan dalih untuk pembangunan negara wajib memberikan kompensasi atau membeli lahan warga dengan cara yang di ridhai oleh pemilik lahan. Islam memiliki prinsip kedaulatan di tangan Syara’, maka korporatokrasi dapat dicegah. Apalagi Islam menetapkan penguasa wajib menjalankan aturan Islam saja, dan tidak berhak memiliki harta rakyat atau memfasilitasi pihak lain mengambil harta milik rakyat.

Waallahu alam bisawab 

(LM/SN)