Pelecehan Seksual di Satuan Pendidikan, Kapankah Berakhir ?

20250316_072653

LenSaMediaNews.Com, Surat Pembaca–Pelecehan seksual kembali terjadi di satuan pendidikan. Pelecehan terjadi di sebuah SD di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka,Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Seorang guru PJOK tega berbuat keji kepada 8 orang siswanya yang berumur 8-13 tahun . Bahkan perbuatan bejat tersebut sudah dilakukan sejak korban masih kelas 1.

 

Tingkah guru di sebuah SMK di Kalideres juga diluar nalar. Menurut dugaan ada 40 siswi yang mengaku mengalami pelecehan seksual oleh oknum guru yang berinisial O. Pihak sekolah telah memberhentikan guru tersebut dan menyiapkan surat pemecatan.

 

Pelecehan seksual di lingkungan pendidikan tentu menjadi tamparan bagi dunia pendidikan. Berulangnya kejadian menunjukkan hal ini bukan sekedar kesalahan oknum semata. Tapi juga kesalahan akibat diterapkannya sistem Demokrasi sekular.

 

Penerapan sistem Demokrasi sekular membuat guru bebas melakukan sesuatu. Tanpa melihat halal dan haram. Tanpa memperhatikan kerugian dan kerusakan orang lain. Individu hanya ingin memuaskan keinginanya dengan segala cara.

 

Guru yang seharusnya menjadi panutan dan teladan, namun justru mencelakai siswanya. Begitulah hasil individu yang hidup dalam alam sekuler. Alam yang memisahkan agama dengan kehidupannya.

 

Guru yang mencelakai siswa tidak akan kita temukan dalam penerapan aturan Islam. Aturan Islam yang lahir dari Akidah Islam meniscayakan terjaganya kehormatan seseorang. Penerapan sistem pendidikan mendidik siswa dan guru memiliki kepribadian Islam . Mereka berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan ilmu yang dipelajari. Bukan sekedar transfer pengetahuan, tapi dipahami untuk diamalkan dalam kehidupan.

 

Selain menerapkan sistem pendidikan, sistem pergaulan tidak lepas dari aturan Islam. Pergaulan laki-laki dan perempuan dijaga agar tidak terjadi kerusakan. Laki-laki dan perempuan hidup terpisah. Laki-laki dan perempuan boleh berinteraksi dalam pendidikan, kesehatan dan jual beli. Interaksi tersebut dibatasi sekedar memenuhi kebutuhannya.

 

Pelaksanaan sistem sanksi Islam membuat orang takut berbuat dosa. Sanksi dalam Islam bersifat menghapuskan dosa (jawabir) dan mencegah orang lain berbuat hal yang sama (jawazir). Jika ditemukan pezina yang sudah menikah, maka akan dihukum rajam. Bagi pezina yang belum menikah, dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun. Penerapan sistem sanksi Islam dilakukan tanpa tebang pilih. Jika bersalah, akan mendapatkan hukuman yang setimpal.

 

Begitulah penerapan sistem pendidikan , sistem pergaulan dan sistem sanksi Islam. Penerapan sistem tersebut hanya bisa diterapkan dalam sistem Khilafah. Khilafah merupakan sistem yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. dan diikuti oleh para Khalifah selanjutnya. Tidakkah kita merindukan sistem yang terbukti memberikan kebaikan bagi manusia?Putri Ira. [LM/ry].