Peristiwa Isra’ Mi’raj Mengajarkan Kita untuk Taat

Oleh Nadisah Khairiyah

 

Lensamedianews.com__

سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

Mahasuci Allah Yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepada dia sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sungguh Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (TQS al-Isra’ [17]: 1)

 

 

Umat Nabi Muhammad ﷺ yang hidup saat ini, tidak mendapatkan kesempatan langsung mendengar peristiwa luar biasa, yang terjadi pada diri utusannya. Bagaimana tidak luar biasa, saat pesawat belum ditemukan, pesawat ruang angkasa belum ditemukan, nabi Muhammad ﷺ sudah diberikan kesempatan untuk melakukan perjalanan sejauh kurang lebih 1500 km, dan menembus langit hanya dalam waktu kurang dari 1 malam. Bagi orang-orang saat itu, ini adalah batu ujian keimanan mereka, apakah mereka akan terus beriman atau malah meninggalkan agama ini. Dan memang ada yang murtad dan ada pula yang percaya tanpa tapi. Itulah shahabat Abu Bakar رضي الله عنه. Dan memang pantas diberi julukan Ash Shiddiiq,  yang membenarkan.

 

 

Bagi umat Nabi Muhammad ﷺ hari ini, untuk mempercayai peristiwa luar biasa ini, seharusnya tidak sesulit umat masa itu, saat peristiwa Isra Mi’raj terjadi. Ditambah dengan membaca surat Al-Isra ayat 17 di atas. Maka ayat ini dan peristiwa Isra Mi’raj sebenarnya adalah sebuah bukti yang bisa kita ambil bahwa nabi Muhammad ﷺ adalah manusia paling mulia, dan manusia yang paling dicintai sang Pencipta. Betapa tidak dicintai, perjuangan beliau ﷺ dalam menyampaikan Al-Quran adalah perjuangan yang luar biasa. Menghabiskan harta, waktu, bahkan darah beliau juga tumpah, dan ditinggalkan oleh orang yang paling mendukung perjuangan dakwahnya (istri beliau) serta pelindung beliau (paman beliau).  Di saat itulah Allah ﷻ menghibur Rasulullaah ﷺ. Allah berikan perjalanan yang hanya diberikan kepada beliau seorang. Tak ada makhluk lain yang diberi pengalaman serupa. Seolah Allah ﷻ ingin mengatakan engkau adalah utusan-Ku, orang istimewa yang sangat Kucintai. Perjuangan beratmu, Aku ganti dengan perjalanan yang luar biasa, pengalaman menjadi imam shalat para Nabi, serta berbicara langsung dengan-Ku  untuk mendapatkan perintah shalat.

 

 

Manusia seperti Nabiyullah ﷺ adalah manusia mulia,  hebat, dan disayang Allah ﷻ. Saat beliau sedih Allah hibur secara langsung. Jika kita mengikuti manusia mulia seperti ini, apakah suatu hal yang pantas? Semoga keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi semakin kuat.

 

 

Pelajaran kedua yang bisa kita ambil, adalah aspek ketaatan. Ini tercermin dari perintah shalat lima waktu. Shalat adalah kewajiban seorang muslim yang perintahnya disampaikan langsung kepada Nabi ﷺ. Maka shalat ini menjadi pembeda langsung antara seoranb muslim dan kafir.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ

Sungguh pembeda seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR Muslim)

 

Karena itu dalam hadis lain Rasulullah ﷺ  bersabda:
مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ فَقَدْ كَفَرَ

Siapa saja yang meninggalkan shalat maka dia telah kafir (HR Ibnu Hibban)

 

 

Sungguh muslim yang berani meninggalkan shalat, tidak menggunakan informasi ini sebagai pengatur amalnya. Apakah karena ketidaktahuan, ataukah karena kemalasan, atau na’udzubillah karena membangkang. Jika dia membaca perjuangan Rasulullaah ﷺ dalam menyebarkan agama ini, dan bagaimana cintanya Sang Pencipta kepada beliau, apakah dia masih tega untuk meninggalkan shalat?

 

 

Dengan shalat maka dia akan terjaga dari perbuatan ma’shiyat (dosa). Karena setiap saat dia shalat, maka akan selalu direcharge komitmen dia kepada sang Pencipta. Untuk apa dia shalat,  untuk apa dia beribadah, untuk apa dia hidup. Sehingga shalat bisa menjadi wasilah yang bisa mencegah pelakunya dari berbagai bentuk kemungkaran. Hal ini ditegaskan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ

Dirikanlah shalat. Sungguh shalat itu mencegah (kamu) dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar (TQS Al-Ankabut [29]: 45)

 

Berkaitan dengan ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir menyatakan bahwa siapa saja yang menjaga shalatnya maka shalat itu akan menjadi pencegah bagi dirinya dari perbuatan keji dan mungkar. Artinya, mendirikan shalat mengharuskan seseorang untuk menjauhi perbuatan tersebut (Lihat: Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 6/277).

 

Masih terkait ayat di atas, Syaikh as-Sa‘di juga menyatakan bahwa dalam shalat terdapat zikir kepada Allah ﷻ  dan kekhusyukan. Inilah yang menjadikan hati senantiasa merasa diawasi oleh Allah ﷻ sehingga menjadi penghalang antara hamba dan ma’shiyat (As-Sa’adi, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Manân, hlm. 657).

 

 

Maka dengan cara seperti ini dia bisa mempertahankan dirinya untuk tetap berjalan di atas jalan menuju kampung halaman manusia yaitu surga-Nya.

 

 

Pelajaran ketiga yang bisa diambil  saat Nabi Muhammad ﷺ melaksanakan Isra’ Mi’raj adalah diperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Allah dengan  melewati negeri-negeri yang kelak jadi bagian kekuasaan Islam di bawah kepemimpinan beliau. Sebelumnya, kepemimpinan dunia hingga terjadi peristiwa Isra Mi’raj berada di tangan Bani Israil.

 

Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, tampilnya Rasulullah ﷺ  sebagai imam shalat para nabi di Baitul Maqdis, juga pengakuan para nabi atas hal itu, menjadi isyarat atas perubahan politik yang mendasar, yakni peralihan kepemimpinan dari Bani Israil kepada Rasulullah Muhammad ﷺ dan umat beliau. Beliau bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra.:

وَقَدْ رَأَيْتُنِي فِي جَمَاعَةٍ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ، فَحَانَت الصَّلاَةُ فَأَمَّمْتُهُمْ

Sungguh aku melihat diriku berada di tengah-tengah segolongan para nabi. Kemudian datanglah waktu shalat. Lalu aku menjadi imam mereka (HR Muslim).

 

Peristiwa menakjubkan ini, yakni para nabi dihadirkan dan Rasulullah Muhammad ﷺ dijadikan sebagai imam mereka, menjadi penegasan yang sangat kuat bahwa beliau adalah pemimpin para nabi; risalah beliau adalah risalah penutup; dan umat beliau adalah pengemban risalah para nabi (tauhid) kepada seluruh umat manusia. Artinya, ini menegaskan tentang kepemimpinan Rasulullah ﷺ dan umat beliau. Tentu tiada jalan keselamatan bagi umat manusia kecuali di bawah kepemimpinan Rasulullah ﷺ dan umat beliau (umat Islam).

 

Perubahan kepemimpinan dunia ini terbukti dalam sejarah. Kira-kira setahun setelah peristiwa Isra Mi’raj, Rasulullahﷺ  diperintahkan oleh Allah ﷻ untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah. Beliau lalu mendirikan Daulah Islam (Negara Islam) dengan landasan ideologi dan sistem yang kuat, akurat dan sejalan dengan fitrah manusia. Itulah ideologi Islam yang mengantarkan umat manusia pada kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Negara Islam Madinah juga dikelola oleh tangan-tangan yang bersih, terpercaya dan tulus ikhlas untuk menjalankan sistem ini.
Negara Islam ini kemudian memperluas kekuasaannya, yang awalnya hanya di Madinah, ke seluruh Jazirah Arab. Bahkan setelah era kepemimpinan Rasulullah ﷺ, yakni era Khulafaur Rasyidin, jangkauan kekuasaan Islam (Khilafah Islam) telah meliputi seluruh Jazirah Arab dan kawasan Timur Tengah, termasuk Syam (termasuk di dalamnya Palestina dengan Baitul Maqdis-nya). Syam sebelumnya berada dalam kekuasaan Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur).

 

Sebagaimana diketahui, Baitul Maqdis di Palestina, termasuk Gaza di dalamnya, adalah negeri yang diberkahi oleh Allahﷻ SWT. Palestina dulunya adalah bagian dari negeri Syam. Syam adalah negeri yang menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Islam (Khilafah Islam) pada masa lalu sejak dibebaskan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab رضي الله عنه Syam pun insya akan menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Islam (Khilafah Islam) pada masa yang akan datang. Ini karena Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللهَ زَوَىْ لِي اْلأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا، وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا

Sungguh Allah telah melipat (menghimpun) bumi ini untuk diriku. Lalu aku dapat melihat bagian-bagian timur dan bagian-bagian baratnya. Sungguh kekuasaan umatku akan mencapai wilayah yang dilipatkan (dihimpunkan) kepadaku (HR Muslim).

 

 

Karena itu, umat Islam di seluruh dunia wajib untuk peduli dan berjuang terus demi membebaskan Palestina sebagai bagian dari negeri Syam dari cengkeraman Yahudi dan para anteknya. Caranya adalah dengan terus berjuang secara istikamah untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Hanya Khilafahlah yang bakal mampu membebaskan Palestina dari penjajahan entitas Yahudi dengan jihad fi sabilillah, sebagaimana dulu pun Khilafah yang membebaskan Palestina (Syam) untuk pertama kalinya dari kekuasaan Kekaisaran Bizantium. Khilafah pula yang sekaligus bakal mengusir kaum Yahudi dari tanah Palestina.

و الله اعلم بالصواب