ODGJ Bisa Milih, Waraskah?

Oleh : Zhiya Kelana, S.Kom
(Aktivis Muslimah Aceh)
Lensa Media News – KPU DKI Jakarta memberikan kesempatan kepada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai pemilih atau memiliki hak suara pada Pemilu 2024. Ribuan ODGJ di DKI Jakarta yang berhak mencoblos pada Pemilu 2024 akan didampingi KPU.
“Di DKI kami memberikan pelayanan terhadap ODGJ atau disabilitas mental untuk bisa memilih dalam Pemilu 2024,” kata Anggota Divisi Data dan Informasi KPU DKI Jakarta Fahmi Zikrillah, dilansir Antara, Sabtu (16/12/2023). (Detik.com)
Dia merinci jumlah pemilih di TPS Panti Sosial Bina Laras Jakarta Timur itu yakni nomor TPS 72 terdapat 280 pemilih laki-laki, nomor TPS 73 terdapat 118 laki-laki dan 158 perempuan. Kemudian, nomor TPS 91 terdapat enam laki-laki dan 210 perempuan serta nomor TPS 92 terdapat 155 perempuan. Berdasarkan data dari KPU DKI, tercatat Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 berjumlah 8.252.897 pemilih. Dari total keseluruhan 8,2 juta jumlah pemilih tersebut, 61.747 diantaranya merupakan penyandang disabilitas termasuk 22.871 disabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). (AntaraNews.com)
Bisakah ODGJ Memilih?
Sebenarnya aneh menjadikan ODGJ meski atas nama hak politik setiap warga. Apalagi selama ini ada standar ganda di negeri ini. Dalam kasus kriminalisasi ulama, pelaku dianggap ODGJ dan bebas dari sanksi. Namun ketika pemilu, ODGJ diambil suaranya. Mengapa seperti itu? apakah mereka takut akan kekurangan suaranya? Sehingga memilih mendaftarkan ODGJ untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu tahun depan?
Secara ODGJ mengalami ketidakwasarannya, dia tidak sadar siapa yang harus dipilihnya. Ini menunjukkan betapa putus asanya pemerintah melihat banyaknya masyarakat yang golput. Apalagi mengingat ketika mereka meminta para ulama untuk menjadi perantaranya, agar masyarakat tetap memilih dan jangan suaranya kosong. Disini kita melihat betapa tidak masuk akalnya sistem ini, yang menghalalkan segala cara agar bisa memilih meski orang itu tidak waras.
Disinilah perbedaan dengan Islam yang dimana memfungsikan akal sebagaimana tujuan akal diciptakan oleh Allah. Jika akalnya tak berfungsi dengan baik maka bisa dipastikan bahwa dia tak mampu melakukan banyak hal dengan baik dan waras. Konon lagi jika harus memilih, ini akan membingungkan mereka. Bahkan sangat jelas dikatakan dalam sebuah hadist:
“Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai baligh dan orang gila sampai ia kembali sadar (berakal).” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
ODGJ dalam Islam diakui sebagai makhluk Allah yang wajib dipenuhi kebutuhannya, namun tidak mendapatkan beban amanah. Mereka tetap dilindungi di dalam negara sebagaimana masyarakat lainnya. Namun mereka dibebaskan dari semua hal, yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang bisa berfikir dengan benar. Jika dia sehat secara akal bisa memilih yang mana benar dan salah, maka tidak ada paksaan dalam memilih, semua diserahkan kepada dirinya. Yang dimana dia bisa menimbang pemimpin yang mana kelak akan benar-benar meriayah umat. Bukan seperti saat ini yang menghalalkan segala cara.
Islam memiliki mekanisme pemilihan pejabat dan wakil umat dengan cara yang sederhana dan masuk akal, dan semua demi menegakkan aturan Allah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Dimana pemimpin negara tidak akan memanfaatkan suara rakyat untuk dirinya sendiri dan zalim terhadap rakyatnya dibawahnya.
Wallahu’alam
[LM/nr]