Raya, Potret Lemahnya Perlindungan Negara Terhadap Anak

Oleh: Nettyhera
(Pengamat Kebijakan Publik)
Lensa Media News- Miris, publik kembali dikejutkan kisah pilu Raya, balita empat tahun asal Sukabumi, Jawa Barat, yang meninggal dunia setelah tubuhnya dipenuhi ribuan cacing. Menurut laporan Tribunnews (21/8/2025), sejak lama Raya menderita sakit, namun layanan kesehatan yang seharusnya menjadi penopang nyawanya tak pernah benar-benar hadir.
Kondisi keluarga Raya pun jauh dari kata layak. Sang ayah sakit-sakitan, ibunya mengalami gangguan jiwa, dan mereka hidup dalam lingkungan yang tidak sehat. Support system nyaris tak ada. Baru setelah kisah tragis itu mencuat ke publik, pejabat dan pihak terkait berbondong-bondong memberi komentar. Menteri PPPA, seperti dikutip Tribunnews, menyebut penderitaan Raya “sangat memilukan”. Sementara itu, anggota DPR menegaskan kasus ini sebagai “alarm serius perlindungan anak” (Kompas, 22/8/2025). Sayangnya, respon-respon itu muncul terlambat. Raya sudah berpulang.
Layanan Kesehatan Gagal Melindungi
Kasus Raya kembali menegaskan bahwa pelayanan kesehatan di negeri ini masih jauh dari cita-cita kesejahteraan rakyat. Mekanisme yang ada sering hanya sebatas formalitas. Prosedur yang rumit, syarat administratif yang berbelit, hingga ketidakmampuan menjangkau keluarga miskin membuat rakyat tak bisa mengakses layanan dengan mudah.
Kumparan (22/8/2025) menulis, kondisi Raya sejak kecil memang sudah memprihatinkan, tetapi akses pengobatan dan perhatian serius dari pemerintah baru ada setelah kabar kematiannya viral. Fakta ini membuktikan bahwa negara belum mampu memberi jaminan kesehatan menyeluruh bagi rakyatnya.
Dalam praktiknya, negara abai terhadap rakyat kecil. Mereka yang miskin dan lemah dibiarkan bertahan hidup dalam kondisi sulit, tanpa perlindungan yang nyata. Sebaliknya, mereka yang punya hak istimewa dapat menikmati layanan kesehatan dengan cepat, nyaman, dan lengkap. Inilah wajah kapitalisme yang mewujud dalam layanan publik: hanya mereka yang punya modal yang bisa bertahan.
Kapitalisme dan Ketidakpedulian Sistemik
Kapitalisme melahirkan jurang dalam layanan kesehatan. Negara tidak benar-benar memposisikan dirinya sebagai penanggung jawab, melainkan sekadar regulator. Rakyat dibiarkan bergantung pada skema formal seperti BPJS yang justru menyulitkan, bukan memudahkan. Akhirnya, anak-anak seperti Raya menjadi korban—karena sistem lebih mementingkan hitung-hitungan biaya ketimbang keselamatan jiwa manusia.
Tragedi ini seharusnya menjadi tamparan keras bahwa paradigma kesehatan kapitalistik tidak layak dipertahankan. Selama negara berlepas tangan, nyawa-nyawa tak berdosa akan terus melayang sia-sia.
Islam Menjamin Kesehatan Rakyat
Dalam Islam, kesehatan bukanlah komoditas. Ia merupakan tanggung jawab negara. Negara wajib menyediakan layanan kesehatan terbaik secara gratis, mudah diakses, dan tanpa diskriminasi. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Artinya, negara bukan hanya berkewajiban menyantuni anak yatim dan orang lemah, tetapi juga menjamin layanan kesehatan menyeluruh. Pada masa Khilafah Islam, rumah sakit dibangun megah dengan fasilitas terbaik dan semua pasien—kaya atau miskin—dilayani tanpa dipungut biaya. Prosedurnya sederhana, aksesnya merata, dan rakyat benar-benar merasakan hadirnya negara sebagai pelindung.
Tak hanya itu, dalam masyarakat Islam, kepedulian sosial tumbuh kuat. Seorang Muslim tidak akan membiarkan tetangganya kelaparan atau sakit tanpa pertolongan. Solidaritas ini hadir karena aqidah Islam menumbuhkan tanggung jawab kolektif, bukan individualistis seperti hari ini.
Penutup
Kematian Raya adalah potret nyata lemahnya perlindungan negara terhadap anak-anak di bawah sistem kapitalisme. Kisah pilu terakhir Raya yang tewas dengan tubuh penuh cacing, seakan menjadi saksi bisu bahwa sistem saat ini gagal melindungi rakyat kecil.
Negeri ini membutuhkan perubahan mendasar, bukan sekadar respons sesaat setelah tragedi terjadi. Saatnya kita menoleh kepada sistem Islam yang menjadikan kesehatan sebagai hak rakyat dan tanggung jawab negara.
Sebab, jika kita terus bertahan dengan sistem kapitalisme, tragedi seperti Raya akan berulang, hanya nama dan wajahnya saja yang berbeda.
[LM/nr]