Program Paket Ekonomi, Sejahtera Versi Sachet

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSaMediaNews.Com–Hari ini, Presiden Prabowo Subianto resmi merilis Program Paket Ekonomi 2025, kebijakan terbaru ini disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kantor Presiden, didampingi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (CNBC Indonesia.com, 15-9-2025).
Paket ekonomi 2025 yang akan dikucurkan hingga akhir tahun terdiri dari delapan program, yakni sebagai berikut:
1. Program magang lulusan perguruan tinggi yang akan mendapat uang saku setara upah minimum provinsi sekitar Rp 3,3 juta per bulan selama enam bulan.
2. Perluasan pajak penghasilan pasal 21 ditanggung pemerintah yang ditambah untuk sektor terkait pariwisata sebesar 100% selama tiga bulan di sisa tahun pajak 2025.
3. Bantuan pangan selama dua bulan dalam bentuk 10 kg beras, dan bisa ditambah pada Desember jika realisasi anggaran belum optimal.
4. Bantuan iuran JKK dan JKM untuk 6 bulan sebesar 50% bagi pekerja bukan penerima upah, yang di antaranya ialah mitra pengemudi transportasi online atau ojol, ojek pangkalan, supir, kurir, dan logistik.
5. Program manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan BPJS Ketenagakerjaan berupa relaksasi manfaat bunga KPR/KPA/PUMP/PP maksimum BI Rate plus 3%.
6. Program padat karya tunai atau cash for work melalui Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dalam bentuk upah harian dengan proyek periode September-Desember 2025.
7. Percepatan aturan deregulasi yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) 28 Tahun 2025.
8. Program perkotaan, untuk perbaikan kualitas pemukiman dan penyediaan platform pemasaran untuk gigs economy khususnya UMKM.
Total anggaran paket ekonomi yang terdiri dari delapan program itu senilai Rp 16,23 triliun. Lagi dan lagi, pemerintah mengesahkan kebijakan populis yang sifatnya sementara. Sejahtera dalam bentuk sachet. Terminnya hingga 6 bulan ke depan. Lantas bagaimana selanjutnya? Mengapa dibuat bertahap? Apakah karena dananya terbatas?
Kapitalisme Gagal Wujudkan Sejahtera
Begitu gentingnya urusan rakyat, belum kering luka mereka yang keluarganya terluka atau kehilangan nyawa dalam aksi demostrasi akhir Agustus lalu, bahkan beberapa mahasiswa di Semarang masih dalam upaya pencarian.
Demikian pula tuntutan rakyat 17+8 , belum terealisir, muncul pernyataan Ketua DPR Puan Maharani bahwa pihaknya tidak akan tergesa-gesa mengesahkan salah satu tuntutan yaitu RUU perampasan aset, karena mengikuti urutan pembahasan sebelumnya yang belum tuntas, revisi KUHP (GlobalDewataBali, 14-9-2025). Mengapa pengesahan RUU Omnibuslaw bisa begitu cepat, bahkan diketok palu tengah malam, sekian ratus halaman, selesai dipelajari kurang dari 24 jam? Muncul pula kebijakan ekonomi terbaru yang begitu absurd.
Dan inilah bukti gagalnya Sistem Kapitalisme mewujudkan kesejahteraan. Sebab, fokusnya hanya pada manfaat atau untung rugi, jika itu pemerintah maka tidak akan ada riayah (pelayanan). Program paket ekonomi ini jelas menunjukkan hilangnya kedaulatan negara. Tak punya kuasa atas kekayaannya sendiri sekaligus tak punya dana karena beban utang yang kian tinggi bunganya.
Keterbatasan dana di APBN, dimana harus berbagi dengan program yang lain, sementara pendapatan hanya mengandalkan pajak dan utang, jelas sangat kurang. Terlihat pula kebijakan berjalan di atas dua titian, satu sisi meredam kemarahan rakyat, sisi yang lain menjamin kepentingan korporasi oligarki, yang pasti tak akan merubah nasib rakyat sedikit pun.
Saatnya Sistem Islam Jadi Rujukan Penguasa
Akar bencana multidimensi dunia hari ini, adalah diterapkannya Sistem Ekonomi Kapitalisme dan Sistem Politik Demokrasi. Keduanya berasas sekuler dan mengunggulkan akal manusia untuk memutuskan semua solusi.
Padahal, negeri ini mayoritas penduduknya beragama Islam, dan solusi hakiki itu senantiasa ada di dekat mereka, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah yang setiap saat mereka lafazkan dan hafalkan. Penerapan hukum syara dalam bingkai Khilafah adalah warisan sistem pemerintahan Rasûlullâh Saw, yang wajib kita perjuangkan hari ini, sebagai bentuk keimanan.
Allah pun memerintahkan berhukum hanya dengan Islam, “…Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu…” (TQS Al Madinah:48).
Sejarah membuktikan betapa sejahteranya manusia dengan pengurusan Khilafah. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Baitulmal melimpah, tak ada lagi yang merasa berhak menerima zakat. Mereka yang bujang dan ingin menikah dibiayai negara, demikian pula dengan fasilitas kesehatan dan pendidikan, tak hanya berkualitas, tersedia bagi rakyat miskin atau kaya, gratis pula.
Negara mengelola secara mandiri harta milik umum ( SDA), harta milik negara ( kharaj, Jizyah dan lainnya) dan zakat. Dikembalikan kepada rakyat, baik zatnya ( air, listrik, BBM) maupun berupa pembiayaan fasilitas publik. Sementara zakat dibagikan Khalifah hanya kepada 8 asnaf sesuai yang disebutkan Al-Qur’an. Praktik riba dilarang, demikian pula muamalah non riil seperti bursa efek, saham, dan lainnya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].
