Ramadan Atau Bukan, Maksiat Tetap Haram

20250308_040328

Oleh: Ainul Ma’rifah S.Si.

 

LenSaMediaNews.Com, Opini–Pemerintah provinsi Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Disparekraf mengeluarkan Pengumuman Nomor e-0001 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 H/2025 M. Pengumuman tersebut berisi tentang pengaturan jam operasional usaha pariwisata di Jakarta selama bulan suci Ramadan (republika.co.id, 02-03-2025).

 

Berdasarkan kebijakan tersebut, sejumlah tempat hiburan malam yang wajib tutup adalah kelab malam, diskotek, mandi uap, rumah pijat, arena permainan ketangkasan untuk orang dewasa, serta bar atau rumah minum. Kebijakan ini berlaku dari H-1 Ramadhan kemarin hingga H+2 Idul Fitri 1446 H/2025 M (suara.com, 28-02-2025).

 

Namun ternyata, aturan tersebut tidak berlaku bagi semua tempat hiburan malam. Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Andhika Perkasa mengatakan, kegiatan usaha pariwisata yang menjadi penunjang di kelab malam dan lainnya memang wajib ditutup. Meski demikian, tempat usaha di hotel bintang empat dan lima masih diizinkan beroperasi. Ia menambahkan, kelab malam dan diskotek yang berada di hotel, tempat komersial, serta tak berdekatan dengan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah, serta rumah sakit, juga diizinkan beroperasi (metromews.com, 28-02-2025).

 

Itulah aturan tentang batasan penyelenggaraan tempat hiburan malam selama bulan Ramadhan, yang sejatinya bukan pelarangan seratus persen, melainkan hanya membatasi saja, tapi tetap boleh beroperasi.

 

Bahkan, Banda Aceh yang terkenal dengan perda syari’atnya, tak lagi melarang tempat hiburan buka saat bulan Ramadan. Pemerintah Banda Aceh untuk tahun ini tidak melarang tempat hiburan malam beroperasi saat siang hari selama Ramadan. Juru Bicara Pemko Banda Aceh, Tomi Mukhtar mengatakan, seruan yang telah diperbaharui ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih efektif dan relevan dengan kondisi terkini (viva.co.id, 27-02-2025).

 

Ramadan adalah bulan yang mulia. Dari dua belas bulan selama setahun, Rasulullah menyebutkan bahwa Ramadan adalah induknya bulan. Setiap pahala kebaikan akan dilipatgandakan, dan sebaliknya setiap kemaksiatan pun akan dilipatgandakan dosanya.

 

Maka sudah sepantasnya, menjaga diri selama Ramadan dari kemaksiatan adalah keharusan. Namun, perlu diingat menjauhi kemaksiatan bukanlah hanya saat bulan suci Ramadan saja. Karena bulan Ramadan atau bukan, kemaksiatan tetap tidak boleh dilakukan.

 

Kebijakan pengaturan jam operasioanal yang diberlakukan selama Ramadan saja sejatinya tidaklah tepat. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak benar-benar ingin menjaga masyarakat dari kemaksiatan. Apalagi di beberapa daerah tak lagi melarang adanya kemaksiatan selama bulan Ramadan.

 

Inilah potret buram kebijakan sistem Kapitalisme sekular yang memisahkan agama dari kehidupan. Nyata betul bahwa kebijakan tersebut dibuat berdasarkan paradigma asas kemanfaatan meski melanggar ketentuan syari’at. “Rugi bandar” jika tempat hiburan malam ditutup selama bulan Ramadan, karena tempat hiburan malam adalah salah satu aset pajak bagi pemerintah daerah. Miris!

 

Hanya Islam yang benar-benar bisa memberantas kemaksiatan dari akarnya, dan bukan hanya saat bulan Ramadan saja. Seperangkat aturan Islam yang disebut syari’at ini, akan bisa mencegah dan mengatasi kemaksiatan jika diterapkan secara sempurna dalam sistem pemerintahan Khilafah. Karena dalam Islam, kemaksiatan adalah pelanggaran hukum syara’ dan ada sanksinya.

 

Pengaturan semua aspek kehidupan termasuk hiburan dan pariwisata harus berlandaskan akidah Islam dan bukan asas kemanfaatan. Semua bentuk yang menjurus kepada kemaksiatan akan dilarang, dan akan diberlakukan sanki yang tegas dan menjerakan.

 

Sistem pendidikan Islam juga berperan menghasilkan individu-individu yang beriman dan bertakwa yang akan berpegang teguh pada syari’at Islam. Sehingga mereka akan bijak dalam memilih hiburan serta membuka usaha ataupun dalam pekerjaan. Wallahua’lam.bisshowab. [LM/ry].