PHK Sritex , Panachea Penguasa

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSa MediaNews.Com, Opini–Banyak pihak memuji kedekatan Presiden Prabowo bersama Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Mereka kompak menyanyikan sejumlah lagu di antaranya “Kamu Ngga Sendirian” dari Band Tipe-X serta “Koyo Jogja Istimewa” yang dipopulerkan Ndarboy Genk.
Momen kebersamaan ini menjadi salah satu highlight dalam rangkaian Retreat Kepala Daerah 2025, yang bertujuan untuk mempererat hubungan antar pemimpin daerah serta memperkuat sinergi kepemimpinan nasional. Namun tak sedikit juga yang merasa jengah, mengapa para pemimpin negeri ini seolah sudah mati hati melihat berbagai bencana yang terjadi (timesindonesia.co.id, 28-2-2025).
Telah terjadi tragedi dalam dunia kerja, saat kurator dari Pengadilan Niaga memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) 8.400 orang pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan memastikan akan tunduk pada hukum untuk kasus ini setelah sebelumnya menjanjikan tak akan ada PHK.
Ebenezer mengklaim Kemnaker dan manajemen sesungguhnya sudah berupaya maksimal agar jangan terjadi PHK. Namun Kurator yang ditunjuk Pengadilan Niaga, memilih opsi PHK. Maka langkah Pemerintah selanjutnya, menjamin hak-hak buruh untuk memperoleh pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, Sumarno mengatakan, karyawan PT Sritex dikenakan PHK per tanggal 26 Februari, terakhir bekerja pada hari Jumat 28 Februari. Perusahaan ditutup mulai tanggal 1 Maret 2025. Menurut Sumarmo, Disperinaker Sukoharjo sudah menyiapkan sekira delapan ribuan lowongan pekerjaan baru di perusahaan lain yang ada di Kabupaten Sukoharjo.
Panachea Pemerintah, Ciri Kuat Kapitalisme
Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) yang merupakan badan otonom Nahdlatul Ulama (NU), Irham Saifuddin menilai kejadian yang terjadi pada Sritex merupakan tragedi ketenagakerjaan.
Dirinya meminta pemerintah untuk memperbaiki komunikasi publik dan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat, khususnya kelas buruh. Apalagi, sebelumnya Pemerintah melalui Wamenaker Immanuel Ebenezer saat itu memberikan penjelasan ke publik bahwa buruh PT Sritex tidak akan di PHK dan pemerintah berkomitmen melakukan langkah-langkah penyelamatan (Okezone com, 2-3-2025).
Menurut Irham, seharusnya per 3 Januari sudah ada putusan pailit, semestinya jika pemerintah tidak mampu merubah situasi bisa lebih transparan menjelaskan kepada perusahaan dan pekerja, bukan malah memberikan pernyataan yang sebenarnya hanya panacea (obat mujarab) sesaat.
Mirisnya lagi menurut Irham, kejadian ini bertepatan dengan masuknya bulan Ramadan dan sebulan lagi Idul Fitri. Ini merupakan hari-hari berat bagi sebagian besar buruh. Kebutuhan meningkat 2 kali lipat, tapi malah dapat kenyataan di PHK.
Inilah fakta yang harus kita telan berkali-kali, selama sistem ekonomi masih bertumpu pada kapitalisme, maka selama itu tak akan ada perubahan signifikan menuju pada kesejahteraan rakyat.
PT Sritex adalah perusahaan tekstil terbesar se Asia Tenggara, yang dianggap paling kuat menghadapi imbas PHK. Namun nyatanya harus melakukan PHK massal sebagaimana perusahaan sebelumnya. PHK ini dampak sosial dari kebijakan pemerintah, yang membuat kemudahan produk Cina masuk ke Indonesia melalui ACFTA maupun UU Cipta kerja.
Mungkin simalakama bagi pemerintah, tidak tunduk perjanjian global dia mati, ikut perjanjian rakyat mati. Namun pilihan jatuh pada ketundukan totalitas kepada korporasi. Inilah bukti negara kita menerapkan sistem Kapitalisme dengan prinsip liberalisasi ekonomi. Dimana liberalisasi menyebabkan lapangan pekerjaan dikontrol oleh industri.
Dan negara menunjukkan wajah populis otoriter kepada rakyatnya, peran utamanya hanya sebagai regulator kebijakan untuk memenuhi kepentingan oligarki. Sebelumny Sritex menjadi “timses” yang dijanjikan akan selamat jika saat pemilu 2024 memilih calon tertentu.
Namun saat badai produk Cina dan Vietnam membanjiri pasar dalam negeri, penguasa kelu lidah. Bahkan ketika Sritex terpaksa menanggung utang yang menggunung akibat biaya produksi yang melambung dan daya beli masyarakat melemah, negara sama sekali tidak hadir.
Saatnya Beralih Kepada Sistem Islam
Adakah alternatif untuk keluar dari situasi sulit ini? Jawanya ada, yaitu sistem Islam, yang pasti menjamin suasana yang kondusif bagi para pengusaha dan perusahaan dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Yang menjadikan negara mandiri dan berdaulat, tidak dalam ketiak negara kafir.
Dalam kitab Nidzom Iqthisody karya Syeikh Taqiyuddin An Nabhani, beliau menjelaskan kewajiban negara untuk memberikan modal bisnis, iqtha’ (pemberian negara) dan lainnya. Tak boleh ada lelaki baligh yang kesulitan bekerja, maka mekanisme yang akan dijalankan oleh penguasa adalah memudahkan urusan sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,”Imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya” (HR. Al-Bukhari). Wallahualam bissawab.