NATO Versi Negara Islam, Kocak!

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSaMediaNews.Com–NATO (North Atlantic Treaty Organization) adalah organisasi aliansi militer yang dibentuk oleh negara-negara Eropa di antaranya Kanada, Belgia, Denmark, Prancis, Islandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Inggris ditambah Amerika. Berdiri tahun 1949, dengan tujuan menghadapi ancaman Uni Soviet setelah Perang Dunia II.
Yang kemudian pada pertemuan darurat OKI di Qatar, 15 September lalu menjadi inspirasi pembentukan aliansi pertahanan yang sama, hanya saja anggotanya negara-negara muslim. Menguatnya pembentukan didasari atas serangan Israel ke sebuah kompleks perumahan di Doha yang menewaskan lima anggota Hamas dan seorang petugas keamanan Qatar beberapa waktu yang lalu (cnbcindonesia.com, 16-11-2025).
Mesir dan Iran, dua negara yang mendorong keras tampil lahirnya pakta militer mirip NATO di kawasan Timur Tengah itu. Usulan itu dinilai sebagai langkah paling serius dalam beberapa dekade terakhir menuju pembentukan perjanjian. Pejabat Arab maupun Iran juga memperingatkan bahwa tanpa langkah tegas, negara-negara Timur Tengah akan terus rentan terhadap operasi militer Israel di masa mendatang.
Pertemuan darurat OKI pun dipandang sebagai momentum krusial untuk menguji apakah seruan persatuan Muslim dapat diwujudkan dalam kerangka pertahanan bersama yang nyata. Mesir, yang memiliki angkatan bersenjata terbesar di dunia Arab, mengajukan gagasan pembentukan komando militer gabungan berbasis di Kairo. Sementara itu, pejabat senior Iran mendorong lahirnya koalisi yang lebih luas.
Mohsen Rezaei, mantan komandan Garda Revolusi Iran, memperingatkan bahwa negara-negara seperti Arab Saudi, Turki, dan Irak bisa menjadi target berikutnya jika blok muslim gagal bertindak tegas. Jalal Razavi-Mehr, ulama senior Iran juga mendesak pembentukan satu angkatan bersenjata Islam dengan doktrin pertahanan dan ofensif bersama.
Sedangkan dari kalangan diplomasi, lebih menyuarakan kehati-hatian, di antaranya Mehdi Shoushtari dari Kementerian Luar Negeri Iran yang menyebut masih terlalu dini untuk memformalkan pakta semacam itu, tetapi mengakui kondisi sekarang “lebih kondusif dibanding masa lalu.”
Pakistan, satu-satunya negara muslim yang memiliki senjata nuklir, turut mengajukan usulan pembentukan gugus tugas bersama untuk memantau tindakan Israel serta menyiapkan langkah pencegahan maupun ofensif secara terkoordinasi.
Banyak pihak kemudian mengatakan jika berhasil diadopsi, pakta pertahanan muslim bergaya NATO berpotensi mengubah peta keseimbangan kekuatan di Timur Tengah sekaligus menguji kembali peran Amerika Serikat sebagai penjamin keamanan regional.
Lupakah Mereka dengan Kewajiban Menegakkan Khilafah?
Potensi kaum muslim dari buku “Negara Khilafah Islam, Munculnya Kekuatan Global Baru” karya Ja’far Muhammad Abu Abdullah, dosebutkan pada tahun 2010, dari 20,526 juta personel paramiliter di seluruh dunia, 11,32 juta personel di antaranya dimiliki dunia Islam. Satu negara Islam saja, semisal Iran, memiliki personel paramiliter 11 kali lebih banyak daripada jumlah total personel paramiliter kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB bahkan 5 kali lebih banyak dari jumlah personel paramiliter yang dimiliki gabungan negara-negara BRIC.
Belum lagi jika kita menghitung potensi ekonomi, industri, geostrategis dan idiologi, sangat luarbiasa dan merupakan karunia dari Allah swt. Sayang, potensi itu kini negeri-negeri muslim terpecah belah karena ide Nation State buatan penjajah. Sehingga mereka mengukur untung rugi ketika melihat saudara akidah dalam penjajahan dan sekarat. Bukti bahwa organisasi Islam yang ada malah semakin menumpulkan mata hati para pemimpin negeri muslim itu.
Apakah mereka lupa, Rasulullah menegakkan negara di Madinah dan bukan membuat pakta militer ketika menghadapi kafir musuh-musuh Islam? Syariat Islam mulia jadi dasar negaranya, sehingga muslim dari Jazirah Arab hingga Maroko berada pada satu ikatan saja. Jika memang ini saatnya menghabisi laknatullah Israel dan mengembalikan perdamaian, maka semestinya bukan langkah tanggung yang diambil.
Saatnya Bersatu untuk Tegakkan Khilafah
Perubahan yang dibutuhkan adalah perubahan revolusioner bukan bertahap, yaitu mewujudkan persatuan kaum muslim di dunia ke arah penegakan Khilafah. Sebab jika hanya pakta pertahanan semacam NATO samasekali tidak berpengaruh dalam politik internasional, mengingat hari ini kekuasaan ada pada tangan AS yang tak segan menggunakan PBB sebagai kaki tangannya.
Umat muslim harus disadarkan secara politik, bahwa Islam bukan sekadar pengatur cara beribadah kepada Allah, tapi juga bagaimana bermasyarakat dan bernegara. Dengan pengaturan syariat dalam bingkai Khilafah tidak hanya penjajahan yang mampu dihapuskan , tapi juga keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana janji Allah swt. yang artinya,” Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS Al-A’raf :96). Wallahualam bissawab. [LM/ry].
