PP Minerba tahun 2025, Syahwat Bisnis Kapitalis

Oleh: Ariani
LenSaMediaNews Com–Presiden Prabowo Subianto pada saat menyaksikan Penyerahan Aset Rampasan Negara dari Tambang Ilegal kepada PT Timah Tbk berupa smelter dari enam perusahaan swasta yang melanggar hukum menyatakan bahwa kerugian dari penambangan illegal negara 300 T (tempo.co, 7-10-2025).
Sebelumnya, didapati bahwa kurun waktu 2018 sampai dengan 2019 yang telah terjadi persekongkolan dengan para smelter untuk mengakomodir penambangan timah ilegal yang seolah-olah kesepakatan kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk (kejaksaan.go.id, 29 Mei 2024).
Mengenai tambang ilegal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan tindakan represif bukan solusi memberantas tambang ilegal. Tambang ilegal di sejumlah daerah muncul karena masyarakat butuh uang untuk hidup. Memberantas dengan represif justru hanya akan menimbulkan konflik antara pemerintah dengan rakyat (Cnnindonesia.com, 10-10- 2025).
Pemerintah Indonesia telah menyusun regulasi untuk menyelesaikan masalah tambang illegal yaitu pengelolaan sumur minyak yang selama ini dikelola masyarakat dengan melibatkan pelaku UMKM, koperasi, serta Badan Usaha Milik Daerah di daerah setempat, agar masyarakat daerah mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung dari sumber daya alam di tanah mereka sendiri. Kebijakan ini ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. (tirto.id,10-10-2025).
UU Minerba Perpanjangan Tangan Pebisnis di Parlemen
PP Nomor 39 Tahun 2025 ini terlihat pro rakyat padahal sebetulnya memfasilitasi jaringan bisnis elit politik istana dan parlemen yang mayoritas di antaranya datang dari latar belakang pebisnis. Berdasarkan penelusuran ICW, komposisi anggota parlemen, terdapat sekitar 61 persen anggota DPR periode 2024–2029 memiliki latar belakang atau afiliasi dengan sektor bisnis (jatam.org, 20-01-2025).
Dalam PP ini WIUP (wilayah Ijin Usaha Pertambangan) diberikan kepada pihak swasta. Ini akan menjadi ajang bancakan tambang mengingat Kabinet Merah Putih juga didominasi para pebisnis di sektor industri ekstraktif Termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang memiliki gurita bisnis nikel di Maluku Utara. Mereka bisa menjadi penanam modal pada UMKM bahkan ormas yang mengelolanya.
PP tentang Minerba ini memfasilitasi syahwat bisnis melalui Demokrasi yang mengatasnamakan wakil rakyat untuk mengurusi harta umat. Memang itu watak asli kapitalis sekuler. Dalam ekonomi kapitalis, pengelolaan ekonomi termasuk hasil alam diserahkan pada swasta yang memiliki dan mengendalikan alat produksi untuk mencari keuntungan, mereka membuat keputusan produksi dan investasi, sementara pemerintah berperan lebih terbatas sebagai pengawas atau penentu regulasi hal ini berbeda pada negara yang hanya menerapkan syariat Islam yaitu khilafah.
Pengelolaan Tambang Sesuai Syariat
Dalam konsepsi ekonomi Islam, salah satu hal yang penting adalah prinsip al milkiyah atau kepemilikan. Energi adalah adalah bentuk kepemilikan umum baik bagi orang kaya maupun miskin. Dalam pandangan Islam, tambang apa pun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori sebagai harta milik umum (milkiyyah ‘ammah).
Dasarnya antara lain hadis Nabi saw. yang dituturkan oleh Abyadh bin Hammal RA, “Sungguh ia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah saw.. Ia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberinya harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah).” (Mendengar itu) Rasulullah saw. Lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Hadis ini memang berkaitan dengan tambang garam. Namun demikian, ini berlaku umum untuk semua tambang yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak. Rasulullah SAW juga telah menjelaskan sifat kepemilikan umum tersebut dalam sebuah hadis. Nabi saw. Bersabda, “Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud).
Maka, penguasa tidak boleh menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan SDA kepada swasta atau individu. Penguasa haram menyentuh harta rakyat atau bahkan memfasilitasi pihak lain untuk mengambil harta milik rakyat. Hanya kepemimpinan Islam yang mampu mengelola kekayaan negeri ini untuk memenuhi kebutuhan rakyat bahkan menyejahterakannya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].