Nasib PPPK, Gaji Mini Sejahtera Kian Minim

LenSaMediaNews.Com–Polemik kesejahteraan guru di Indonesia kian bervariasi tak kunjung tersolusi, mulai dari kesenjangan gaji dan tunjangan yang tinggi antara guru ASN dan homorer, ketidakhjelasan regulasi gaji honorer, beban administrasi yang sulit dan rumit, tumpang tindih prioritas kebijakan pemerintah antara kenaikan gaji, peningkatan fasilitas, pembiayaan program versus ketersediaan dana dan berbagai hal lain penyumbang polemik dunia pendidikan.
Belum lagi, ditambah pernyataan kontroversial para pejabat tentang guru, mulai dari merendahkan dan meremehkan profesi guru, sampai mengabaikan kebutuhan kesejahteraan guru.
Negara hanya memposisikan guru layaknya pekerja dengan gaji dan kesejahteraan minim tetapi bebannya selangit, yang tidak sepadan dengan pengabdiannya dalam mencerdaskan bangsa. Realitas saat ini sering membuat guru berada pada posisi dilematis, guru dituntut mengajar secara totalitas dan ikhlas, tetapi kesejahteraan guru jauh dari kata layak.
Kebijakan yang tidak pro kepada guru dan acap kali mengorbankan guru seolah menjadi tumbal, seperti pernyataan Menag beberapa waktu lalu, “jika mau kaya jangan jadi guru, jadi pedagang.” Inikah timbal balik negara pada guru?
Di tengah hiruk-pikuk perjuangan akan kesejahteraan guru. Tersiar kabar bahwa Presiden Prabowo Subianto berencara membagikan 330 ribu televisi pintar (smart TV) bagi sekolah di semua jenjang pendidikan untuk mendukung proses belajar mengajar. Menilik hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah gagal memahami masalah mendasar dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Proyek tersebut dikhawatirkan justru akan membuka celah korupsi, sebagaimana pengadaan laptop yang kini menjerat eks menteri Nadiem Makarim. Belum lagi ketimpangan infrastruktur sekolah kota dan pelosok, proyek ini akan dinilai sebagai pemborosan bahkan mubazir karena keterbatasan infrastruktur pendukung, seperti listrik dan internet. Akhirnya, dimana celah atau kesempatan untuk sekedar menoleh nasib guru sekedar bisa layak, apalagi sejahtera?
Jika negara dan sistem ini berkali-kali gagal menjawab polemik dunia pendidikan, khususnya kesejahteraan guru. Maka saatnya beralih pada negara dan Sistem Islam yang terbukti sepanjang sejarah penerapannya mampu mensejahterakan guru dengan gaji setimpal, infrastruktur yang lengkap dan mencetak pendidikan yang gemilang serta menakjubkan bahkan diakui dunia dengan melehirkan generasi atau luliusan yang multitalenta.
Sejatinya pendidikan Islam bisa setangguh itu, mutlak dibutuhkan penopang yang juga tangguh, yakni Sistem Ekononi Islam. Ketangguhan sistem ekonomi Islam terbukti mampu menjamin pembiayaan pendidikan yang bermutu tinggi sekalipun jelas dengan angka yang fantastis.
Pos pemasukan negara yang nilainya paling besar adalah pos kepemilikan umum. Jika kepemilikan umum ini dikelola secara amanah berdasarkan sistem Islam, maka pembiayaan pendidikan yang besar akan mampu terpenuhi, tanpa pajak apalagi hutang. Wallahualam bissawab. Beta Arin Setyo Utami, S.Pd. [LM/ry].