Pertanyakan Efektifitas Perda Dalam Berantas LGBT

20250114_074902

Oleh : Novita Sari, S.I.Kom

 

LenSa MediaNews.Com, Isu perilaku menyimpang terkait lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) terus menjadi sorotan meskipun sering tertimbun oleh berbagai isu lainnya. Namun akibat merebaknya pelaku penyimpangan ini, isu ini tidak luput dari perhatian masyarakat dan pemerintah, seperti pemerintahan daerah di Sumatera Barat. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat (Sumbar) sedang mengkaji rencana pembentukan peraturan daerah (perda) untuk memberantas penyakit masyarakat ini.

 

Wakil ketua DPRD Sumbar, Nanda Satria menyatakan bahwa ada kemungkinan DPRD membentuk perda terkait LGBT ini, karena sebelumnya sudah ada daerah di Sumbar yang telah membuat perda pemberantasan LGBT. “Pemerintah daerah harus merancang strategi bersama masyarakat untuk menyelesaikan persoalan ini secara efektif,” tegas Nanda (AntaraNews.com, 04-01-2025).

 

Efektifkah?

 

Sebelum membahas efektif atau tidaknya pengkajian perda ini, harus dipahami terlebih dahulu asal muasal dari perilaku menyimpang ini. LGBT buah dari sistem sekuler. Kemunculannya dibentengi dengan HAM yang juga lahir dari sekulerisme. Akibatnya kebebasan atas segala hal menjadi sebuah keniscayaan di sistem ini. Termasuk menentukan orientasi seksual individunya yang berimbas pada tumbuh suburnya kemaksiatan di tengah masyarakat.

 

Kegelisahan masyarakat dan pemerintahan, mengharuskan untuk mengambil tindakan menetapkan perda berantas tuntas LGBT. Tentu keinginan ini sangat baik, karena begitu serius pemerintah daerah memikirkan solusi untuk menghentikan kemaksiatan ini. Namun, perlu diingat kembali, perda seperti ini bukan kali pertama di daerah. Sudah begitu banyak perda syariah yang dibuat oleh daerah, namun tetap menimbulkan permasalahan, dan kemaksiatan pun tetap tak terbendung.

 

Artinya solusi seperti ini tidak efektif. Apalagi dalam sistem demokrasi sekuler ini, yang menjadi dasar hukum bukanlah Islam, melainkan HAM. Jika ingin mencanangkan perda syariah, pasti tidak akan bisa diterapkan secara total, karena masih dibayang-bayangi dengan kebebasan, dan sumber hukumnya masih berasal dari akal manusia yang lemah.

 

Penerapan Hukum Islam Solusinya!

 

Jika ingin menerapkan hukum syariah, hendaknya tidak setengah-setengah. Harus total menyeluruh di setiap sendi kehidupan. Islam memiliki solusi tuntas atas segala problematika umat saat ini, termasuk LGBT. Islam punya hukum tertentu yang sesuai dengan syariat Allah terkait pergaulan atau aktivitas sosial masyarakat. Islam mengatur hubungan laki-laki dan perempuan, hingga orientasi seksualnya sekalipun.

 

Lesbian atau yang diketahui sebagai penyuka sesama wanita, didalam hukum Islam jelas diharamkan. Dalil keharaman lesbianisme antara lain sabda Rasulullah SAW, “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang perempuan melihat aurat perempuan lain, dan janganlah seorang laki-laki masuk dengan laki-laki lain dalam satu selimut, serta janganlah seorang perempuan masuk bersama perempuan lain dalam satu selimut” (HR. Muslim dan Abu Dawud).

 

Hadits di atas telah mengharamkan perempuan untuk melihat aurat sesama perempuan. Jika melihat aurat sesama perempuan saja sudah haram, maka perbuatan yang lebih daripada itu, yaitu melakukan hubungan seksual sesama perempuan, hukumnya tentu juga haram. Sanksi pidana untuk lesbianisme adalah hukuman ta’zīr, yaitu satu jenis hukuman dalam sistem pidana Islam untuk suatu kejahatan yang tidak dijelaskan hukumannya oleh sebuah nash khusus dalam Al-Qur`an atau Al-Hadits.

 

Jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada qādhi (hakim syariah) dalam sebuah peradilan syariah. Ta’zīr ini bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi (al-tasyhir), dan sebagainya.

 

Sedangkan bagi pelaku gay atau penyuka sesama laki-laki, Islam juga tegas mengharamkan perilaku tersebut. Dalil keharamannya antara lain sabda Nabi SAW, “Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth [perbuatan homoseksual/al-liwāth], Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.”  (HR Ahmad, no 2817).

 

Tidak ada perbedaan pendapat terkait keharaman perilaku ini, dan para fuqohaa sepakat bahwa sanksi pidana yang diberikan pada pelaku ini adalah hukuman mati. Namun dalam teknis eksekusi hukuman mati ini terdapat beberapa perbedaan. Ada yang dibakar hingga mati, ada yang dilemparkan dari gedung tertinggi dengan kepala terlebih dahulu, ada pula yang dirobohkan tembok ke tubuhnya hingga mati.

 

Begitulah seriusnya Islam dalam menangani kemaksiatan, sanksi yang diberikan tidak hanya berefek kepada pelaku, namun juga pada siapapun yang memiliki keinginan yang sama, sehingga mereka mengurungkan niat dan bertaubat.

 

Hukum seperti ini tidak akan bisa diterapkan dalam sistem sekuler yang menjunjung tinggi HAM. Maka hanya keberadaan Daulah Islamlah nantinya yang mampu menerapkan, hingga memberantas tuntas kemakasiatan. Wallahu ‘a’lam bishshowab. [ LM/ry].