Produktivitas Rendah, Pekerja Indonesia Resah

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSaMediaNews.Com–Dalam Peluncuran Dokumen Master Plan Produktivitas Nasional di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa 7 Oktober 2025, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengungkap salah satu yang penyebab banyaknya PHK karena daya saing dan resilience (kemampuan bertahan) pekerja Indonesia yang rendah (detik.com,7-10-2025).
Saat ini, menurut Yassierli, produktivitas tenaga kerja di Indonesia secara rata-rata berada di bawah negara-negara ASEAN. Setara dengan Malaysia dan Thailand tapi masih di bawah China, Vietnam dan India. Pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di kisaran 5% per tahun. Namun, pertumbuhan produktivitas di periode yang sama hanya 2,6%, salah satu yang terendah di Asia Tenggara.
Inilah pentingnya ada upaya peningkatan produktivitas untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Pertama, mendorong daya saing industri dengan meningkatkan kualitas produk, efisiensi biaya dan daya saing ekspor yang memperkuat dunia industri nasional sehingga menjamin penciptaan lapangan kerja yang lebih sustain, lebih luas, dan lebih berkualitas.
Kedua, perlu dilakukan transformasi bonus demografi. Lebih dari 70 persen penduduk Indonesia merupakan penduduk usia produktif. Bonus demografi tersebut memberi kuantitas, sedangkan produktivitas memberi kualitas.
Kapitalisme Akar Persoalan
Lisan para pejabat negeri ini sangat lihai merangkai kata. Jika tidak bermain angka maka akan bermain filosofi. Hingga masyarakat teralihkan dengan mudah, seolah ganti pemimpin akan ganti nasib, menjadi lebih baik. Lebih banyak curhat tanpa melihat secara detil akar persoalannya bagaimana.
Masalah ketenagakerjaan memang tak pernah usai. Sebab berbagai kebijakan yang diambil pemerintah seringkali tumpang tindih. Jika memang produktifitas rendah, maka solusinya harus realistis seperti mendirikan industri mandiri, untuk mengelola sumber daya alam dan energi di negeri ini yang berlimpah. Bukan mengejar investasi dan hanya mendapatkan pajak usaha atau deviden dari saham yang tak seberapa.
Hentikan kebijakan impor, tingkatkan kemandirian ketahanan pangan dalam negeri, beri perhatian lebih kepada sektor-sektor strategis seperti pertanian, kelautan, kehutanan dan lainnya. Demikian pula tingkatkan kualitas pendidikan dan mudahkan akses anak bangsa mengenyam pendidikan setinggi mungkin tanpa khawatir biaya mahal.
Bonus demografi akan menjadi berkah tersendiri jika pemerintah serius menangani. Sayangnya negeri ini pun dunia global menerapkan Sistem Kapitalisme, yang asasnya sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Artinya, aturan ekonomi baik produksi maupun distribusi diatur oleh manusia, bukan berdasarkan aturan syariat.
Hasilnya, Sistem Kapitalisme meniscayakan peran negara sangatlah minim. Semua diitung untung rugi, rakyat harus berdaya sendiri agar mampu menyerap produk kapitalis dan daya beli meningkat. Secara reguler negara memberikan bantalan subsidi baik berupa bansos atau BLT untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Apakah rakyat punya uang setelah terkucurnya bansos tidak lagi menjadi perhatian, padahal uang bisa didapat jika lapangan pekerjaan tersedia.
Sistem Kapitalisme memaksa negara menjual aset dan kekayaan alam , dengan dalih hibah, investasi atau hilirisasi kepada asing atau aseng. Sementara pembiayaan operasional negara melalui pajak dan utang. Rakyatlah yang ditekan. Sejatinya, penguasa riil di negeri ini adalah pengusaha kelas kakap yang berani “ bakar uang” untuk membiayai kampanye calon pemimpin melalui pemilu yang masyhur berbiaya mahal.
Padahal, jika sumber daya alam yang melimpah diurus negara dengan sebenar-benarnya tanpa melibatkan asing atau aseng, maka akan terbuka lapangan pekerjaan yang sangat luas. Dari mulai buruh hingga tingkat intelektualitasnya atau ahli. Wajar jika, SDM kita lemah dan rendah produktivitasnya.
Sebab selain pendidikan mahal, fresh graduate tidak ada jaminan bisa bekerja, job fair terlalu ribet birokrasinya, pelatihan hanya menyediakan tenaga kerja terampil dan murah yang di lapangan sendiri seringkali sudah dipenuhi sendiri oleh perusahaan asing atau aseng itu.
BUMN, anak dan cucunya seringkali menjadi ajang bagi-bagi kue politik, ditempatkan di posisi strategis dan tertinggi orang-orang partai, koalisi hingga tim sukses pemilu. Padahal kapabilitasnya nol. Sedangkan mereka yang benar-benar mampu tidak dilirik karena berada di luar circle kekuasaan. Ironi!
Islam Ciptakan Lapangan Pekerjaan
Dalam pandangan Islam, bekerja adalah salah satu perintah syariat bagi setiap pria baligh. Baik ia berkeluarga atau belum, karena pria diberi amanah menafkahi orang-orang yang ada dibawahnya. Maka, negara wajib memudahkan urusannya, sebab fungsi pemimpin adalah pelayan rakyat sebagaimana sabda Rasulullah Saw,”Imam/Khalifah adalah penggembala (raa’in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.”(HR. Bukhari dan Muslim). Wallahualam bissawab. [LM/ry].